Mataram (ANTARA) - Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nusa Tenggara Barat mendorong Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah memperkuat peran 12 desa penyangga di kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika dalam upaya mengatasi persoalan sampah di Destinasi Super Prioritas Nasional (DSPN) itu.
Kepala Dinas LHK NTB, Julmansyah mengatakan peran desa penyangga dalam mengatasi persoalan sampah di KEK Mandalika penting untuk terus diperkuat, karena bagaimanapun desa-desa penyangga menjadi garda terdepan dalam mengatasi setiap persoalan di tengah masyarakat, termasuk sampah.
"Bagi kami sekarang ini bagaimana pengelolaan 12 desa penyangga di Mandalika itu dulu harus diperkuat, baru ke yang lain. Karena ujung tombak atasi sampah itu masyarakat dan itu ada di desa," ujarnya di Mataram, Jumat.
Ia mencontohkan cara pengelolaan sampah di Desa Semparu yang dinilai menjadi contoh desa terbaik dalam pengelolaan sampah di Kabupaten Lombok Tengah. Meski tidak berada dalam desa penyangga Mandalika.
"Sebetulnya di Lombok Tengah sudah banyak, tinggal diratifikasi saja. Contoh, di Desa Semparu. Padahal di situ di apit Pasar Semparu, ada Pasar Jelojok. Menariknya mereka tidak ada yang buang sampah di TPS. Karena mereka menerapkan pemilihan sampah sejak di rumah dan bank sampah sehingga desa itu bersih. Sampah pun di olah menjadi pupuk organik sebagai pengganti pupuk kimia," ujarnya.
"Artinya, apa yang dilakukan di Desa Semparu bisa menjadi contoh bagi desa-desa lain di Lombok Tengah. Tinggal sekarang itu apa yang ada di Desa Semparu di perluas, keahlian masyarakat di tambah. Kalau Semparu saja bisa kenapa desa yang lain nggak bisa," ujar Julmansyah.
Oleh karena itu menurut dia, jalan yang harus terus digalakkan bagaimana mendorong desa lain bisa mengikuti apa yang dilakukan di Desa Semparu, termasuk di desa sekitar KEK Mandalika.
Sebab meski sampah-sampah di Kabupaten Lombok Tengah, termasuk di KEK Mandalika dibuang di tempat pembuangan akhir (TPA) Pengengat, namun tidak semuanya harus digantungkan di TPA tersebut karena, lambat laun TPA tersebut juga akan terisi penuh.
"Kita tidak mungkin hanya mengandalkan TPA Pengengat. Karena kapasitasnya terbatas. Minimal sebelum sampai TPA, ada pengelolaan. Mulainya dari mana pilah sampah dulu, dari rumah, organik dan non organik sehingga sampah yang terbuang di TPA itu tinggal residu-nya saja, tidak menumpuk seperti sekarang," katanya.
Sebelumnya Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lombok Tengah, memperkirakan kapasitas TPA Pengengat, penuh dalam tiga tahun ke depan.
"Kalau tidak ada upaya pengurangan sampah, Blok B di TPA Pengengat, Kecamatan Pujut bakal penuh dalam tiga tahun," kata Sekretaris DLH Kabupaten Lombok Tengah Ahmad Samsuriadi.
Ia mengatakan produksi sampah di Lombok Tengah saat ini mencapai 0,4 kilogram per orang dalam sehari, sehingga diharapkan ada program pengurangan sampah.
"Satu blok A TPA Pengengat sudah penuh dan Blok B itu bakal penuh dalam tiga tahun," katanya.
Oleh sebab itu, pihaknya berharap adanya lahan baru untuk pembuangan sampah jika TPA tersebut penuh, karena akan menjadi persoalan ke depannya.*
Kepala Dinas LHK NTB, Julmansyah mengatakan peran desa penyangga dalam mengatasi persoalan sampah di KEK Mandalika penting untuk terus diperkuat, karena bagaimanapun desa-desa penyangga menjadi garda terdepan dalam mengatasi setiap persoalan di tengah masyarakat, termasuk sampah.
"Bagi kami sekarang ini bagaimana pengelolaan 12 desa penyangga di Mandalika itu dulu harus diperkuat, baru ke yang lain. Karena ujung tombak atasi sampah itu masyarakat dan itu ada di desa," ujarnya di Mataram, Jumat.
Ia mencontohkan cara pengelolaan sampah di Desa Semparu yang dinilai menjadi contoh desa terbaik dalam pengelolaan sampah di Kabupaten Lombok Tengah. Meski tidak berada dalam desa penyangga Mandalika.
"Sebetulnya di Lombok Tengah sudah banyak, tinggal diratifikasi saja. Contoh, di Desa Semparu. Padahal di situ di apit Pasar Semparu, ada Pasar Jelojok. Menariknya mereka tidak ada yang buang sampah di TPS. Karena mereka menerapkan pemilihan sampah sejak di rumah dan bank sampah sehingga desa itu bersih. Sampah pun di olah menjadi pupuk organik sebagai pengganti pupuk kimia," ujarnya.
"Artinya, apa yang dilakukan di Desa Semparu bisa menjadi contoh bagi desa-desa lain di Lombok Tengah. Tinggal sekarang itu apa yang ada di Desa Semparu di perluas, keahlian masyarakat di tambah. Kalau Semparu saja bisa kenapa desa yang lain nggak bisa," ujar Julmansyah.
Oleh karena itu menurut dia, jalan yang harus terus digalakkan bagaimana mendorong desa lain bisa mengikuti apa yang dilakukan di Desa Semparu, termasuk di desa sekitar KEK Mandalika.
Sebab meski sampah-sampah di Kabupaten Lombok Tengah, termasuk di KEK Mandalika dibuang di tempat pembuangan akhir (TPA) Pengengat, namun tidak semuanya harus digantungkan di TPA tersebut karena, lambat laun TPA tersebut juga akan terisi penuh.
"Kita tidak mungkin hanya mengandalkan TPA Pengengat. Karena kapasitasnya terbatas. Minimal sebelum sampai TPA, ada pengelolaan. Mulainya dari mana pilah sampah dulu, dari rumah, organik dan non organik sehingga sampah yang terbuang di TPA itu tinggal residu-nya saja, tidak menumpuk seperti sekarang," katanya.
Sebelumnya Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lombok Tengah, memperkirakan kapasitas TPA Pengengat, penuh dalam tiga tahun ke depan.
"Kalau tidak ada upaya pengurangan sampah, Blok B di TPA Pengengat, Kecamatan Pujut bakal penuh dalam tiga tahun," kata Sekretaris DLH Kabupaten Lombok Tengah Ahmad Samsuriadi.
Ia mengatakan produksi sampah di Lombok Tengah saat ini mencapai 0,4 kilogram per orang dalam sehari, sehingga diharapkan ada program pengurangan sampah.
"Satu blok A TPA Pengengat sudah penuh dan Blok B itu bakal penuh dalam tiga tahun," katanya.
Oleh sebab itu, pihaknya berharap adanya lahan baru untuk pembuangan sampah jika TPA tersebut penuh, karena akan menjadi persoalan ke depannya.*