Banda Aceh (ANTARA) - Gelembung-gelembung udara keluar dari celah dasar laut berpasir di kedalaman sekitar 10 meter. Terdapat puluhan bahkan ratusan titik celah dasar laut dengan ukuran bervariasi, yang terus mengeluarkan gelembung udara tanpa henti.
Saat mendekat ke pasir, suhu air begitu terasa hangat. Banyak penyelam melakukan penyelaman di daerah itu hanya untuk membunuh rasa penasaran sekaligus ingin berdiam diri di dasar laut. Menikmati kehangatan, layaknya mandi di kolam air panas.
Tempat itu merupakan salah satu lokasi menyelam (diving) atau dive site dari total 22 dive site di Kota Sabang, Aceh. Daerah ini terkenal dengan sebutan gunung api bawah laut atau underwater vulcano yang terletak di wilayah Pria Laot, Desa Sirui, Sabang.
“Ini salah satu dive site favorit wisatawan dari dalam negeri maupun mancanegara,” kata Pengelola Pusat Selam Rubiah Tirta Divers (RTD) Isfan Dodent.
Gelembung-gelembung yang keluar dari celah dasar laut menjadi penanda bahwa Gunung Api Bawah Laut Sabang masih aktif. Aktivitas panas Bumi di Pulau Weh itu tidak hanya di laut, tapi juga di darat yang dikenal dengan Gunung Api Jaboi, dan masih aktif hingga sekarang.
Sabang terletak paling ujung barat Indonesia. Pulau ini memang terkenal dengan wisata bahari. Kekayaan bawah laut ini pula yang menjadi daya tarik banyak wisatawan domestik maupun mancanegara berbondong-bondong menyambangi Sabang.
Sejak pandemi COVID-19 merebak pada 2020, pariwisata Sabang lumpuh. Tak ada kunjungan wisatawan. Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk memperketat pergerakan penduduk guna membendung laju penyebaran kasus COVID-19.
Banyak sektor terdampak. Tidak hanya sisi kesehatan, namun juga sektor ekonomi masyarakat, mulai dari berbagai industri, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) hingga pariwisata.
Namun, bisnis wisata menyelam di Pulau Weh Sabang kini mulai berdenyut lagi setelah 3 tahun terkurung pandemi. Saban hari makin banyak didatangi wisatawan lokal maupun asing untuk menyelam, menyapa keanekaragaman biota laut Sabang.
“Kita mulai perdana menerima tamu diving luar negeri pada 22 Desember 2022, sebelumnya hanya satu atau dua divers (penyelam) lokal,” kata Isfan Dodent.
Medio 2022, pemerintah memberi keleluasaan bagi masyarakat untuk mudik dan bepergian sehingga banyak warga masyarakat mengunjungi lokasi wisata, namun dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Pada Oktober 2022, Pemerintah Aceh juga membuka kembali penerbangan Aceh - Kuala Lumpur, melalui Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) Aceh Besar sehingga makin banyak turis asing yang menyambangi provinsi berjulukan Tanah Rencong itu.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat periode Januari - Desember 2022 sebanyak 2.627 wisman yang berkunjung ke Aceh. Di antaranya, pada Januari sebanyak enam orang, Februari delapan orang, Maret 22 orang, April dan Mei masing-masing tiga orang, dan pada Juli sebanyak enam orang.
Sementara pada Juni, Agustus dan September nihil kunjungan wisman ke Aceh. Kunjungan turis asing kembali meningkat drastis pada Oktober yang mencapai 266 orang dan November 457 orang dan Desember sebanyak 1.856 orang.
Adapun pada Januari 2023, kunjungan wisman mencapai 2.257 orang, di antaranya paling banyak turis asal Malaysia sebanyak 1.157 orang, kemudian 695 orang asal negara Jerman, 54 orang asal Australia, 23 orang asal Prancis, dan beberapa dari negara lainnya.
Hingga saat ini sekitar 161 penyelam dari luar negeri yang sudah menyelam di Sabang melalui jasa Rubiah Tirta Divers (RTD), umumnya wisatawan asal Malaysia sebanyak 106 orang. Selebihnya turis Inggris, Rusia, Finlandia, China, Jerman, Hungaria, Amerika Serikat, dan beberapa negara lain.
Belum lagi dengan wisatawan asing yang menyelam di pusat selam lainnya di kawasan Pulau Weh.
Bahkan, daftar tunggu tamu luar negeri yang ingin menyelam bersama RTD juga mencapai sekitar 100 orang lebih, semua dari Malaysia. Tercatat jadwal mereka itu mulai April hingga September 2023.
Penyelam menikmati keindahan bawah laut di kawasan Batee Tokong, Kota Sabang, Aceh, Minggu (19/3/2023). ANTARA /HO-Rubiah Tirta Divers.
Pusat selam pertama
Rubiah Tirta Divers merupakan pusat selam pertama di Sabang, yang berdiri pada tahun 1986. Saat itu masih bernama Stingray Dive Centre. Dari di situ, wisata selam terus tumbuh dan berkembang di wilayah Pulau Weh.
Stingray Dive Centre didirikan oleh Mahyiddin Dodent. Belakangan, sosok ini menerima penghargaan Kalpataru sebagai perintis lingkungan hidup dari Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono pada 2010.
Saat awal membangun pusat selam, Dodent—sapaan akrab Mahyiddin—berbekal tiga tabung oksigen dan masih menempati salah satu ruang bangunan sekolah kawasan Iboih.
Seiring berjalan waktu, Dodent kerap membawa tamu asing untuk menyelam. Pusat selam ini terus berkembang. Dari tiga tabung menjadi 10 tabung, hingga memiliki 15 tabung pada 1989. Bahkan, sudah memiliki bangunan sendiri di lokasi yang ditempati hingga sekarang.
Dodent terus berinovasi untuk dunia selam bisa tumbuh di Sabang. Pada 1992, pria tertubuh tegap itu membuka kelas belajar selam untuk angkatan pertama Stingrey Dive Centre. Baru pada 1999, pusat selam ini berubah nama menjadi Rubiah Tirta Divers. Dan, kelas belajar selam tersebut masih bertahan hingga sekarang.
“Sebagian pemilik dive centre di Sabang saat ini, mereka pernah bekerja di RTD dan berguru tentang diving di sini,” kata Direktur Rubiah Tirta Divers Ismayudi Dodent.
Laut adalah rumah kedua bagi Dodent. Separuh hidupnya didedikasikan untuk konservasi lingkungan hidup laut. Terutama setelah pasca tsunami 2004 silam yang meluluhlantakkan terumbu karang di Sabang.
Sejak itu, Dodent bahkan merogoh kocek sendiri untuk membuat program transplantasi karang di kawasan laut Pulau Rubiah, Iboih. Dedikasi itu pula yang membuat Dodent diberi penghargaan Kalpataru. Setahun menerima penghargaan bergengsi itu, Dodent mengembuskan napas terakhir. Kegiatan transplantasi karang dilanjutkan oleh anak-anaknya bersama RTD dan Yayasan Coral Oasis.
Selain RTD, ada beberapa pusat selam di Sabang, seperti Lumba-Lumba, Pulau Weh Dive Resort, Scubaholic, Scuba Weh, Iboih Dive Center, Monster Divers, Nemo Dive Centre, Mars Resort, Bubble Addict, dan The Pade.
Saat ini, ada sekitar 22 titik lokasi menyelam di Pulau Weh, dan memiliki karakteristik berbeda-beda. Beberapa yang paling terkenal seperti Batee Tokong, Arus Balee, Seulako, Canyon, Vulcano, Sophie Rickmers Wreck, Peunateung, dan Rubiah Jetty khusus bagi pengenalan pemula atau intro dive dan menyelam pada malam hari. "Semua dive site atau spot diving itu Pak Dodent yang menemukannya," kata Ismayudi.
Dukungan
Penjabat Wali Kota Sabang Reza Fahlevi menyebut Sabang memang terkenal dengan bawah laut yang merupakan potensi wisata kelas dunia. Sebab itu, pelestarian terumbu karang masih harus terus dilakukan secara berkelanjutan.
Menurutnya, wisata diving Sabang sudah kembali tumbuh di pulau paling barat Indonesia itu pasca-pandemi. Apalagi dengan dibukanya penerbangan internasional Banda Aceh - Kuala Lumpur, yang menyiapkan pintu bagi turis asing untuk kembali bisa menyelam di Pulau Weh. “Jadi diving itu punya wisatawan setia, yang sudah pernah datang, ya datang lagi, untuk cari tempat-tempat menyelam baru,” kata Reza.
Wali Kota juga mengajak penanaman terumbu karang di laut Sabang tidak berhenti dan harus dilakukan secara terus menerus mengingat karang-karang di Sabang sudah banyak yang rusak. Kelestarian biota laut menjadi potensi utama bagi Sabang untuk menjual keindahan bahari bagi pecinta selam di 22 titik dive site.
Kalau dulu Pak Dodent (almarhum) melakukan upaya penanaman karang dengan luar biasa, maka mari warga melakukan upaya-upaya itu agar karang tumbuh sehat, ujarnya. Di sisi lain, Pemerintah Aceh dan Kota Sabang gencar melakukan berbagai kegiatan yang dapat mengundang wisatawan, salah satunya seperti Sabang Marine Festival 2023 dengan mengangkat potensi bahari dan budaya Pulau Weh.
Festival itu berlangsung pada medio Maret lalu, bekerja sama dengan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI.
Baca juga: Wisata selam Indonesia terhalang kerusakan ekosistem
Baca juga: Pesona bawah laut Olele memukau wisman
Ke depan akan ada Iboih Festival, Sabang Bay Festival, Aceh Sabang Musik Camp, Festival Gampong Ie Meulee, Anoi Itam Village Festival, Jaboi Village Festival, Sabang Thriathlon, dan Weh Ocean Festival.
Sabang memiliki kekayaan bahari yang begitu luas. Keindahan bawah laut Sabang juga tidak kalah dengan daerah-daerah lain di Indonesia seperti Raja Ampat, Wakatobi, Labuan Bajo, Ternate, Bali, dan Lombok. Hanya saja, dibutuhkan kolaborasi yang kuat dari pemerintah daerah hingga pemerintah pusat untuk mengembangkan potensi pariwisata Sabang agar makin terkenal di penjuru dunia sehingga menghadirkan banyak wisatawan.
Saat mendekat ke pasir, suhu air begitu terasa hangat. Banyak penyelam melakukan penyelaman di daerah itu hanya untuk membunuh rasa penasaran sekaligus ingin berdiam diri di dasar laut. Menikmati kehangatan, layaknya mandi di kolam air panas.
Tempat itu merupakan salah satu lokasi menyelam (diving) atau dive site dari total 22 dive site di Kota Sabang, Aceh. Daerah ini terkenal dengan sebutan gunung api bawah laut atau underwater vulcano yang terletak di wilayah Pria Laot, Desa Sirui, Sabang.
“Ini salah satu dive site favorit wisatawan dari dalam negeri maupun mancanegara,” kata Pengelola Pusat Selam Rubiah Tirta Divers (RTD) Isfan Dodent.
Gelembung-gelembung yang keluar dari celah dasar laut menjadi penanda bahwa Gunung Api Bawah Laut Sabang masih aktif. Aktivitas panas Bumi di Pulau Weh itu tidak hanya di laut, tapi juga di darat yang dikenal dengan Gunung Api Jaboi, dan masih aktif hingga sekarang.
Sabang terletak paling ujung barat Indonesia. Pulau ini memang terkenal dengan wisata bahari. Kekayaan bawah laut ini pula yang menjadi daya tarik banyak wisatawan domestik maupun mancanegara berbondong-bondong menyambangi Sabang.
Sejak pandemi COVID-19 merebak pada 2020, pariwisata Sabang lumpuh. Tak ada kunjungan wisatawan. Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk memperketat pergerakan penduduk guna membendung laju penyebaran kasus COVID-19.
Banyak sektor terdampak. Tidak hanya sisi kesehatan, namun juga sektor ekonomi masyarakat, mulai dari berbagai industri, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) hingga pariwisata.
Namun, bisnis wisata menyelam di Pulau Weh Sabang kini mulai berdenyut lagi setelah 3 tahun terkurung pandemi. Saban hari makin banyak didatangi wisatawan lokal maupun asing untuk menyelam, menyapa keanekaragaman biota laut Sabang.
“Kita mulai perdana menerima tamu diving luar negeri pada 22 Desember 2022, sebelumnya hanya satu atau dua divers (penyelam) lokal,” kata Isfan Dodent.
Medio 2022, pemerintah memberi keleluasaan bagi masyarakat untuk mudik dan bepergian sehingga banyak warga masyarakat mengunjungi lokasi wisata, namun dengan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Pada Oktober 2022, Pemerintah Aceh juga membuka kembali penerbangan Aceh - Kuala Lumpur, melalui Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) Aceh Besar sehingga makin banyak turis asing yang menyambangi provinsi berjulukan Tanah Rencong itu.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat periode Januari - Desember 2022 sebanyak 2.627 wisman yang berkunjung ke Aceh. Di antaranya, pada Januari sebanyak enam orang, Februari delapan orang, Maret 22 orang, April dan Mei masing-masing tiga orang, dan pada Juli sebanyak enam orang.
Sementara pada Juni, Agustus dan September nihil kunjungan wisman ke Aceh. Kunjungan turis asing kembali meningkat drastis pada Oktober yang mencapai 266 orang dan November 457 orang dan Desember sebanyak 1.856 orang.
Adapun pada Januari 2023, kunjungan wisman mencapai 2.257 orang, di antaranya paling banyak turis asal Malaysia sebanyak 1.157 orang, kemudian 695 orang asal negara Jerman, 54 orang asal Australia, 23 orang asal Prancis, dan beberapa dari negara lainnya.
Hingga saat ini sekitar 161 penyelam dari luar negeri yang sudah menyelam di Sabang melalui jasa Rubiah Tirta Divers (RTD), umumnya wisatawan asal Malaysia sebanyak 106 orang. Selebihnya turis Inggris, Rusia, Finlandia, China, Jerman, Hungaria, Amerika Serikat, dan beberapa negara lain.
Belum lagi dengan wisatawan asing yang menyelam di pusat selam lainnya di kawasan Pulau Weh.
Bahkan, daftar tunggu tamu luar negeri yang ingin menyelam bersama RTD juga mencapai sekitar 100 orang lebih, semua dari Malaysia. Tercatat jadwal mereka itu mulai April hingga September 2023.
Pusat selam pertama
Rubiah Tirta Divers merupakan pusat selam pertama di Sabang, yang berdiri pada tahun 1986. Saat itu masih bernama Stingray Dive Centre. Dari di situ, wisata selam terus tumbuh dan berkembang di wilayah Pulau Weh.
Stingray Dive Centre didirikan oleh Mahyiddin Dodent. Belakangan, sosok ini menerima penghargaan Kalpataru sebagai perintis lingkungan hidup dari Presiden RI Susilo Bambang Yudoyono pada 2010.
Saat awal membangun pusat selam, Dodent—sapaan akrab Mahyiddin—berbekal tiga tabung oksigen dan masih menempati salah satu ruang bangunan sekolah kawasan Iboih.
Seiring berjalan waktu, Dodent kerap membawa tamu asing untuk menyelam. Pusat selam ini terus berkembang. Dari tiga tabung menjadi 10 tabung, hingga memiliki 15 tabung pada 1989. Bahkan, sudah memiliki bangunan sendiri di lokasi yang ditempati hingga sekarang.
Dodent terus berinovasi untuk dunia selam bisa tumbuh di Sabang. Pada 1992, pria tertubuh tegap itu membuka kelas belajar selam untuk angkatan pertama Stingrey Dive Centre. Baru pada 1999, pusat selam ini berubah nama menjadi Rubiah Tirta Divers. Dan, kelas belajar selam tersebut masih bertahan hingga sekarang.
“Sebagian pemilik dive centre di Sabang saat ini, mereka pernah bekerja di RTD dan berguru tentang diving di sini,” kata Direktur Rubiah Tirta Divers Ismayudi Dodent.
Laut adalah rumah kedua bagi Dodent. Separuh hidupnya didedikasikan untuk konservasi lingkungan hidup laut. Terutama setelah pasca tsunami 2004 silam yang meluluhlantakkan terumbu karang di Sabang.
Sejak itu, Dodent bahkan merogoh kocek sendiri untuk membuat program transplantasi karang di kawasan laut Pulau Rubiah, Iboih. Dedikasi itu pula yang membuat Dodent diberi penghargaan Kalpataru. Setahun menerima penghargaan bergengsi itu, Dodent mengembuskan napas terakhir. Kegiatan transplantasi karang dilanjutkan oleh anak-anaknya bersama RTD dan Yayasan Coral Oasis.
Selain RTD, ada beberapa pusat selam di Sabang, seperti Lumba-Lumba, Pulau Weh Dive Resort, Scubaholic, Scuba Weh, Iboih Dive Center, Monster Divers, Nemo Dive Centre, Mars Resort, Bubble Addict, dan The Pade.
Saat ini, ada sekitar 22 titik lokasi menyelam di Pulau Weh, dan memiliki karakteristik berbeda-beda. Beberapa yang paling terkenal seperti Batee Tokong, Arus Balee, Seulako, Canyon, Vulcano, Sophie Rickmers Wreck, Peunateung, dan Rubiah Jetty khusus bagi pengenalan pemula atau intro dive dan menyelam pada malam hari. "Semua dive site atau spot diving itu Pak Dodent yang menemukannya," kata Ismayudi.
Dukungan
Penjabat Wali Kota Sabang Reza Fahlevi menyebut Sabang memang terkenal dengan bawah laut yang merupakan potensi wisata kelas dunia. Sebab itu, pelestarian terumbu karang masih harus terus dilakukan secara berkelanjutan.
Menurutnya, wisata diving Sabang sudah kembali tumbuh di pulau paling barat Indonesia itu pasca-pandemi. Apalagi dengan dibukanya penerbangan internasional Banda Aceh - Kuala Lumpur, yang menyiapkan pintu bagi turis asing untuk kembali bisa menyelam di Pulau Weh. “Jadi diving itu punya wisatawan setia, yang sudah pernah datang, ya datang lagi, untuk cari tempat-tempat menyelam baru,” kata Reza.
Wali Kota juga mengajak penanaman terumbu karang di laut Sabang tidak berhenti dan harus dilakukan secara terus menerus mengingat karang-karang di Sabang sudah banyak yang rusak. Kelestarian biota laut menjadi potensi utama bagi Sabang untuk menjual keindahan bahari bagi pecinta selam di 22 titik dive site.
Kalau dulu Pak Dodent (almarhum) melakukan upaya penanaman karang dengan luar biasa, maka mari warga melakukan upaya-upaya itu agar karang tumbuh sehat, ujarnya. Di sisi lain, Pemerintah Aceh dan Kota Sabang gencar melakukan berbagai kegiatan yang dapat mengundang wisatawan, salah satunya seperti Sabang Marine Festival 2023 dengan mengangkat potensi bahari dan budaya Pulau Weh.
Festival itu berlangsung pada medio Maret lalu, bekerja sama dengan Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS), Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, serta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI.
Baca juga: Wisata selam Indonesia terhalang kerusakan ekosistem
Baca juga: Pesona bawah laut Olele memukau wisman
Ke depan akan ada Iboih Festival, Sabang Bay Festival, Aceh Sabang Musik Camp, Festival Gampong Ie Meulee, Anoi Itam Village Festival, Jaboi Village Festival, Sabang Thriathlon, dan Weh Ocean Festival.
Sabang memiliki kekayaan bahari yang begitu luas. Keindahan bawah laut Sabang juga tidak kalah dengan daerah-daerah lain di Indonesia seperti Raja Ampat, Wakatobi, Labuan Bajo, Ternate, Bali, dan Lombok. Hanya saja, dibutuhkan kolaborasi yang kuat dari pemerintah daerah hingga pemerintah pusat untuk mengembangkan potensi pariwisata Sabang agar makin terkenal di penjuru dunia sehingga menghadirkan banyak wisatawan.