Jakarta (ANTARA) -
Badan Legislasi DPR RI menyetujui untuk membawa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Cipta Kerja dibawa ke rapat paripurna agar selanjutnya dapat disahkan menjadi undang-undang.
"Apakah hasil pembahasan terhadap RUU tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang dapat disetujui untuk dilanjutkan ke pembicaraan tingkat dua?" katar Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI M. Nurdin yang dijawab setuju oleh mayoritas perwakilan fraksi pada rapat pleno pengambilan keputusan atas hasil pembahasan Perppu Cipta Kerja di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.
Berdasarkan pembahasan yang dilakukan Baleg bersama pemerintah dan DPD RI itu, sebanyak tujuh fraksi menyetujui Perppu Ciptaker untuk disahkan menjadi undang-undang. Sementara dua fraksi, yakni Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Fraksi Demokrat menyatakan menolak.
Dalam kesempatan sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan penerbitan Perppu Cipta Kerja merupakan wujud upaya pemerintah dalam mengantisipasi dinamika perekonomian global yang berdampak signifikan pada penciptaan lapangan kerja. "Ini juga sebagai upaya pencegahan sebelum krisis yang jauh lebih baik daripada upaya yang diambil setelah krisis," katanya.
Penetapan Perppu Cipta Kerja, menurut Airlangga, juga sejalan dengan Pasal 22 ayat (2) UUD 1945 serta parameter kegentingan memaksa dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 128/PUU-VII/2009, yaitu ada kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.
Baca juga: KKP optimistis Perppu Cipta Kerja perkuat budi daya laut
Baca juga: Peneliti sebut polemik Perppu Cipker ditunggangi kelompok radikal
Di samping itu, undang-undang lain yang dibutuhkan juga belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau tidak memadainya undang-undang yang ada saat ini. "Terjadinya kondisi kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa yang memerlukan waktu cukup lama, sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan," jelas Airlangga.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Aturan itu dikeluarkan setelah Undang-Undang tentang Cipta Kerja dinyatakan Mahkamah Konstitusi inkonstitusional bersyarat pada 2021 dan harus diperbaiki hingga dua tahun ke depan.
Berdasarkan pembahasan yang dilakukan Baleg bersama pemerintah dan DPD RI itu, sebanyak tujuh fraksi menyetujui Perppu Ciptaker untuk disahkan menjadi undang-undang. Sementara dua fraksi, yakni Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Fraksi Demokrat menyatakan menolak.
Dalam kesempatan sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan penerbitan Perppu Cipta Kerja merupakan wujud upaya pemerintah dalam mengantisipasi dinamika perekonomian global yang berdampak signifikan pada penciptaan lapangan kerja. "Ini juga sebagai upaya pencegahan sebelum krisis yang jauh lebih baik daripada upaya yang diambil setelah krisis," katanya.
Penetapan Perppu Cipta Kerja, menurut Airlangga, juga sejalan dengan Pasal 22 ayat (2) UUD 1945 serta parameter kegentingan memaksa dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 128/PUU-VII/2009, yaitu ada kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.
Baca juga: KKP optimistis Perppu Cipta Kerja perkuat budi daya laut
Baca juga: Peneliti sebut polemik Perppu Cipker ditunggangi kelompok radikal
Di samping itu, undang-undang lain yang dibutuhkan juga belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum atau tidak memadainya undang-undang yang ada saat ini. "Terjadinya kondisi kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan cara membuat undang-undang secara prosedur biasa yang memerlukan waktu cukup lama, sedangkan keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan," jelas Airlangga.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Aturan itu dikeluarkan setelah Undang-Undang tentang Cipta Kerja dinyatakan Mahkamah Konstitusi inkonstitusional bersyarat pada 2021 dan harus diperbaiki hingga dua tahun ke depan.