Mataram (ANTARA) - Bak petir petanda hujan deras, tiba-tiba pandangan luyu. Tak percaya, membaca pesan WhatsApp pada pukul 06.10 Wita yang mengabarkan bahwa Bang Fairuz wafat.
Lutut terasa kuyu lemas, dan pikiran menerawang sejenak. Benarkah beliau telah wafat? Baru kemarin rasanya ngobrol bersama beliau dan tim podcast Lombok Inisiatif. Tepatnya, tanggal 12 November 2023. Saat itu tema Majelis Celoteh Lombok bertajuk Pahlawan.
Rupanya, saat itulah pertemuan terakhir saya dengan beliau. Sedih, berduka, dan lara. Innalillahi wainna illaihirojiun, Ahmad Fairuz Abadi (Abu Macel) wafat di Rumah Sakit Universitas Mataram pukul 16.59 Wita, tanggal 29 November 2023.
Tepat saat Hari Korps Pegawai Republik Indonesia, sesaat setelah aktivitasnya mengabdikan diri secara produktif. Menjadi narasumber forum di Dispora NTB yang juga teman-temannya.
Sebagai teman akrab dalam kelembagaan, sebagai yunior sesama birokrat, sebagai peneman beberapa pertautan beliau. Sosok beliau mahaguru yang menginspirasi, saya merasa beliau terlalu cepat meninggalkan kita semua.
Belum cukup rasanya kami menimba ilmu, belum genap rasanya berbagi terapan kebajikan dan keluhuran. Pasti belum semua pikiran dan humor-humornya tersyiar pada kita semua. Kini, mesti bersedih lantaran begitu cepat beliau berpulang.
Bang Fairuz yang saya kenal, semula kalinya saat beliau menjadi host di Lombok TV (Televisi swasta pertama di NTB) pada acara Debat Talkshow, Siapa Berani Jadi Gubernur NTB 2003. Sebagai penonton langsung di studio, saya tertegun dengan tuturannya yang rileks, jenaka tetapi bermakna.
Dalam benak, saya berkeinginan belajar banyak kepada beliau dan alhamdulillah terealisasi. Kemudian pernah bersama mengelola acara Obrolan Bareng Abu Macel (Obama) di TVRI NTB sekitar tahun 2009. Bareng dengannya menyusun buku inspirasi dari Kampung Media (2015).
Sesama birokrat Kominfo saat itu, beliau di provinsi sedangkan saya di kabupaten, ada sinergi program kegiatan untuk kelompok masyarakat dalam hal diseminasi informasi publik. Sesama pegiat literasi dan penutur serta beberapa sekuel segmen saya bersama teman-teman lainnya dengan beliau.
Ada ungkapan beliau yang sering saya kutip dan lisankan kepada banyak orang. Kata-kata ini dilontarkannya dengan ekspresi yang tegas sekaligus humorial dan filosofik: "Jaga iman, bela kebenaran, jangan lupa sarapan".
Kata-kata itu begitu membenak ke sanubari saya. Menurut saya, serunai kata itu, memberikan dampak plasebo tripsiko: psikoreligi, psikososial, dan psikohumorial. Psikoreligi untuk menjaga iman kita masing-masing dari berbagai godaan dan tantangan kehidupan.
Psikososial yang menganjurkan kita senantiasa mesti membela kebenaran semampu yang kita bisa atau sebisa yang kita mampu. Sedangkan psikohumorial, beliau menuturnya dengan mengingatkan kita bahwa sarapan itu penting untuk tiap perjuangan dan siklus kehidupan yang kita lalui.
Kini, beliau sudah tiada, secara fisik telah tiada, tetapi jiwa dan pikirannya tetap membahana bagi banyak kalangan. Literasinya yang berjejak tetap dikenang dan terukir di benak.
Tutur-tuturnya digugu dan dipandu, sikap dan tindakannya dicontoh dan diteladani. Tokoh Multitalenta wafat. NTB layak berkabung. Kelam kabut alam bumigora. Kendati sebagai manusia beliau tak luput dari keliru/salah.
Torehan obituari mini ini, tak bisa mewakili semua kesedihan dan kenangan besar bersama beliau. Bang Fairuz, dikau adalah sahabat yang humorial, mengayom dan egaliter. Purwaseniorita yang punya prinsip dan sikap dalam berkehidupan.
Mahaguru yang tak berambisi untuk dirinya, tetapi berjuang sepenuhnya untuk orang lain. Betul-betul tak berambisi untuk dirinya, tetapi bisa dan kerap kali berjuang sepenuhnya untuk orang lain.
Kalau mengingat hal ini, saya (dan mungkin kita) bertambah sedih. Berjuang untuk komunitas, masyarakat, daerah dan bangsa. Berapa banyak penghargaan yang diraih Pemprov NTB, berkat kepiawaian dan kecekatannya mengelola program terobosan dan menginspirasi orang-orang.
Sebut saja mulai dari Kampung Media, Inspiratif Expo, Sabtu Budaya, Aisonet dan sebagainya. Dengan inspirasi itu, menuahkan apresiasi, melanglang buana ke pelosok hingga luar negeri.
Mungkin Bang Fairuz bukan siapa-siapa, tetapi beliau sudah berbuat banyak untuk siapa-siapa. Mungkin Bang Fairuz tidak ada apa-apanya, tetapi beliau sudah berbuat apa-apa untuk komunitas, masyarakat, dan daerah.
Mungkin bagi kita, beliau biasa-biasa saja, tetapi kiprah multitalentanya membawa kenangan terhadap diri beliau melampaui usianya, melewati zamannya, bahkan melompati ranah pada masanya. Izinkan saya mengatakan secara imajiner kepada Bang Fairuz: pelungguh luar biasa, tokoh multitalenta.
Ajal adalah prerogatif Tuhan. Tak bisa dimajukan tak bisa dimundurkan (konstan permanen, pasti, dan mutlak). Beliau berkarier hingga purnabhakti, telah banyak berkarya untuk kedinasan dan publik.
Dalam kapasitasnya sebagai Ketua Harian Dewan Kebudayaan Daerah (DKD NTB), memperjuangkan dan menerap Perda Pemajuan Kebudayaan. Belum lagi kapasitas sebagai Koordinator Gusdurian NTB, yang kegiatannya memperjuangkan sendi kemanusiaan.
Pada sesi podcastnya sabtu kemarin (25/11/2023) yang tidak saya hadiri dan tidak pula kawan Safwan hadiri itu (biasanya kami berdua atau satu diantara kami membersamai beliau), ternyata merupakan sesi podcast terakhirnya bicara tentang perupa lukisan. Menyesal rasanya tidak bisa hadir, saat itu saya didera sakit tengkuk (migrain).
Saya menyetel ulang podcast terakhirnya itu, banyak filosofi ketuhanan. Melukiskan betapa: "Telah tampak kerusakan di muka bumi oleh ulah manusia." (Q.S. Ar-Rum: 41). Kemudian dalil betapa: "Sesungguhnya Allah tak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Q.S. Al-Luqman: 18).
Ada pula hadits yang disiniarkannya: "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia." (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni). Kendati, banyak pula banyolan-banyolannya yang jenaka namun bermakna, serta pembelaannya terhadap para perupa/pelukis, untuk kiranya bisa diapresiasi pemerintah.
Adapun telepon terakhir darinya (25/11/2023), ketika beliau menanyakan referensi dan kontak person tokoh agama yang ada di Lombok Utara, lantaran ada temannya dari Badan Pembina Ideologi Pancasila yang sedang riset di Mataram.
Kakanda Ahmad Fairuz Abadi, SH seolah anda memberikan penanda pesan autentik dan aktual kepada kami-kami yang (masih) ada di dunia ini. Termasuk menyadur tulisan pada kaos oblong yang dikenakannya malam siniar itu: "Katakan yang benar, meskipun lucu". Selamat berpulang dengan tenang, tokoh multitalenta. Abdimu dalam pengabdian, abadi untuk berpulang ke keabadian.
-------
* Teman dari berbagai teman-temannya
Lutut terasa kuyu lemas, dan pikiran menerawang sejenak. Benarkah beliau telah wafat? Baru kemarin rasanya ngobrol bersama beliau dan tim podcast Lombok Inisiatif. Tepatnya, tanggal 12 November 2023. Saat itu tema Majelis Celoteh Lombok bertajuk Pahlawan.
Rupanya, saat itulah pertemuan terakhir saya dengan beliau. Sedih, berduka, dan lara. Innalillahi wainna illaihirojiun, Ahmad Fairuz Abadi (Abu Macel) wafat di Rumah Sakit Universitas Mataram pukul 16.59 Wita, tanggal 29 November 2023.
Tepat saat Hari Korps Pegawai Republik Indonesia, sesaat setelah aktivitasnya mengabdikan diri secara produktif. Menjadi narasumber forum di Dispora NTB yang juga teman-temannya.
Sebagai teman akrab dalam kelembagaan, sebagai yunior sesama birokrat, sebagai peneman beberapa pertautan beliau. Sosok beliau mahaguru yang menginspirasi, saya merasa beliau terlalu cepat meninggalkan kita semua.
Belum cukup rasanya kami menimba ilmu, belum genap rasanya berbagi terapan kebajikan dan keluhuran. Pasti belum semua pikiran dan humor-humornya tersyiar pada kita semua. Kini, mesti bersedih lantaran begitu cepat beliau berpulang.
Bang Fairuz yang saya kenal, semula kalinya saat beliau menjadi host di Lombok TV (Televisi swasta pertama di NTB) pada acara Debat Talkshow, Siapa Berani Jadi Gubernur NTB 2003. Sebagai penonton langsung di studio, saya tertegun dengan tuturannya yang rileks, jenaka tetapi bermakna.
Dalam benak, saya berkeinginan belajar banyak kepada beliau dan alhamdulillah terealisasi. Kemudian pernah bersama mengelola acara Obrolan Bareng Abu Macel (Obama) di TVRI NTB sekitar tahun 2009. Bareng dengannya menyusun buku inspirasi dari Kampung Media (2015).
Sesama birokrat Kominfo saat itu, beliau di provinsi sedangkan saya di kabupaten, ada sinergi program kegiatan untuk kelompok masyarakat dalam hal diseminasi informasi publik. Sesama pegiat literasi dan penutur serta beberapa sekuel segmen saya bersama teman-teman lainnya dengan beliau.
Ada ungkapan beliau yang sering saya kutip dan lisankan kepada banyak orang. Kata-kata ini dilontarkannya dengan ekspresi yang tegas sekaligus humorial dan filosofik: "Jaga iman, bela kebenaran, jangan lupa sarapan".
Kata-kata itu begitu membenak ke sanubari saya. Menurut saya, serunai kata itu, memberikan dampak plasebo tripsiko: psikoreligi, psikososial, dan psikohumorial. Psikoreligi untuk menjaga iman kita masing-masing dari berbagai godaan dan tantangan kehidupan.
Psikososial yang menganjurkan kita senantiasa mesti membela kebenaran semampu yang kita bisa atau sebisa yang kita mampu. Sedangkan psikohumorial, beliau menuturnya dengan mengingatkan kita bahwa sarapan itu penting untuk tiap perjuangan dan siklus kehidupan yang kita lalui.
Kini, beliau sudah tiada, secara fisik telah tiada, tetapi jiwa dan pikirannya tetap membahana bagi banyak kalangan. Literasinya yang berjejak tetap dikenang dan terukir di benak.
Tutur-tuturnya digugu dan dipandu, sikap dan tindakannya dicontoh dan diteladani. Tokoh Multitalenta wafat. NTB layak berkabung. Kelam kabut alam bumigora. Kendati sebagai manusia beliau tak luput dari keliru/salah.
Torehan obituari mini ini, tak bisa mewakili semua kesedihan dan kenangan besar bersama beliau. Bang Fairuz, dikau adalah sahabat yang humorial, mengayom dan egaliter. Purwaseniorita yang punya prinsip dan sikap dalam berkehidupan.
Mahaguru yang tak berambisi untuk dirinya, tetapi berjuang sepenuhnya untuk orang lain. Betul-betul tak berambisi untuk dirinya, tetapi bisa dan kerap kali berjuang sepenuhnya untuk orang lain.
Kalau mengingat hal ini, saya (dan mungkin kita) bertambah sedih. Berjuang untuk komunitas, masyarakat, daerah dan bangsa. Berapa banyak penghargaan yang diraih Pemprov NTB, berkat kepiawaian dan kecekatannya mengelola program terobosan dan menginspirasi orang-orang.
Sebut saja mulai dari Kampung Media, Inspiratif Expo, Sabtu Budaya, Aisonet dan sebagainya. Dengan inspirasi itu, menuahkan apresiasi, melanglang buana ke pelosok hingga luar negeri.
Mungkin Bang Fairuz bukan siapa-siapa, tetapi beliau sudah berbuat banyak untuk siapa-siapa. Mungkin Bang Fairuz tidak ada apa-apanya, tetapi beliau sudah berbuat apa-apa untuk komunitas, masyarakat, dan daerah.
Mungkin bagi kita, beliau biasa-biasa saja, tetapi kiprah multitalentanya membawa kenangan terhadap diri beliau melampaui usianya, melewati zamannya, bahkan melompati ranah pada masanya. Izinkan saya mengatakan secara imajiner kepada Bang Fairuz: pelungguh luar biasa, tokoh multitalenta.
Ajal adalah prerogatif Tuhan. Tak bisa dimajukan tak bisa dimundurkan (konstan permanen, pasti, dan mutlak). Beliau berkarier hingga purnabhakti, telah banyak berkarya untuk kedinasan dan publik.
Dalam kapasitasnya sebagai Ketua Harian Dewan Kebudayaan Daerah (DKD NTB), memperjuangkan dan menerap Perda Pemajuan Kebudayaan. Belum lagi kapasitas sebagai Koordinator Gusdurian NTB, yang kegiatannya memperjuangkan sendi kemanusiaan.
Pada sesi podcastnya sabtu kemarin (25/11/2023) yang tidak saya hadiri dan tidak pula kawan Safwan hadiri itu (biasanya kami berdua atau satu diantara kami membersamai beliau), ternyata merupakan sesi podcast terakhirnya bicara tentang perupa lukisan. Menyesal rasanya tidak bisa hadir, saat itu saya didera sakit tengkuk (migrain).
Saya menyetel ulang podcast terakhirnya itu, banyak filosofi ketuhanan. Melukiskan betapa: "Telah tampak kerusakan di muka bumi oleh ulah manusia." (Q.S. Ar-Rum: 41). Kemudian dalil betapa: "Sesungguhnya Allah tak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Q.S. Al-Luqman: 18).
Ada pula hadits yang disiniarkannya: "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia." (HR. Ahmad, ath-Thabrani, ad-Daruqutni). Kendati, banyak pula banyolan-banyolannya yang jenaka namun bermakna, serta pembelaannya terhadap para perupa/pelukis, untuk kiranya bisa diapresiasi pemerintah.
Adapun telepon terakhir darinya (25/11/2023), ketika beliau menanyakan referensi dan kontak person tokoh agama yang ada di Lombok Utara, lantaran ada temannya dari Badan Pembina Ideologi Pancasila yang sedang riset di Mataram.
Kakanda Ahmad Fairuz Abadi, SH seolah anda memberikan penanda pesan autentik dan aktual kepada kami-kami yang (masih) ada di dunia ini. Termasuk menyadur tulisan pada kaos oblong yang dikenakannya malam siniar itu: "Katakan yang benar, meskipun lucu". Selamat berpulang dengan tenang, tokoh multitalenta. Abdimu dalam pengabdian, abadi untuk berpulang ke keabadian.
-------
* Teman dari berbagai teman-temannya