Mataram (ANTARA) - Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) Kayangan khawatir terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat tarif baru penyeberangan Lombok-Sumbawa yang sudah diusulkan, namun belum ditetapkan oleh Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) hingga saat ini.

"Kalau ini dibiarkan terus, pasti terjadi PHK karena pengusaha sangat terbebani biaya operasional," kata Ketua Gapasdap Kayangan, Iskandar, di Mataram, Sabtu.

Ia mengatakan usulan penyesuaian tarif yang diajukan ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB pada September 2022 telah  melalui perhitungan dengan melibatkan semua pihak, termasuk unsur pemerintah, yayasan perlindungan konsumen, Organisasi Angkutan Darat (Organda), dan akademisi dari Universitas Mataram, serta asosiasi pengusaha angkutan penyeberangan.

Usulan awal Gapasdap Kayangan kenaikan di angka 22,26 persen, kemudian dilakukan lagi perhitungan dengan memperhatikan daya beli masyarakat dan kondisi inflasi daerah, akhirnya diturunkan menjadi 10,42 persen.

"Usulan kami 10 persen dari 22 persen sejak September. Rencana penyesuaian tarif sampai hari ini belum disetujui oleh Pemprov NTB, dalam hal ini Gubernur. Tentu kami tidak bisa bersabar terus," ujarnya.

Menurut dia, situasi saat ini sudah sangat mendesak karena beban operasional kapal penyeberangan bertumpu pada BBM mencapai 60 persen dari total biaya operasional. Sementara pemerintah telah menaikkan harga BBM sejak September 2022 dan pengusaha kapal masih menanggung kelebihan biaya operasional.

Iskandar mencontohkan kapal feri miliknya yang berkapasitas 402 GT dengan dua unit mesin harus mengeluarkan biaya tambahan sebesar Rp8,2 juta per bulan setelah ada kenaikan harga BBM.

"Kalau dikalkulasi sebanyak 27 kapal feri dari 11 anggota kami di Kayangan-Poto Tano, rata-rata mengeluarkan biaya tambahan hingga Rp300 juta per bulan. Itu baru dari BBM saja, belum biaya operasional lainnya, seperti suku cadang dan pemeliharaan rutin," ucapnya.

Selain BBM, kata dia, Upah Minimum Provinsi (UMP) NTB juga sudah mengalami kenaikan sebesar 7,44 persen atau dari Rp2,207 juta pada 2022, menjadi Rp2,371 juta pada 2023. Kenaikan UMP tersebut juga akan mempengaruhi biaya operasional perusahaan kapal penyeberangan karena karyawan secara otomatis akan menuntut kenaikan gaji.

Tidak hanya dari sisi efisiensi tenaga kerja, menurut Iskandar, para pemilik kapal penyeberangan bisa mengurangi kualitas pelayanan kepada masyarakat, seperti efisiensi penggunaan penyejuk ruangan (AC) dan kebutuhan air bersih yang dipasok dari daratan.

Baca juga: Gapasdap: Penyesuaian Tarif Angkutan Penyeberangan Belum Sesuai Harapan
Baca juga: Gapasdap Lembar Lombok meminta Kemenhub format ulang jadwal pelayaran

Oleh sebab itu, Iskandar memohon kepada Gubernur NTB agar usulan penyesuaian tarif penyeberangan kapal yang diusulkan Gapasdap Kayangan sejak September 2022, segera ditanggapi.

"Pelayanan itu menjadi tuntutan dan harus menjadi kewajiban kami dan harus dipertahankan. Tapi kalau kondisinya seperti ini, siapa yang akan menanggung. Bahkan, bisa saja operasional semua kapal dihentikan sementara sampai ada keputusan Gubernur," katanya.

Pewarta : Awaludin
Editor : I Komang Suparta
Copyright © ANTARA 2024