Mataram (ANTARA) - Korban kasus dugaan penipuan oleh salah satu lembaga pelatihan kerja (LPK) di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, melalui proses perekrutan pekerja migran Indonesia bertambah dari lima menjadi 19 orang.
"Dari proses penyidikan yang kami lakukan saat ini, terungkap ada penambahan jumlah korban dari sebelumnya lima orang, sekarang menjadi 19 orang," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama di Mataram, Rabu.
Dia mengungkapkan bahwa penambahan jumlah korban dari kasus ini banyak yang berasal dari Kabupaten Lombok Timur.
"Modus-nya sama seperti korban awal, mereka sudah setor uang, tetapi tidak juga diberangkatkan," ujarnya.
Yogi memastikan bahwa pihaknya turut melakukan pemeriksaan terhadap korban tambahan untuk kelengkapan berkas perkara milik tersangka berinisial BP yang merupakan manajer LPK tersebut.
Apabila keterangan korban tambahan rampung, dia meyakinkan bahwa penyidik akan langsung melimpahkan berkas ke jaksa peneliti.
"Tinggal itu (pemeriksaan korban tambahan) saja. Karena yang lain sudah rampung dan keterangan ahli dari BP2MI (Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia) dan dari hukum pidana juga sudah kami dapatkan," ucap dia.
Dalam kasus BP, pihak kepolisian pada awalnya menemukan lima korban. Mereka berasal dari Kota Mataram, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Sumbawa Barat.
Dari pengakuan korban tercatat tersangka menarik ongkos administrasi perekrutan Rp30 juta per orang dengan menjanjikan bekerja sebagai PMI di Korea Selatan.
Terhadap tersangka, pihak kepolisian telah melakukan penahanan di Rutan Mapolresta Mataram.
Penyidik menetapkan BP sebagai tersangka dengan merujuk pada sangkaan Pasal 81 junto Pasal 69 Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) juncto Pasal 378 KUHP.
"Dalam pasal yang kami terapkan, tersangka terancam penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar," tuturnya.
Yogi menjelaskan bahwa pihaknya menerapkan sangkaan pidana demikian karena melihat perbuatan tersangka yang melakukan perekrutan tidak sesuai prosedur.
"Jadi, perlu diingat kembali bahwa LPK tidak punya izin untuk melakukan perekrutan," ucap Yogi.
"Dari proses penyidikan yang kami lakukan saat ini, terungkap ada penambahan jumlah korban dari sebelumnya lima orang, sekarang menjadi 19 orang," kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama di Mataram, Rabu.
Dia mengungkapkan bahwa penambahan jumlah korban dari kasus ini banyak yang berasal dari Kabupaten Lombok Timur.
"Modus-nya sama seperti korban awal, mereka sudah setor uang, tetapi tidak juga diberangkatkan," ujarnya.
Yogi memastikan bahwa pihaknya turut melakukan pemeriksaan terhadap korban tambahan untuk kelengkapan berkas perkara milik tersangka berinisial BP yang merupakan manajer LPK tersebut.
Apabila keterangan korban tambahan rampung, dia meyakinkan bahwa penyidik akan langsung melimpahkan berkas ke jaksa peneliti.
"Tinggal itu (pemeriksaan korban tambahan) saja. Karena yang lain sudah rampung dan keterangan ahli dari BP2MI (Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia) dan dari hukum pidana juga sudah kami dapatkan," ucap dia.
Dalam kasus BP, pihak kepolisian pada awalnya menemukan lima korban. Mereka berasal dari Kota Mataram, Kabupaten Lombok Timur, dan Kabupaten Sumbawa Barat.
Dari pengakuan korban tercatat tersangka menarik ongkos administrasi perekrutan Rp30 juta per orang dengan menjanjikan bekerja sebagai PMI di Korea Selatan.
Terhadap tersangka, pihak kepolisian telah melakukan penahanan di Rutan Mapolresta Mataram.
Penyidik menetapkan BP sebagai tersangka dengan merujuk pada sangkaan Pasal 81 junto Pasal 69 Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PPMI) juncto Pasal 378 KUHP.
"Dalam pasal yang kami terapkan, tersangka terancam penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar," tuturnya.
Yogi menjelaskan bahwa pihaknya menerapkan sangkaan pidana demikian karena melihat perbuatan tersangka yang melakukan perekrutan tidak sesuai prosedur.
"Jadi, perlu diingat kembali bahwa LPK tidak punya izin untuk melakukan perekrutan," ucap Yogi.