Siang itu, pria bertubuh kurus itu nampak tak bersemangat kendati hasil panen tomatnya   tahun ini cukup melimpah.  Sesekali dia mengipas wajahnya dengan topi terbuat dari anyaman daun kelapa  yang sekaligus berfungsi sebagai  pelindung wajah dari sengatan matahari.
     Harga tomat di Mataram, Nusa Tenggara Barat  hanya Rp500 per kilogram pada musim panen tahun ini, jauh lebih murah dibandingkan dengan kotoran kuda yang biasa digunakan para petani sebagai pupuk tanaman harganya mencapai Rp1.500 hingga Rp2.000 per kilogram.       Harga tomat di  Kota Mataram pada musim panen tahun 2011 ini anjlok dari sebelumnya mencapai Rp10.000 menjadi hanya Rp500 per kilogram. Impian petani untuk meraup keuntungan seperti pada musim panen tahun-tahun sebelumnya  tidak menjadi kenyataan.
      Sahar (35), petani tomat di Jalan Lingkar Selatan Kota Mataram memastikan bahwa ia menderira kerugian cukup besar akibat anjloknya harga tomat pada musim panen tahun ini karena itu ia terpaksa membiarkan  sebagian buah tomatnya yang sudah matang membusuk di pohon.  
     "Jangankan bisa meraih keuntungan, untuk sekedar menutupi biaya produksi pun tidak mencukupi.  Untuk bisa untung minimal harganya Rp2.000 per kilogram, karena harga sarana produksi (saprodi)  juga cukup tinggi," kata pria berkulit legam itu.
      Sahar mengatakan, kalau harga tomat hanya Rp500 per kilogram petani  tidak akan mampu mengembalikan biaya produksi yang cukup besar. Harga 'mulsa' (material penutup  tanaman budidaya) harganya mencapai Rp450.000 untuk ukuran 10 kilogram.
      "Satu kali panen tomat biasanya  mencapai 50 kilogram, sementara harga jualnya hanya    Rp25.000.  Ini berarti sepuluh kali panen baru bisa menutupi  biaya produksi khususnya untuk pembelian mulsa  dan ongkos pengolahan tanah sebesar Rp45.000 per hari," ujarnya.
      Kerugian cukup besar  akibat anjloknya harga tomat pada musim panen tahun ini agaknya tidak hanya menimpa Sahar, puluhan bahkan mungkin ratusan petani tomat lainnya di Jalan Lingkar Selatan Kota Mataram juga menjerit karena anjloknya harga komoditas pertanian itu.
       Awalnya para petani di Jalan Lingkar Selatan Kota Mataram cukup bersemangat, karena mereka berharap harga komoditi pertanian itu  mahal seperti pada musim panen tahun sebelumnya yang  Rp10.000 per kilogram.
    
                Memetik sendiri
     Selain memberikan keuntungan cukup besar bagi para petani, harga tomat  cukup mahal seperti pada musim panen sebelumnya juga memberikan peluang bagi para buruh tani   mengais rezeki, antara lain sebagai buruh petik.
       "Pada musim panen sekarang ini saya terpaksa memetik sendiri, karena  jika menggunakan tenaga buruh kerugian akan menjadi lebih lebih besar lagi. Tomat hasil penan juga saya jual sendiri. Tidak seperti ketika  harganya sedang mahal, pedagang pengumpul sendiri yang datang ke sawah membawa buruh petik," kata Hasan, petani tomat lainnya di Jalan Lingkar Selatan, Kota Mataram.
       Harga tomat pada musim panen tahun ini merupakan yang temurah dalam beberapa tahun terakhir. Komoditas pertanian ini tak lagi memiliki nilai ekonomis tinggi, sebagian petani bahkan memberikan secara cuma-cuma kepada penyabit rumput di sekitar sawahnya asal mau memetik sendiri.
       Keluhan serupa juga disampaikan  Zaenuddin, petani tomat lainnya . Ia bahkan  terpaksa mengganti tanaman tomatnya dengan cabai merah besar yang harganya hingga sekarang masih cukup tinggi.
        "Saya terpaksa mengganti tanaman tomat dengan cabai merah besar, karena komoditas tersebut harganya masih cukup tinggi hingga sekarang ini," kata petani yang juga menjerit karena anjloknya harga tomat pada musim panen sekarang ini.
         Namun, Zanuddin dan sejumlah petani tomat lainnya di Jalan Lingkar Selatan Kota Mataram ini juga mengaku khawatir harga komoditas tersebut akan anjlok menyusul rencana pemerintah akan mengimpor cabai untuk menekan harga komoditas tersebut yang hingga kini masih tergolong tinggi.
       "Kalau memang benar pemerintah mengimpor cabai, tentu kami merasa khawatir. Kalau komoditas pertanian impor itu membanjiri pasar tidak menutup kemungkian harganya juga anjlok seperti tomat ," ujarnya ketika dimintai tanggapannya mengenai kebijakan pemerintah mendatangkan cabai dari Malaysia dan Thailand.
          Anjloknya harga tomat tersebut mengundang keprihatinan sejumlah anggota DPRD NTB yang menilai bahwa sektor pertanian yang banyak menjadi tumpuan hidup masyarakat NTB sangat rentan dengan gejolak ekonomi.
        Anggota DPRD NTB dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) TGH Hazmi Hamzar mencontohkan  ketika petani tomat  mengalami krisis akibat anjloknya harga tomat di tingkat petani, karena itu mereka perlu  mendapat perlindungan terhadap petani  agar mereka tidak menderita kerugian.
         "Karena itu  dinas-dinas terkait seperti perindustrian dan perdagangan kita minta untuk melindungi petani, misalnya ketika harga anjlok, tomat dari petani dibeli, karena kalau tidak akan busuk, kasihan mereka," katanya.
        Anjloknya harga berbagai komoditas pertanian termasuk tomat mengakibatkan daya beli petani menjadi menurun, ini tergambar dalam data Badan Pusat Statistik (BPS) NTB . Pada awal 2011, dari hampir semua sektor pertanian baik tanaman pangan maupun hortikultura dan perikanan dan perkebunan rakyat, hanya sektor peternakan yang dipandang cukup tinggi.
        Kepala BPS NTB H. Soegarenda dalam berita resmi statistik menyatakan Nilai Tukar Petani (NTB) Provinsi NTB pada awal tahun 2011 ini masih jauh di bawah 100, ini berarti  pendapatan petani mengalami defisit dan terjadi penurunan atas daya belinya.
        NTP NTB bulan Januari 2011 hanya 95,09, jika dibandingkan bulan Desember 2010, terjadi penurunan terpaut 0,32 persen. Ini terjadi akibat kenaikan indeks harga yang diterima petani lebih kecil dibandingkan kenaikan indeks yang dibayar petani.
         Kondisi itu sangat kontras dengan catatan secara nasional. NTP nasional mencapai 103.01, bahkan terjadi kenaikan sebesar 0.25 persen  dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya mencapai 102,75. Diklaim BPS pusat, tingginya NTP nasional ini karena tingginya harga gabah yang jauh diatas Harga Pembelian Pemerinytah (HPP). Lebih-lebih lagi, harga cabe rawit yang menggila dikatakan menjadi penyebab tingginya rata-rata daya beli petani ini.
        "Kemampuan daya beli petani ternak cukup baik, yakni 115,28 atau selalu berada di atas 100. Sementara, kemampuan daya beli petani di lingkup perkebunan rakyat hanya 88,52, hrtikultura 98,82, padi dan palawija 89,55 dan nelayan 93,85 ,"sebut Soegarenda.
        Rendahnya daya beli petani yang tergambar dari NTP awal tahun 2011 itu mengundang keprihatinan Pemimpin Bank Indonesia (BI) Mataram M. Junaifin. Ia menilai anjloknya harga berbagai komoditas pertanian akhir-akhir ini termasuk tomat mengakibatkan beban hidup petani semakin berat, terutama karena harga kebutuhan lain terus meningkat.
        Karena itu, katanya, perlu ada upaya dari pemerintah agar  kehidupan para petani  tidak semakin memprihatinkan. Dalam kondisi seperti sekarang ini para petani menderita karena harga komoditas yang mereka hasilkan relatif rendah.

                    Kemitraan
      "Perlu ada kemitraan antara pengusaha  khususnya hotel dan restoran dengan petani. Sebagai contoh tomat yang dihasilkan petani bisa dibeli secara langsung untuk memenuhi kebutuhan para tamu hotel," katanya.
        Junaifin menduga anjloknya harga berbagai komoditas pertanian termasuk tomat akibat permainan para tengkulak. Ironisnya harga tomat rendah di tingkat petani, sementara di pasar mencapai Rp5.000 per kilogram.
         "Karena itu mata rantai pemasaran perlu diperpendek, dari petani langsung ke konsumen. Dengan cara ini saya yakin harga komoditas pertanian tidak anjlok seperti sekarang ini," kata Junaifin.
          Karena itu Junaifin berjanji akan menyampaikan berbagai persoalan yang dihadapi petani terkait dengan anjloknya harga komoditas pertanian tersebut kepada tim pengendali inflasi daerah (TPID) provinsi yang diketuai Gubernur NTB TGH. M. Zainul Majdi.
         Melalui pertemuan dengan TPID tersebut diharapkan bisa dicari solusi terbaik guna mengangkat kehidupan petani agar menjadi lebih baik. Kandungan gizi pada buah tomat yang menyehatkan badan,  belum mampu "menyehatkan" kondisi ekonomi para petani. (*)
   

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2025