Mataram (ANTARA) - Jaksa penuntut umum menghadirkan, H Ulum, pengunggah video ceramah Ustaz Mizan Qudsiyah yang mendiskreditkan makam keramat di Pulau Lombok dalam sidang lanjutan tindak pidana Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) di Pengadilan Negeri Mataram, Senin. 

Dalam kesaksian, H Ulum menyatakan dirinya mengunggah ke laman Facebook salah satu Pondok Tahfiz di wilayah Lombok Timur. Video itu didapatkan dari unggahan Youtube Surabaya Mengaji. 

"Saya hanya mengunggah ke FB (Facebook) saja, setelah mendengar berita beliau (Ustaz Mizan) ceramah, lalu saya membuka FB dan ternyata sudah banyak yang mengunggah dan akhirnya saya mengunggah juga di FB ponpes," kata Ulum ke hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Sri Sulastri. 

Selain itu, tujuan Ulum menyebarkan video tersebut untuk memberitahukan bahwa memang benar adanya ceramah yang mengatakan makam "tain acong" (Red Bahasa Sasak: kotoran anjing). Video tersebut diunggah jauh sebelum terjadinya peristiwa penyerangan di Ponpes As-Sunnah di Bagek Nyaka, kecamatan Aikmal, Kabupaten Lombok Timur.

Ia juga menyatakan telah menyimak video dari awal hingga akhir. Pada menit durasi 30, kata dia, muncul pandangan multi tafsir tentang makam-makam keramat di Pulau Lombok. "Baiknya terdakwa tidak menyebutkan makam 'tain acong' dalam pengajiannya agar kami tidak beramsumsi yang tidak-tidak," ucap dia. 

Karena dampak dari ceramah itu telah menimbulkan konflik di tengah masyarakat. Diketahui sebelumnya bahwa terdakwa telah melakukan permintaan maaf, namun menurut H Ulum hal tersebut sudah biasa dilakukan saat terjadi kesalahan ia memohon agar kasus ini tetap jalan, dengan harapan hal tersebut tidak terulang lagi. 

Dalam dakwaan, Ustaz Mizan disangkakan Pasal 14 Ayat 1, 2 dan Pasal 15 Undang-Undang RI Nomor 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan atau Pasal 28 Ayat 2 Juncto Pasal 45 Ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 19/2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 

Untuk diketahui Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana itu mengatur persoalan penyebaran berita bohong yang dapat mengakibatkan keonaran di tengah masyarakat. 

Ancaman pidana paling berat 10 tahun penjara sesuai yang diatur dalam ayat 1. Kemudian pada Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 19/2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik itu mengatur soal ujaran kebencian yang menimbulkan SARA. 

Untuk ancaman pidananya, diatur dalam Pasal 45 Ayat 2 Undang-Undang RI Nomor 19/2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan hukuman paling berat 6 tahun penjara dan denda Rp1 miliar. 

Ustaz Mizan sebelumnya dalam cuplikan video ceramahnya yang berdurasi 19 detik itu ada ucapan yang diduga mendiskreditkan makam keramat para leluhur di Pulau Lombok. Ia pun dilaporkan oleh kelompok masyarakat perihal dugaan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ke Polda NTB. 
 

Pewarta : Elsa*Elfi*Ajeng
Editor : Riza Fahriza
Copyright © ANTARA 2024