Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengajak masyarakat untuk menghentikan pemborosan pangan demi mengurangi limbah makanan yang dapat menyebabkan emisi gas rumah kaca.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan NTB Aidy Furqon mengatakan pihaknya menggaungkan gerakan Stop Boros Pangan dan mengedukasi masyarakat agar tidak membeli bahan makanan untuk penyimpanan yang terlalu lama.
"Sementang punya kulkas beli stok untuk seminggu. Ketika hari kelima buka kulkas, sayur yang dibeli layu akhirnya dibuang. Beli stok 1-3 saja supaya tidak menjadi limbah," ucapnya dalam kegiatan Diskusi Kamisan di Mataram, Kamis.
Hasil kajian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tahun 2021 menyebut susut dan sisa pangan secara nasional mencapai 23 hingga 48 juta ton per tahun. Jumlah itu setara dengan 115–184 kilogram per orang.
Potensi pangan yang hilang ini akibat susut dan sisa pangan tersebut dapat memberi makan 61 hingga 125 juta orang atau hampir separuh populasi Indonesia.
Riset Bappenas menyatakan nilai kerugian ekonomi akibat susut dan sisa pangan diperkirakan mencapai Rp213-551 triliun per tahun atau sekitar 4 sampai 5 persen produk domestik bruto. Sedangkan, timbulan sisa pangan menyumbang 7,29 persen emisi gas rumah kaca nasional.
Baca juga: NTB butuhkan pabrik pakan demi tingkatkan nilai tambah produk pertanian
Di Nusa Tenggara Barat, kata Aidy, pemerintah daerah berkolaborasi dengan Foodbank of Indonesia (FOI) untuk menyelesaikan persoalan limbah pangan yang dihasilkan oleh masyarakat.
Menurut Aidy, program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sekarang berjalan berkontribusi terhadap peningkatan limbah pangan di Nusa Tenggara Barat.
"Kami sedang berpikir dan bekerjasama dengan banyak pihak untuk menangani food waste pasca MGB," ucapnya.
Baca juga: Satgas pangan NTB awasi harga beras di pasar Lombok Timur
Dekan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram (Unram) Satrijo Saloko mengatakan gerakan Stop Boros Pangan sangat relevan dengan kondisi saat ini agar menyadarkan masyarakat untuk tidak menyia-nyiakan pangan.
Dia menyampaikan bahwa hampir 70 persen limbah pertanian organik bersumber dari sisa makanan.
"Gerakan itu harus terus disuarakan tidak hanya pelaku kepentingan (pemerintah), tetapi juga dari pelaku usaha hotel, restoran, dan kafe," pungkas Satrijo.
Baca juga: Saluran irigasi peninggalan orde lama di NTB bakal direvitalisasi
Baca juga: Satgas pangan gerebek gudang beras oplosan di wilayah Lombok Timur
