Praya, Lombok Tengah (ANTARA) - Bandan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan potensi cuaca hujan di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai meningkat di akhir November 2023.
"Tetap waspada, potensi hujan di NTB meningkat," kata Prakirawan BMKG Stasiun Klimatologi Nusa Tenggara Barat Ni Made Adi dalam keterangan tertulisnya di Mataram, Selasa.
BMKG menyatakan, pada dasarian III November 2023 (21-30 November 2023) diperkirakan curah hujan dengan intensitas lebih 20 milimeter/dasarian memiliki probabilitas kejadian 70 persen yang berpeluang terjadi merata di seluruh wilayah NTB.
"Peluang curah hujan 50 milimeter/dasarian memiliki probabilitas kejadian 60 persen hingga 80 persen di sebagian besar Pulau Lombok dan Sebagian Pulau Sumbawa bagian barat dan tengah," katanya.
Karena itu, memasuki masa peralihan menuju musim hujan 2023/2024, masyarakat perlu mewaspadai adanya potensi bencana hidrometeorologi seperti hujan secara tiba-tiba, angin kencang yang dapat terjadi secara tiba-tiba dan bersifat lokal.
"Masyarakat NTB diimbau agar dapat menggunakan air secara bijak, efektif dan efisien. Masyarakat juga perlu mewaspadai akan terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan serta kekeringan yang umumnya terjadi pada periode ini," katanya.
Hasil Monitoring ENSO terakhir menunjukkan indeks ENSO (anomali pada suhu permukaan laut di Samudera Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya/+1.81) terpantau berada pada kondisi El Nino Moderat (kondisi El Nino sudah berlangsung selama 18 dasarian). Sedangkan IOD sebesar (+1.38) dan kondisi IOD (perbedaan suhu permukaan laut antara dua wilayah) positif diprediksi bertahan hingga akhir tahun 2024.
"Sedangkan El Nino moderat diprediksi terus bertahan hingga April 2024," katanya.
Aliran massa udara di wilayah Indonesia masih didominasi oleh angin timuran terutama wilayah Indonesia bagian selatan sekitar NTB. Aliran massa udara diprediksi masih didominasi oleh angin timuran dengan kecepatan yang melemah.
"Analisis terakhir menunjukkan MJO - aktivitas intra seasonal yang terjadi di wilayah tropis- tidak aktif di fase 4 dan 5. MJO berkaitan dengan aktivitas konveksi/potensi awan hujan di wilayah Indonesia," katanya.
"Tetap waspada, potensi hujan di NTB meningkat," kata Prakirawan BMKG Stasiun Klimatologi Nusa Tenggara Barat Ni Made Adi dalam keterangan tertulisnya di Mataram, Selasa.
BMKG menyatakan, pada dasarian III November 2023 (21-30 November 2023) diperkirakan curah hujan dengan intensitas lebih 20 milimeter/dasarian memiliki probabilitas kejadian 70 persen yang berpeluang terjadi merata di seluruh wilayah NTB.
"Peluang curah hujan 50 milimeter/dasarian memiliki probabilitas kejadian 60 persen hingga 80 persen di sebagian besar Pulau Lombok dan Sebagian Pulau Sumbawa bagian barat dan tengah," katanya.
Karena itu, memasuki masa peralihan menuju musim hujan 2023/2024, masyarakat perlu mewaspadai adanya potensi bencana hidrometeorologi seperti hujan secara tiba-tiba, angin kencang yang dapat terjadi secara tiba-tiba dan bersifat lokal.
"Masyarakat NTB diimbau agar dapat menggunakan air secara bijak, efektif dan efisien. Masyarakat juga perlu mewaspadai akan terjadinya bencana kebakaran hutan dan lahan serta kekeringan yang umumnya terjadi pada periode ini," katanya.
Hasil Monitoring ENSO terakhir menunjukkan indeks ENSO (anomali pada suhu permukaan laut di Samudera Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya/+1.81) terpantau berada pada kondisi El Nino Moderat (kondisi El Nino sudah berlangsung selama 18 dasarian). Sedangkan IOD sebesar (+1.38) dan kondisi IOD (perbedaan suhu permukaan laut antara dua wilayah) positif diprediksi bertahan hingga akhir tahun 2024.
"Sedangkan El Nino moderat diprediksi terus bertahan hingga April 2024," katanya.
Aliran massa udara di wilayah Indonesia masih didominasi oleh angin timuran terutama wilayah Indonesia bagian selatan sekitar NTB. Aliran massa udara diprediksi masih didominasi oleh angin timuran dengan kecepatan yang melemah.
"Analisis terakhir menunjukkan MJO - aktivitas intra seasonal yang terjadi di wilayah tropis- tidak aktif di fase 4 dan 5. MJO berkaitan dengan aktivitas konveksi/potensi awan hujan di wilayah Indonesia," katanya.