Mataram, 23/6 (ANTARA) - Gubernur dan pimpinan DPRD Nusa Tenggara Barat masih meragukan penguasaan saham mayoritas di PT Newmont Nusa Tenggara yang harusnya berada di pihak pemerintah dan swasta nasional Indonesia, setelah divestasi terakhir direalisasi.

     "Memang mesti ditelusuri, karena menurut informasi setelah divestasi terakhir yang tujuh persen jatah 2010 itu, pihak Newmont masih menguasai saham mayoritas," kata Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) TGH. M. Zainul Majdi, yang didampingi empat orang pimpinan DPRD NTB, kepada wartawan, di Mataram, Kamis.

      Keempat pimpinan DPRD NTB itu yakni H. Lalu Sujirman (Golkar) selaku Ketua DPRD NTB, dan tiga orang Wakil Ketua DPRD NTB masing-masing Suryadi Jaya Purnama (PKS), H. L. Abdul Halid Iskandar (Demokrat), dan H. Lalu Syamsir (PBB).

     Zainul mengatakan, informasi yang ia peroleh PT Pukuafu Indah yang semula menguasai 20 persen saham PT Newmont Nusa Tenggara (PTNNT) telah menjual sebanyak 2,2 persen sahamnya kepada PT Indonesia Masbaga Investama (IMI) sehingga kini PT Pukuafu Indah hanya menguasai 17,8 persen.

     Manajemen PTNNT digadang-gadang sebagai pihak yang mendanai pembelian 2,2 persen saham itu, dengan tujuan tertentu.

     "Itu berarti roh divestasi saham mayoritas tidak terwujud, makanya harus ditelusuri siapa dibelakang PT IMI, kita tak tahu karena tidak pernah diberi tahu pihak berkompeten," ujarnya.

     Sesuai Kontrak Karya (KK), PTNNT berkewajiban mendivestasikan 51 persen sahamnya kepada pihak nasional yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun perusahaan nasional yang seharusnya sampai posisi April 2010.

     PT Pukuafu Indah dan PT IMI sudah menguasai 20 persen dan total 51 persen yang harus didivestasi itu, sehingga hanya 31 persen saham PTNNT yang diperjual-belikan dalam proses divestas.

     Saham yang harus didivestasikan itu terdiri atas tiga persen jatah divestasi 2006, tujuh persen saham divestasi 2007, dan masing-masing tujuh persen saham divestasi jatah 2008 dan 2009 serta 2010.

     Pemerintah daerah di NTB yakni Pemerintah Provinsi NTB, Pemerintah Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat, kemudian membentuk perusahaan konsorsium yakni PT Daerah Maju Bersaing (DMB).

     Manajemen PT DMB kemudian menggandeng PT Multicapital (anak usaha  PT Bumi Resources Tbk) untuk mengakuisisi sebagian saham Newmont itu.

     PT DMB dan PT Multicapital kemudian membentuk perusahaan patungan yang diberi nama PT Multi Daerah Bersaing (MDB), hingga mengakuisisi 24 persen PTNNT yang nilainya mencapai 867,23 juta dolar AS atau setara dengan sekitar Rp8,6 triliun.

     Sisa tujuh persen saham atau saham divestasi terakhir senilai 246,8 juta dolar AS setelah diturunkan dari harga semula sebesar 271 juta dolar AS itu, yang kini dibeli pemerintah pusat meskipun belum merealisasikan pembayarannya.

     Pada 6 Mei lalu, Kementerian Keuangan melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP) akhirnya resmi membeli tujuh persen saham divestasi terakhir itu yang ditandai dengan    penandatangan perjanjian jual beli saham divestasi tahun 2010 itu.

     Pihak yang menandatangani perjanjian itu yakni Kepala PIP Soritaon dengan Direktur Utama Newmont Martiono, Vice President and Deputy General Newmont Mining Corporation Blake Rhodes, dan Vice President Newmont Mining Cooperation Toru Tokuhisa.

     Penandatanganan itu disaksikan Menteri Keuangan Agus Martowardojo di Aula Mezanine Kementerian Keuangan, Jalan Wahidin Raya, Jakarta.

     Dengan demikian, setelah realisasi pembayaran saham divestasi terakhir itu, maka saham mayoritas PTNNT berada di pihak pemerintah dan swasta nasional Indonesia.

     Saham yang dimiliki dimiliki Nusa Tenggara Partnership, tinggal 49 persen dari semula 80 persen yang terdiri dari 45 persen saham milik Newmont Indonesia Limited (NIL) dan 35 persen milik Nusa Tenggara Mining Corporation (NTMC) Sumitomo.

     Menurut Zainul, dari informasi yang diterima disinyalir penguasaan saham mayoritas PTNNT masih di pihak Newmont, karena 2,2 persen saham yang dibeli PT IMI dari PT Pukuafu Indah itu, diduga kuat didanai pihak Newmont.

     "Jika itu benar dan memang ada, maka pihak yang punya otoritas (pemerintah pusat, Red) yang harusnya mengambil sikap tegas. Jangan lagi, ada benturan sikap di daerah," ujarnya. (*)


Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024