Mataram (ANTARA) - DPRD Nusa Tenggara Barat bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) sepakat memotong anggaran pokok pikiran rakyat (Pokir) sebesar 20 persen untuk membayar hutang tahun 2021 kepada rekanan dan para UMKM yang jumlahnya mencapai Rp227,6 miliar.

"Kita sudah sepakat beberapa kegiatan anggota DPRD NTB itu digeser untuk membayar hutang yang tersisa tahun 2021, yang sudah ditetapkan dalam Perda APBD 2022," kata Ketua Komisi III DPRD NTB, TGH Mahaly Fikri di Mataram, Senin.

Ia menyampaikan, hutang Pemda Tahun 2021 belum ada sumber untuk membayarkan para rekanan dan UMKM, sehingga dipinjam Pokir dewan sekitar 20 persen untuk membayar. Pokir dewan yang tadinya Rp110 miliar akhirnya disetujui Rp67 miliar dari hasil pertemuan pimpinan dewan dengan TAPD. 

"Sisanya akan disisir dari anggaran daerah yang dikelola Pemprov NTB," ujarnya.

Mahaly optimis hutang pemerintah provinsi bisa dibayarkan semuanya, tergantung ruang pendapatan dan ada potensi dari pajak kendaraan bermotor, PKB yang belum maksimal penagihan sekitar 60 persen. 

"Kita bantu pemerintah dengan mendorong pajak kendaraan bermotor dan sewa aset dibayar supaya bisa membayar hutang kepada pihak ketiga sebesar Rp227,6 miliar," ucap Anggota DPRD NTB Dapil Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Utara ini.

Disinggung adanya rencana refocusing. Mahali menegaskan, refocusing itu istilahnya menggeser saja. Yang menjadi persoalan yakni hutang itu tidak ada sumber dana untuk membayar sehingga uang yang ada digeser untuk membayarnya. 

Sebelumnya Wakil Ketua DPRD NTB, Mori Hanafi mengungkapkan kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2022 sedang tidak sehat akibat kontraksi adanya tanggungan hutang di APBD Tahun 2021.

"APBD kita dalam kondisi kurang sehat, bisa dikatakan sakit. Sebab APBD 2022 tertekan karena menanggung beban APBD 2021," ujarnya.

Ia menjelaskan, tidak sehat-nya APBD ini akibat adanya tanggungan hutang kepada pihak ketiga sebesar Rp227,6 miliar yang belum bisa dibayar di APBD 2021, sementara pada bulan Mei 2022 sudah harus dibayarkan. 

"Jumlah ini kita lihat dari keseluruhan APBD NTB yang bermasalah itu sebesar 5 persen," teran Mori.

Anggota DPRD NTB Dapil Kota Bima, Kabupaten Bima dan Dompu ini, mengatakan hutang ini muncul karena Pemprov pada akhir Desember 2021, tidak punya cukup uang untuk membayar seluruh kegiatan.

"Makanya untuk menutupi ini kita akan melakukan pergeseran anggaran di sejumlah OPD, sekarang ini sedang dalam proses pembahasan," katanya.

Menurut Mori, tidak terbayar-nya pengerjaan di 2021 tersebut, tidak terlepas dipengaruhi berkurangnya pendapatan daerah di tahun itu, akibat transfer Dana Alokasi Umum (DAU) dari pemerintah pusat jauh berkurang dan Pemprov NTB punya beban 8 persen dari DAU untuk vaksinasi.

Selain itu, penyebab lainnya karena daya beli masyarakat lemah. Karena, salah satu potensi pajak yang bisa menyumbang PAD mencapai ratusan miliar dari pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Namun, faktanya pendapatan dari BBNKB menurun. 

"Kenapa menurun karena orang yang mampu beli mobil ini turun drastis, padahal potensi PAD kita salah satunya besar di situ," ujarnya.

Oleh karena itu menurut Mori, pemerintah harus mengupayakan beban hutang terlunasi tahun ini, sehingga tidak menjadi beban APBD NTB Tahun 2023. Mengingat tahun depan, sudah memasuki tahapan Pemilu Serentak 2024.

"Ini lah yang harus dipikirkan, bagaimana agar APBD kita sehat tahun 2023. Tidak ada lagi beban utang dari tahun-tahun sebelumnya," kata Mori.

Meski demikian, Mori optimis, pada tahun ini perputaran uang atau pergerakan ekonomi di daerah mulai terdongkrak dengan terus menurunnya COVID-19, selanjutnya diselenggarakannya sejumlah kegiatan internasional, seperti MotoGP, MXGP, WSBK sehingga tidak hanya ekonomi, sektor pariwisata dan UMKM turut membaik.

"Harapan kita kondisi ini (COVID-19) terus membaik, sehingga ekonomi jalan, pariwisata juga jalan. Karena kita tahu pariwisata dan pertanian menjadi sektor utama penyumbang terbesar untuk NTB," katanya.

 

Pewarta : Nur Imansyah
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024