Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) melanjutkan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana senilai Rp58,32 triliun, sesuai kesepakatan bersama BI dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), sejak Januari hingga 22 Agustus 2022.
"Pembelian ini sejalan dengan program pemulihan ekonomi nasional serta pembiayaan penanganan kesehatan dan kemanusiaan dalam rangka penanganan dampak pandemi COVID-19," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Bulan Agustus 2022 di Jakarta, Selasa.
Ia juga menyebutkan kondisi likuiditas di perbankan dan perekonomian tetap longgar. Normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah secara bertahap dan pemberian insentif GWM berlangsung tanpa mengganggu kondisi likuiditas dan intermediasi perbankan.
Pada Juli 2022, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tinggi mencapai 27,92 persen, sehingga tetap mendukung kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit. Dengan demikian, ketahanan sistem keuangan pun tetap terjaga baik dari sisi permodalan maupun likuiditas.
Baca juga: BI sebut Vanili akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru NTB
Baca juga: Gubernur Bank Sentral EMEAP pentingnya dialog kebijakan
Perry menyebutkan permodalan perbankan tetap kuat dengan rasio kecukupan modal (CAR) Juni 2022 tetap tinggi sebesar 24,66 persen. Seiring dengan kuatnya permodalan, risiko tetap terkendali yang tercermin dari rasio kredit bermasalah (NPL) pada Juni 2022 yang tercatat 2,86 persen (bruto) dan 0,8 persen (neto).
"Likuiditas perbankan pada Juli 2022 tetap terjaga didukung pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 8,59 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (yoy)," jelasnya. Di sisi lain, ia menuturkan likuiditas perekonomian juga tetap longgar, tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang tumbuh masing-masing sebesar 14,89 persen (yoy) dan 9,58 persen (yoy).
"Pembelian ini sejalan dengan program pemulihan ekonomi nasional serta pembiayaan penanganan kesehatan dan kemanusiaan dalam rangka penanganan dampak pandemi COVID-19," ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Bulan Agustus 2022 di Jakarta, Selasa.
Ia juga menyebutkan kondisi likuiditas di perbankan dan perekonomian tetap longgar. Normalisasi kebijakan likuiditas melalui kenaikan Giro Wajib Minimum (GWM) rupiah secara bertahap dan pemberian insentif GWM berlangsung tanpa mengganggu kondisi likuiditas dan intermediasi perbankan.
Pada Juli 2022, rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masih tinggi mencapai 27,92 persen, sehingga tetap mendukung kemampuan perbankan dalam penyaluran kredit. Dengan demikian, ketahanan sistem keuangan pun tetap terjaga baik dari sisi permodalan maupun likuiditas.
Baca juga: BI sebut Vanili akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru NTB
Baca juga: Gubernur Bank Sentral EMEAP pentingnya dialog kebijakan
Perry menyebutkan permodalan perbankan tetap kuat dengan rasio kecukupan modal (CAR) Juni 2022 tetap tinggi sebesar 24,66 persen. Seiring dengan kuatnya permodalan, risiko tetap terkendali yang tercermin dari rasio kredit bermasalah (NPL) pada Juni 2022 yang tercatat 2,86 persen (bruto) dan 0,8 persen (neto).
"Likuiditas perbankan pada Juli 2022 tetap terjaga didukung pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 8,59 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu (yoy)," jelasnya. Di sisi lain, ia menuturkan likuiditas perekonomian juga tetap longgar, tercermin pada uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) yang tumbuh masing-masing sebesar 14,89 persen (yoy) dan 9,58 persen (yoy).