Jakarta (ANTARA) - Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Joga menilai normalisasi 13 sungai di Jakarta sebaiknya fokus terlebih dahulu pada empat sungai yakni Ciliwung, Pesanggrahan, Angke dan Sunter.
"Pembenahan sungai tidak dapat dilakukan secara serentak karena keterbatasan anggaran, tetapi dilakukan bertahap yakni sebaiknya fokus dulu ke empat sungai yaitu Ciliwung, Pesanggrahan, Angke dan Sunter," kata Nirwono di Jakarta, Kamis.
Pengerjaan normalisasi secara berkala tersebut, kata Direktur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan itu, karena selain keterbatasan biaya, juga ada kesepakatan yang tercipta sebelumnya pada era Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo antara beberapa pihak.
Pada waktu itu, kata Nirwono, ada kesepakatan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kementerian PUPR (Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane/BBWSCC), dan Bank Dunia untuk fokus membenahi empat sungai yakni Ciliwung, Pesanggrahan, Angke, dan Sunter dengan pembagian tugas masing-masing.
"Kesepakatanya tugas Pemda DKI yang membebaskan lahan, ganti untung dan merelokasi ke rusunawa; BBWSCC atau PUPR yang mengerjakan konstruksi bantaran kali dan Bank Dunia membantu pembiayaannya," kata Nirwono.
Sampai dengan 2017, pembenahan Sungai Ciliwung sudah dikerjakan 16 kilometer dari total 33 km (tersisa 17 km), sedangkan di Pesanggrahan, Angke dan Sunter baru tahap pembebasan lahan mencapai 20 sampai 30 persen.
"Tapi sayang pada 2017-2022 proses pembenahan sungai berhenti karena DKI tidak mau merelokasi permukiman warga yang terdampak pembebasan lahan pembenahan sungai. Namun sekarang sudah akan dimulai kembali dengan Ciliwung yang akan menjadi fokus," ucapnya.
Menurut Nirwono, keberhasilan atau kegagalan pembenahan Sungai Ciliwung akan menentukan kelanjutan pembenahan di sungai-sungai lainnya dan program penanggulangan banjir di Jakarta.
Karena, kata Nirwono, hanya dengan normalisasi Ciliwung dan penyelesaian sodetan Ciliwung-BKT dan dukungan Bendungan Ciawi dan Sukamahi belum menjamin Jakarta bebas banjir atau berkurang signifikan.
Nirwono menilai pembenahan 12 sungai secara bertahap tersebut, Pemda DKI juga harus merevitalisasi 109 situ/danau/embung/waduk seperti Taman Waduk Pluit yang dikeruk, diperlebar dan dihijaukan.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga. ANTARA/Dokumentasi Pribadi
Kemudian, lanjut dia, rehabilitasi seluruh saluran air atau drainase kota yang saat ini hanya 33 persen berfungsi dan terhubung dengan baik. Kemudian, dimensi saluran harus dilebarkan dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) diperluas menjadi 30 persen karena saat ini hanya 9,8 persen untuk mengatasi banjir lokal.
Restorasi pesisir
Ia juga mengemukakan pentingnya merestorasi kawasan pesisir pantai utara, termasuk relokasi permukiman warga pesisir dan memastikan minimal 500 meter dari tepi pantai bebas bangunan dan permukiman. "Serta melakukan reforestasi hutan mangrove sebagai benteng alami mengatasi banjir rob," katanya.
Sebelumnya, Pemprov DKI akan melakukan normalisasi terhadap 13 sungai di Jakarta yakni Sungai Ciliwung, Angke, Pesanggrahan, Grogol, Krukut, Kali Baru Barat, Mookevart, Kali Baru Timur, Cipinang, Sunter, Buaran, Jati Kramat dan Cakung.
Meski demikian, normalisasi kolaborasi Pemerintah Pusat bersama Pemprov DKI akan mulai dari Sungai Ciliwung terlebih dahulu. Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta menganggarkan Rp469 miliar pada 2023 untuk rencana pembebasan lahan guna mendukung normalisasi Kali Ciliwung.
Baca juga: DPRD Jakarta sebut normalisasi sungai harus diiringi edukasi warga
Baca juga: BWS normalisasi Sungai Jangkuk Mataram
Rincian pembebasan lahan itu yakni di Kelurahan Kampung Melayu dengan panjang penanganan diperkirakan mencapai sekitar 1,3 kilometer. Kemudian di Kelurahan Rawajati sekitar satu kilometer, Kelurahan Cawang sekitar 1,8 kilometer dan Kelurahan Cililitan sekitar 0,5 kilometer.
Rincian tersebut berdasarkan identifikasi kejadian banjir pada daerah aliran Kali Ciliwung yang perlu dilakukan pembangunan tanggul guna mencegah banjir. Sementara itu, selama periode 2021-2022 sebanyak 324 bidang tanah sudah dibebaskan dengan total anggaran mencapai Rp425,9 miliar dengan total luas mencapai 66.515 meter persegi di enam kelurahan aliran Kali Ciliwung di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.
"Pembenahan sungai tidak dapat dilakukan secara serentak karena keterbatasan anggaran, tetapi dilakukan bertahap yakni sebaiknya fokus dulu ke empat sungai yaitu Ciliwung, Pesanggrahan, Angke dan Sunter," kata Nirwono di Jakarta, Kamis.
Pengerjaan normalisasi secara berkala tersebut, kata Direktur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan itu, karena selain keterbatasan biaya, juga ada kesepakatan yang tercipta sebelumnya pada era Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo antara beberapa pihak.
Pada waktu itu, kata Nirwono, ada kesepakatan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Kementerian PUPR (Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane/BBWSCC), dan Bank Dunia untuk fokus membenahi empat sungai yakni Ciliwung, Pesanggrahan, Angke, dan Sunter dengan pembagian tugas masing-masing.
"Kesepakatanya tugas Pemda DKI yang membebaskan lahan, ganti untung dan merelokasi ke rusunawa; BBWSCC atau PUPR yang mengerjakan konstruksi bantaran kali dan Bank Dunia membantu pembiayaannya," kata Nirwono.
Sampai dengan 2017, pembenahan Sungai Ciliwung sudah dikerjakan 16 kilometer dari total 33 km (tersisa 17 km), sedangkan di Pesanggrahan, Angke dan Sunter baru tahap pembebasan lahan mencapai 20 sampai 30 persen.
"Tapi sayang pada 2017-2022 proses pembenahan sungai berhenti karena DKI tidak mau merelokasi permukiman warga yang terdampak pembebasan lahan pembenahan sungai. Namun sekarang sudah akan dimulai kembali dengan Ciliwung yang akan menjadi fokus," ucapnya.
Menurut Nirwono, keberhasilan atau kegagalan pembenahan Sungai Ciliwung akan menentukan kelanjutan pembenahan di sungai-sungai lainnya dan program penanggulangan banjir di Jakarta.
Karena, kata Nirwono, hanya dengan normalisasi Ciliwung dan penyelesaian sodetan Ciliwung-BKT dan dukungan Bendungan Ciawi dan Sukamahi belum menjamin Jakarta bebas banjir atau berkurang signifikan.
Nirwono menilai pembenahan 12 sungai secara bertahap tersebut, Pemda DKI juga harus merevitalisasi 109 situ/danau/embung/waduk seperti Taman Waduk Pluit yang dikeruk, diperlebar dan dihijaukan.
Kemudian, lanjut dia, rehabilitasi seluruh saluran air atau drainase kota yang saat ini hanya 33 persen berfungsi dan terhubung dengan baik. Kemudian, dimensi saluran harus dilebarkan dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) diperluas menjadi 30 persen karena saat ini hanya 9,8 persen untuk mengatasi banjir lokal.
Restorasi pesisir
Ia juga mengemukakan pentingnya merestorasi kawasan pesisir pantai utara, termasuk relokasi permukiman warga pesisir dan memastikan minimal 500 meter dari tepi pantai bebas bangunan dan permukiman. "Serta melakukan reforestasi hutan mangrove sebagai benteng alami mengatasi banjir rob," katanya.
Sebelumnya, Pemprov DKI akan melakukan normalisasi terhadap 13 sungai di Jakarta yakni Sungai Ciliwung, Angke, Pesanggrahan, Grogol, Krukut, Kali Baru Barat, Mookevart, Kali Baru Timur, Cipinang, Sunter, Buaran, Jati Kramat dan Cakung.
Meski demikian, normalisasi kolaborasi Pemerintah Pusat bersama Pemprov DKI akan mulai dari Sungai Ciliwung terlebih dahulu. Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta menganggarkan Rp469 miliar pada 2023 untuk rencana pembebasan lahan guna mendukung normalisasi Kali Ciliwung.
Baca juga: DPRD Jakarta sebut normalisasi sungai harus diiringi edukasi warga
Baca juga: BWS normalisasi Sungai Jangkuk Mataram
Rincian pembebasan lahan itu yakni di Kelurahan Kampung Melayu dengan panjang penanganan diperkirakan mencapai sekitar 1,3 kilometer. Kemudian di Kelurahan Rawajati sekitar satu kilometer, Kelurahan Cawang sekitar 1,8 kilometer dan Kelurahan Cililitan sekitar 0,5 kilometer.
Rincian tersebut berdasarkan identifikasi kejadian banjir pada daerah aliran Kali Ciliwung yang perlu dilakukan pembangunan tanggul guna mencegah banjir. Sementara itu, selama periode 2021-2022 sebanyak 324 bidang tanah sudah dibebaskan dengan total anggaran mencapai Rp425,9 miliar dengan total luas mencapai 66.515 meter persegi di enam kelurahan aliran Kali Ciliwung di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.