Mataram, (Antara NTB) - Direktorat Reserse dan Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat menyegel sebuah pabrik usaha pengolahan dan produksi aspal milik PT Bumi Agung Annusa, Kamis.
Kegiatan penyegelan pabrik aspal yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani, Cakranegera, Kota Mataram, itu dipimpin langsung oleh Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda NTB AKBP Jon Wesly Arianto dengan didampingi sejumlah anggotanya beserta Humas Polda NTB.
"Sesuai dengan upaya hukum yang kami lakukan, hari ini (Kamis (12/11)), mengambil tindakan dengan memasang garis polisi di sekitar area pabrik. Jadi untuk sementara, perusahaan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan apapun," kata Jon Wesly.
Ia menjelaskan kegiatan penyegelan ini berawal dari adanya laporan masyarakat sekitar pabrik, yang merasa dirugikan atas kegiatan usaha pengolahan dan produksi aspal yang berkegiatan di sekitar area pemukiman warga.
"Masyarakat sekitar komplain dengan kegiatan usaha ini, karena merasa debunya sangat mencemari lingkungan," ujarnya.
Mendapat laporan, Polda NTB kemudian turun ke lapangan bersama dengan Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian (BLHP) NTB.
Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata pabrik usaha aspal ini diketahui tidak mengantongi izin lingkungannya.
Terhitung sejak "police line" terpasang di sekitar area pabrik, seluruh kegiatan usaha pengolahan dan produksi aspal milik PT Bumi Agung Annusa dihentikan, katanya.
Kalau memang perusahaan ini tidak memiliki izin yang sah sesuai dengan kegiatan usahanya, Jon menegaskan bahwa Polda NTB tidak segan untuk meningkatkan kasusnya ke tahap penyidikan.
"Kalau benar terbukti tidak memiliki izin lingkungannya, maka si pemilik perusahaan terancam dikenakan sanksi pidana. Hal itu sesuai dengan Pasal 109 Undang-Undang Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup," ucap Jon Wesly.
Dalam kasus semacam ini, Menteri Lingkungan Hidup sebelumnya telah merilis surat edaran tentang Arahan Pelaksanaan UU No 32/2009.
Surat edaran tersebut bernomor B/4134/MENLH/KP/12/2013 yang dikeluarkan pada 27 Desember 2013.
Surat edaran itu berisi tentang arahan bagi kegiatan yang telah beroperasi sebelum UU No 32/2009 dikeluarkan, termasuk dikenakan kepada pelaku usaha yang belum mengantongi dokumen lingkungan, baik berupa AMDAL atau pun UKL dan UPL.
Jika hal itu sesuai dengan surat edaran yang dirilis Menteri Lingkungan Hidup, maka pelaku usaha mendapat sanksi teguran tertulis dan diwajibkan untuk menyelesaikan dokumen lingkungan hidup paling lambat 18 bulan sejak surat edaran tersebut dikeluarkan.
Namun, jika pelaku usaha belum juga menyelesaikan kewajibannya untuk melengkapi dokumen lingkungan, lebih dari batas bulan yang disebutkan dalam surat edaran yang dikeluarkan pada 27 Desember 2013 itu, maka akan dikenakan ketentuan Pasal 109 No 32/2009.
Dalam Pasal 109 No 32/2009 disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 Ayat 1, dijatuhi hukuman paling lama tiga tahun penjara dan denda paling banyak Rp3 miliar.(*)
Kegiatan penyegelan pabrik aspal yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani, Cakranegera, Kota Mataram, itu dipimpin langsung oleh Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda NTB AKBP Jon Wesly Arianto dengan didampingi sejumlah anggotanya beserta Humas Polda NTB.
"Sesuai dengan upaya hukum yang kami lakukan, hari ini (Kamis (12/11)), mengambil tindakan dengan memasang garis polisi di sekitar area pabrik. Jadi untuk sementara, perusahaan tidak diperbolehkan melakukan kegiatan apapun," kata Jon Wesly.
Ia menjelaskan kegiatan penyegelan ini berawal dari adanya laporan masyarakat sekitar pabrik, yang merasa dirugikan atas kegiatan usaha pengolahan dan produksi aspal yang berkegiatan di sekitar area pemukiman warga.
"Masyarakat sekitar komplain dengan kegiatan usaha ini, karena merasa debunya sangat mencemari lingkungan," ujarnya.
Mendapat laporan, Polda NTB kemudian turun ke lapangan bersama dengan Badan Lingkungan Hidup dan Penelitian (BLHP) NTB.
Setelah dilakukan pemeriksaan, ternyata pabrik usaha aspal ini diketahui tidak mengantongi izin lingkungannya.
Terhitung sejak "police line" terpasang di sekitar area pabrik, seluruh kegiatan usaha pengolahan dan produksi aspal milik PT Bumi Agung Annusa dihentikan, katanya.
Kalau memang perusahaan ini tidak memiliki izin yang sah sesuai dengan kegiatan usahanya, Jon menegaskan bahwa Polda NTB tidak segan untuk meningkatkan kasusnya ke tahap penyidikan.
"Kalau benar terbukti tidak memiliki izin lingkungannya, maka si pemilik perusahaan terancam dikenakan sanksi pidana. Hal itu sesuai dengan Pasal 109 Undang-Undang Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup," ucap Jon Wesly.
Dalam kasus semacam ini, Menteri Lingkungan Hidup sebelumnya telah merilis surat edaran tentang Arahan Pelaksanaan UU No 32/2009.
Surat edaran tersebut bernomor B/4134/MENLH/KP/12/2013 yang dikeluarkan pada 27 Desember 2013.
Surat edaran itu berisi tentang arahan bagi kegiatan yang telah beroperasi sebelum UU No 32/2009 dikeluarkan, termasuk dikenakan kepada pelaku usaha yang belum mengantongi dokumen lingkungan, baik berupa AMDAL atau pun UKL dan UPL.
Jika hal itu sesuai dengan surat edaran yang dirilis Menteri Lingkungan Hidup, maka pelaku usaha mendapat sanksi teguran tertulis dan diwajibkan untuk menyelesaikan dokumen lingkungan hidup paling lambat 18 bulan sejak surat edaran tersebut dikeluarkan.
Namun, jika pelaku usaha belum juga menyelesaikan kewajibannya untuk melengkapi dokumen lingkungan, lebih dari batas bulan yang disebutkan dalam surat edaran yang dikeluarkan pada 27 Desember 2013 itu, maka akan dikenakan ketentuan Pasal 109 No 32/2009.
Dalam Pasal 109 No 32/2009 disebutkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 Ayat 1, dijatuhi hukuman paling lama tiga tahun penjara dan denda paling banyak Rp3 miliar.(*)