Oleh Masnun
Tidak seperti biasa janda tua itu nampak tidak bersemangat memetik buah kakao yang ditanam di sela-sela pohon kelapa. Sejak beberapa bulan terakhir buah kakao banyak yang rusak akibat tingginya curah hujan.
Harapan para petani untuk meraup keuntungan dari naiknya harga komoditas perkebunan itu nampaknya tidak akan bisa terwujud. Tingginya curah hujan akhir-akhir ini menyebabkan buah kakao banyak yang rusak dan membusuk di pohon.
"Kalau saja buah kakao tidak banyak yang rusak, maka hasil penjualan biji kakao kering pada musim panen bulan ini bisa lumayan, karena kebetulan harganya sekaranmg ini cukup tinggi, kata Hj Rahmah (75), petani kakao di Dusun Telok Dalem, Desa Medana, Kecamatan Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat.
Nasib serupa juga menimpa puluhan bahkan ratusan petani kakao di Kabupaten Lombok Utara. Hasil panen kakao pada musim panen bulan ini menurun drastis akibat banyaknya buah kakao yang rusak akibat guyuran hujan sejak beberapa bulan terakhir.
Cuaca ekstrem yang ditandai dengan tingginya curah hujan tidak saja menyebabkan para nelayan mengalami kesulitan hidup karena mereka tidak bisa malaut, tetapi juga para petani kakao juga ikut menjadi korban.
"Kalau sebelumnya produksi kakao setiap musim panen mencapai 50 kilogram, sekarang paling banyak 20 kilogram biji mete kering. Selain mengakibatkan bunga kakao berguguran, curah hujan yang cukup tinggi sejak beberapa bulan terakhir juga menyebabkan kakao rusak," kata janda tua itu sambil sesekali mengusap keringat di wajahnya yang keriput.
Buah kakao yang sudah matang biasanya bewarna kuning, namun karena diguyur hujan warnanya berubah menjadi hitam kecokelatan dan ketika dibelah bijinya tidak ada
Sapri, petani kakao lainnya di Dusun Telok Dalem, Desa Medana Kecamatan Tanjung (sekitar 30 kilometer arah utara Mataram) juga mengaku menderita kerugian akibat banyaknya buah kakao yang rusak akibat cuaca ekstrem yang terjadi sejak beberapa bulan terakhir.
"Seandainya buah kakao tidak banyak yang rusak akan cukup menguntungkan, karena harga biji kakao kering sekarang ini cukup mahal mencapai Rp20.000 per kilogram.
Sebelumnya pada setiap musim panen dua kali dalam sebulan para petani di Lombok Utara bisa menjual biji kakao kering seharga Rp1 juta, namun sekarang paling banyak Rp500.000. Ini disebabkan produksi kakao menurun dibandingkan ketika curah hujan normal.
Para petani di Kabupaten Lombok Utara mengembangkan tanaman kakao dengan memanfaatkan lahan kosong di sela tanaman kelapa. Hasilnya memberikan tambahan penghasilan bagi para petani.
Menurut informasi dari sejumlah penyuluh pertanian lapangan (PPL), kakao yang biasanya berproduksi 400-450 kg per ha kini berkurang menjadi 200-250 kg per ha.
Tingginya curah hujan akhir-akhir ini mengakibatkan bunga kakao berguguran dan buahnya membusuk karena kelembaban yang tinggi. Masalah lain juga dipengaruhi oleh sanitasi dan pemeliharaan tanaman yang belum dilakukan secara intensif oleh petani.
Sejumlah pengusaha kakao menyatakan hujan yang turun terus-menerus akhir-akhir ini mengurangi produksi kakao sekitar 50 persen. Hasil pembelian kakao juga berkurang dibandingkan pada saat sebelum hujan. Pada musim normal hasil pembelian mencapai 1-1,5 ton per hari, sekarang hanya 200- 300 kg per hari
Gerakan Nasional
Terlepas dari persoalan yang dihadapi petani akibat cuaca ekstrem itu Kabupaten Lombok Utara menjadi salah satu daerah sasaran Gerakan Nasional (Gernas) Percepatan Revitalisasi Kakao Nasional 2010
Tarkait dengan program Gernas itu Dinas Perkebunan NTB telah menyiapkan lahan seluas 2.300 ha yang tersebar di Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa.
"Lahannya sudah kami siapkan sesuai target pengembangan nasional di wilayah NTB yakni sebanyak 2.300 hektare di dua lokasi di Pulau Lombok," kata Kepala Dinas Perkebunan Provinsi NTB H. Ihya Ulumuddin.
Sasaran Gernas Kakao 2010 itu yakni intensifikasi dan peremajaan/rehabilitasi kebun kakao yang sudah ada agar lebih produktif lagi. Angarannya bersumber dari APBN sebesar Rp14 miliar namun hanya untuk belanja fisik dalam program Gernas Kakao itu, sehingga untuk belanja operasional diupayakan dari APBD NTB.
Kementerian Pertanian hanya mengalokasikan dana pengembangan kakao untuk dua kabupaten di wilayah NTB yakni Kabupaten Lombok Utara dengan target luas areal 1.800 hektare dan dan Lombok Timur seluas 500 hektare, sehingga totalnya mencapai 2.300 hektare.
Potensi areal tanaman kakao di wilayah NTB mencapai 16.732 hektare, namun hingga kini ini baru sekitar 6.000 hektare yang dimanfaatkan sehingga masih ada 10.000 hektare lebih.
Produksi kakao dari areal seluas 6.000 hektare itu baru mencapai 2.535 ton atau sekitar 550 kilogram per hektare.
"Tentu harapan kami, dengan adanya Gernas Kakao itu maka pengembangan komoditas unggulan daerah itu akan semakin ditingkatkan dan hasilnya akan dirasakan petani serta komponen masyarakat lainnya," ujar Ulumuddin.
Program Gernas Percepatan Revitalisasi Kakao Nasional dicanangkan Kementerian Pertanian untuk tahun 2009-2011, dan merupakan program lanjutan dari Gernas Kakao Nasional yang dicanangkan pada tahun 2007 yang mencakup sembilan provinsi.
Kini, provinsi sasaran pengembangan kakao bertambah menjadi 15 provinsi, termasuk Provinsi NTB namun tidak mencakup semua daerah kabupaten.
Kabupaten Lombok utara berpotensi menjadi daerah penghasil biji kakao atau coklat tingkat nasional. Hal ini didukung oleh jumlah produksi biji coklat asal kabupaten termuda itu yang terus meningkat dari tahun ketahun, dengan kualitas standar produk nasional, dan klasifikasi standar produk holtikultura organik internasional.
Bahkan sejumlah pengusaha pengolah coklat asal Bali dan Jawa, saat ini menjadikan Kabupaten Lombok Utara sebagai sumber utama pemasol biji coklat untuk di ekspor ke berbagai negara seperti, Amerika Serikat, Belanda dan Selandia Baru.
Tingginya produk coklat di Kabupaten Lombok Utara mendorong Pemerintah Provinsi NTB, merencanakan daerah ini dalam peta nasional daerah penghasil biji coklat.
Wakil Bupati Lombok Utara H Najmul Akhyar mengatakan, dalam upaya mendukung program tersebut pihaknya berupaya meningkatkan produksi dan mutu produksi kalao.
Tahun 2011 Pemprov NTB mengarahkan program reklamasi serta peremajaan perkebunan kakao di beberapa wilayah penghasil komoditas perkebunan itu di Lombok Utara.
Terkait dengan pemasaran dan pengolahan pascapanen, Pemprov NTB bersama Pemkab Lombok Utara akan memfasilitasi proses pemasaran pengembangan jaringan kemitraan, dengan meningkatkan infrastrukrur jalan, membantu penyediaan sarana produksi (saprodi) yang memadai dan pengadaan pasar lelang, serta promosi produk secara nasional hingga tingkat internasional.
Ke depan, juga akan diupayakan teknologi pengelolaan pascapanen menjadi bahan baku produk coklat, sehingga para petani dan pengusaha coklat lokal, bisa mendapatkan nilai tambah dari budidaya komoditas perkebunan itu.(*)