Mataram (ANTARA) - Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dalam dua tahun terakhir telah melaksanakan program pengurangan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dengan memanfaatkan kembali limbah medis plastik. Kepala Instalasi Kesehatan Lingkungan RSUD Kota Mataram Fira Frismawati di Mataram, Rabu, mengatakan produksi limbah B3 di RSUD Kota Mataram saat ini sekitar 2-3 karung per hari atau sekitar 20-30 kilogram per hari.
"Namun, melalui program pengurangan limbah B3 di RSUD Kota Mataram, dapat membantu lingkungan sekitar termasuk mengurangi volume sampah ke tempat pembuangan sementara (TPS) sehingga TPS lebih bersih," katanya.
Selain itu, lanjutnya, sejak pengurangan limbah B3 dilaksanakan mulai tahun 2021, RSUD mampu mengurangi pembuangan limbah B3 hingga 50 ton dari total produksi limbah sebanyak 146 ton. "Pengurangan pembuangan limbah B3 tersebut juga berdampak pada efisiensi operasional dalam dua tahun ini sekitar Rp1,7 miliar," katanya.
Tingginya biaya operasional yang berhasil ditekan itu, karena jika limbah B3 diambil oleh pihak ketiga untuk diolah ke luar daerah, RSUD dikenakan biaya Rp31.000 per kilogram, termasuk untuk limbah infeksius.
Dia mengatakan dalam pengolahan limbah-limbah plastik B3 di RSUD Mataram dimanfaatkan untuk pot-pot bunga dan lainnya, seperti bekas infus, jeriken bekas hemodialisis (HD), cairan antiseptik betadien, dan jenis plastik lainnya. "Setelah dicuci bersih barulah jeriken bekas bisa kita manfaatkan. Jika tidak, kita bisa kena sanksi dari aparat penegak hukum (APH)," katanya.
Baca juga: NTB menargetkan limbah B3 seluruh rumah sakit ditangani di PPST Lemer
Baca juga: NTB siap mengelola angkutan limbah B3 dari rumah sakit
Ia mengatakan limbah medis plastik tersebut tidak bisa dibakar karena dapat menimbulkan pencemaran lingkungan sehingga limbah-limbah tersebut dipotong dan dicacah dan dimanfaatkan kembali. Begitu juga dengan limbah non-B3. "Kalau limbah medis plastik berupa bekas jeriken HD, infus, dan lainnya sudah keluar maka harus masuk ke TPS berizin, jika tidak kita bisa di proses APH," katanya.
Terkait dengan limbah infeksius yang bisa berpotensi menularkan penyakit, katanya, diolah menggunakan mesin insinerator sesuai dengan prosedur dan standar yang berlaku. "Volume limbah infeksius di RSUD Mataram sehari mencapai 300 kilogram, namun yang bisa kita olah menggunakan insenerator hanya 150 kilogram. Sisanya kita serahkan ke pihak ketiga," katanya.
"Namun, melalui program pengurangan limbah B3 di RSUD Kota Mataram, dapat membantu lingkungan sekitar termasuk mengurangi volume sampah ke tempat pembuangan sementara (TPS) sehingga TPS lebih bersih," katanya.
Selain itu, lanjutnya, sejak pengurangan limbah B3 dilaksanakan mulai tahun 2021, RSUD mampu mengurangi pembuangan limbah B3 hingga 50 ton dari total produksi limbah sebanyak 146 ton. "Pengurangan pembuangan limbah B3 tersebut juga berdampak pada efisiensi operasional dalam dua tahun ini sekitar Rp1,7 miliar," katanya.
Tingginya biaya operasional yang berhasil ditekan itu, karena jika limbah B3 diambil oleh pihak ketiga untuk diolah ke luar daerah, RSUD dikenakan biaya Rp31.000 per kilogram, termasuk untuk limbah infeksius.
Dia mengatakan dalam pengolahan limbah-limbah plastik B3 di RSUD Mataram dimanfaatkan untuk pot-pot bunga dan lainnya, seperti bekas infus, jeriken bekas hemodialisis (HD), cairan antiseptik betadien, dan jenis plastik lainnya. "Setelah dicuci bersih barulah jeriken bekas bisa kita manfaatkan. Jika tidak, kita bisa kena sanksi dari aparat penegak hukum (APH)," katanya.
Baca juga: NTB menargetkan limbah B3 seluruh rumah sakit ditangani di PPST Lemer
Baca juga: NTB siap mengelola angkutan limbah B3 dari rumah sakit
Ia mengatakan limbah medis plastik tersebut tidak bisa dibakar karena dapat menimbulkan pencemaran lingkungan sehingga limbah-limbah tersebut dipotong dan dicacah dan dimanfaatkan kembali. Begitu juga dengan limbah non-B3. "Kalau limbah medis plastik berupa bekas jeriken HD, infus, dan lainnya sudah keluar maka harus masuk ke TPS berizin, jika tidak kita bisa di proses APH," katanya.
Terkait dengan limbah infeksius yang bisa berpotensi menularkan penyakit, katanya, diolah menggunakan mesin insinerator sesuai dengan prosedur dan standar yang berlaku. "Volume limbah infeksius di RSUD Mataram sehari mencapai 300 kilogram, namun yang bisa kita olah menggunakan insenerator hanya 150 kilogram. Sisanya kita serahkan ke pihak ketiga," katanya.