Mataram, 14/7 (ANTARA) - Pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram dan Komisi Informasi Publik (KIP) Nusa Tenggara Barat (NTB), memfasilitasi diskusi keterbukaan informasi publik, yang digelar di Mataram, Sabtu.

     Diskusi publik yang digelar di ruang pameran seni, Taman Budaya Mataram, itu menghadirkan tiga pembicara utama, yakni Ketua KIP NTB Agus Marta Hariyadi, Kepala Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA Biro NTB P K Janes Setat, dan DR Kadri selaku pengamat media dari kalangan akademisi.

     Selain wartawan dari berbagai media, dan pegiat Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), juga hadir dalam diskusi publik itu, Kepala Sub Bidang Publikasi Bidang Humas Polda NTB Kompol Lalu Wirajaya, Pejabat Humas Polres Mataram AKP Arief Yuswanto, dan Pejabat Humas Pengadilan Negeri (PN) Mataram Mion Gonting.

     Mengawali diskusi publik itu, Ketua AJI Mataram Abdul Latif Apriaman mengatakan, peran media dan keterbukaan informasi publik dipandang penting dalam mengimplementasikan Undang Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

     Secara nasional Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik itu sudah dinyatakan berlaku secara nasional mulai 1 April 2010.

     Namun, NTB baru memberlakukannya semenjak KIP resmi terbentuk yakni 8 Februari 2012, yang beranggotakan Agus Marta Hariadi SE, Drs M Sauki MM, Andayani SE MM, Ajeng Rolinda SPt dan Muharis Asni SH.

     "Mudah-mudahan semua pihak terkait melaksanakan Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik ini, sebagaimana telah ditegaskan dalam setiap pasal dari regulasi itu," ujarnya.

     Sedangkan Ketua KIP NTB Agus Marta Hariyadi mengatakan, NTB merupakan provinsi ke-12 yang membentuk KIP, dari 17 provinsi di Indonesia yang sudah membentuk komisi tersebut.

     Itu berarti, masih ada 16 provinsi di Indonesia yang belum membentuk KIP sehingga belum juga memberlakukan Undang Undang Keterbukaan Informasi Publik.

     Salah satu ketentuan pemberlakukan UU KIP itu yakni keberadaan komisi informasi di daerah selaku lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan UU KIP dan peraturan pelaksanaannya.

     Dikategorikan lembaga mandiri karena merupakan lembaga independen dalam menjalankan tugas dan fungsinya dan tidak dapat diintervensi oleh lembaga lain.

     Komisi informasi juga berkewenangan menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi non litigasi.

     Komisi Informasi Pusat berkedudukan di Jakarta, sementara Komisi Informasi Kabupaten/Kota, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota namun keberadaannya tidak mutlak jika belum didukung kemampuan sumber daya yang sesuai.

     Komisi Informasi Kabupaten/Kota dapat dibentuk jika dibutuhkan, jika daerah itu sering terjadi sengketa informasi publik maka keberadaan komisi itu diperlukan.

     Komisi Informasi Pusat didanai APBN dan jumlah anggota komisi paling banyak tujuh orang dan Komisi Informasi Provinsi didanai APBD dan jumlahnya paling banyak lima orang.

     Demikian pula Komisi Informasi Kabupaten/kota yang berjumlah lima orang dan didanai APBD, jika keberadaannya diperlukan.

     Hanya saja, kata Agus, regulasi tersebut dapat diimplementasikan secara efektif jika sudah ada penunjukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), yang hingga kini belum ditunjuk Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi.

     PPID merupakan pejabat yang bertanggungjawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di Badan Publik.  

     Khusus Badan Publik Swasta, perlu ditunjuk Chief Information Officer (CIO) yang tugas pokok dan fungsinya menyerupai PPID di pemerintahan.

     "Ini antara lain yang perlu mendapat perhatian serius, selain upaya uji konsekuensi terhadap komitmen penyiapan informasi publik, baik yang boleh dibuka maupun yang tidak sesuai pengecualiaan dalam pasal 17 UU Keterbukaan Informasi Publik," ujarnya. (*)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024