Mataram (ANTARA) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram menjatuhkan vonis 4 tahun penjara kepada mantan pejabat Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lombok Tengah karena terbukti melakukan pungli.
Terdakwa terbukti melakukan pungli pada penerbitan sertifikat tanah dalam program Nelayan Sehat tahun 2020 di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, demikian putusan PN Tipikor Mataram, Nusa Tenggara Barat, Senin.
"Dengan ini menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hazairin selama 4 tahun penjara," kata Ketua Majelis Hakim Isrin membacakan putusan untuk terdakwa Hazairin.
Terdakwa Hazairin merupakan mantan Kepala Seksi Perikanan Tangkap pada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lombok Tengah. Selain pidana penjara, hakim turut menjatuhkan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan.
Baca juga: Wali kota minta kasus OTT pungli pasar tak terulang
Hakim menjatuhkan putusan demikian dengan menyatakan perbuatan Hazairin telah melanggar Pasal 12e Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam pertimbangan, majelis hakim menyebut bahwa Hazairin dalam jabatan sebagai Kepala Seksi Perikanan tangkap terbukti menerima aliran dana dalam penerbitan sertifikat untuk nelayan.
Karena itu, Hazairin terendus menyalahgunakan kewenangan dan turut serta melakukan pungutan liar (pungli) dalam penerbitan sertifikat. "Dari fakta persidangan terungkap bahwa terdakwa telah menerima aliran dana dengan nilai mencapai Rp27 juta," ujarnya.
Namun dari munculnya angka tersebut, terdakwa pada saat kasus ini masih di tahap penyidikan kepolisian telah menunjukkan iktikad baiknya. Dari Rp27 juta, Rp23 juta diketahui sudah dititipkan ke penyidik.
Baca juga: Penanganan kasus pengelolan aset Gili Trawangan masuk tahap penyelidikan
"Karena itu, uang yang sudah dikembalikan bersama sisa yang belum, diperintahkan untuk dikembalikan ke para penerima program," ucap dia.
Penerbitan sertifikat tanah ini untuk nelayan ini masuk di program Nelayan Sehat di tahun 2020. Program ini hasil kerja sama antara Dinas Kelautan dan Perikanan dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Tujuan dari adanya program tersebut memberikan kemudahan bagi nelayan dalam mendapatkan pinjaman di bank dengan menjadikan sertifikat tanah tersebut sebagai agunan. Dalam kasus ini terdakwa terseret dalam aksi tangkap tangan terhadap Kepala Dusun Awang Asem Sukardi, yang juga masih menjalani proses persidangan.
Sukardi ditangkap oleh personel Kepolisian Resor Lombok Tengah melakukan penarikan uang di kalangan penerima sertifikat tanah. Nilai uang yang disita dari penangkapan Sukardi, mencapai Rp6 juta. Uang itu pun kini sudah dikembalikan kepada yang berhak. Dari penangkapan tersebut, terungkap peran Hazairin, yang mendapatkan manfaat dari hasil perbuatan Sukardi.
Terdakwa terbukti melakukan pungli pada penerbitan sertifikat tanah dalam program Nelayan Sehat tahun 2020 di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, demikian putusan PN Tipikor Mataram, Nusa Tenggara Barat, Senin.
"Dengan ini menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hazairin selama 4 tahun penjara," kata Ketua Majelis Hakim Isrin membacakan putusan untuk terdakwa Hazairin.
Terdakwa Hazairin merupakan mantan Kepala Seksi Perikanan Tangkap pada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Lombok Tengah. Selain pidana penjara, hakim turut menjatuhkan denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan.
Baca juga: Wali kota minta kasus OTT pungli pasar tak terulang
Hakim menjatuhkan putusan demikian dengan menyatakan perbuatan Hazairin telah melanggar Pasal 12e Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam pertimbangan, majelis hakim menyebut bahwa Hazairin dalam jabatan sebagai Kepala Seksi Perikanan tangkap terbukti menerima aliran dana dalam penerbitan sertifikat untuk nelayan.
Karena itu, Hazairin terendus menyalahgunakan kewenangan dan turut serta melakukan pungutan liar (pungli) dalam penerbitan sertifikat. "Dari fakta persidangan terungkap bahwa terdakwa telah menerima aliran dana dengan nilai mencapai Rp27 juta," ujarnya.
Namun dari munculnya angka tersebut, terdakwa pada saat kasus ini masih di tahap penyidikan kepolisian telah menunjukkan iktikad baiknya. Dari Rp27 juta, Rp23 juta diketahui sudah dititipkan ke penyidik.
Baca juga: Penanganan kasus pengelolan aset Gili Trawangan masuk tahap penyelidikan
"Karena itu, uang yang sudah dikembalikan bersama sisa yang belum, diperintahkan untuk dikembalikan ke para penerima program," ucap dia.
Penerbitan sertifikat tanah ini untuk nelayan ini masuk di program Nelayan Sehat di tahun 2020. Program ini hasil kerja sama antara Dinas Kelautan dan Perikanan dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Tujuan dari adanya program tersebut memberikan kemudahan bagi nelayan dalam mendapatkan pinjaman di bank dengan menjadikan sertifikat tanah tersebut sebagai agunan. Dalam kasus ini terdakwa terseret dalam aksi tangkap tangan terhadap Kepala Dusun Awang Asem Sukardi, yang juga masih menjalani proses persidangan.
Sukardi ditangkap oleh personel Kepolisian Resor Lombok Tengah melakukan penarikan uang di kalangan penerima sertifikat tanah. Nilai uang yang disita dari penangkapan Sukardi, mencapai Rp6 juta. Uang itu pun kini sudah dikembalikan kepada yang berhak. Dari penangkapan tersebut, terungkap peran Hazairin, yang mendapatkan manfaat dari hasil perbuatan Sukardi.