Jakarta (ANTARA) - Bukan langkah kecil untuk mentransformasi sebuah sistem yang sangat besar. Bukan pula tugas sederhana untuk mengubah perspektif tentang sebuah proses. Bahkan tak jarang ombak dan angin yang menerjang begitu kencang.

Namun, upaya keras itu telah dilakukan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam 5 tahun terakhir. Merombak sistem pendidikan yang dinilai tak sesuai dengan zaman kemudian membawanya ke arah yang lebih inklusif.

Melalui Kurikulum Merdeka, Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim berupaya memperbaiki sistem pendidikan terdahulu agar selaras dengan kebutuhan peserta didik yang terus berkembang.

Gerakan ini mengatur ulang seluruh sistem pendidikan mulai dari akar sehingga menghasilkan para penerus bangsa yang berkualitas, baik dari sisi sistem manajemen sekolah, guru, siswa, orang tua, hingga masyarakat.

Kurikulum Merdeka diluncurkan untuk memperkuat peran serta dan gotong-royong seluruh pemangku kepentingan, termasuk masyarakat dalam mewujudkan pembelajaran yang berkualitas bagi seluruh anak Indonesia.

Kurikulum ini sekaligus sebagai jawaban berbagai tantangan zaman dan isu terkini seperti penguatan karakter, perubahan iklim, literasi finansial, literasi digital, literasi kesehatan, dan pentingnya sastra dalam memperdalam kemampuan literasi murid.

Kurikulum itu selaras dengan tujuannya yaitu mewujudkan pembelajaran yang bermakna dan efektif dalam meningkatkan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, mencetak generasi berakhlak mulia, serta menumbuhkembangkan peserta didik sebagai pelajar sepanjang hayat.


Mengubah paradigma pendidikan

Kurikulum Merdeka merupakan kebijakan yang mengubah paradigma dalam mewujudkan pembelajaran berkualitas. Kebijakan ini menjadikan tantangan sebagai peluang dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia.

Kemendikbudristek menjadikan tantangan sebagai peluang dengan mengutamakan tiga prinsip, yakni pengembangan karakter, fleksibel, dan muatan lokal. Ketiga prinsip tersebut sangat penting agar peserta didik mendapat bekal sesuai kebutuhan zaman.

Kurikulum Merdeka dirancang dengan prinsip pengembangan karakter yaitu menekankan pada kompetensi spiritual, moral, sosial, dan emosional murid.

Langkah itu diimplementasikan melalui pengalokasian waktu khusus maupun secara terintegrasi dengan sebuah proses pembelajaran seperti Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).

Prinsip fleksibel pada Kurikulum Merdeka berarti kebijakan ini sangat bisa disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan kompetensi murid, karakteristik satuan pendidikan, dan konteks lingkungan sosial budaya setempat.

Untuk prinsip muatan esensial berarti berpusat pada materi yang paling diperlukan untuk mengembangkan kompetensi dan karakter murid sehingga tenaga pendidik memiliki waktu yang memadai untuk melakukan pembelajaran secara mendalam dan bermakna.

Sementara salah satu wujud pemanfaatan tantangan sebagai peluang yang mengedepankan prinsip-prinsip itu adalah Platform Merdeka Mengajar (PMM). Perkembangan teknologi yang masif sering kali menjadi kendala termasuk di dunia pendidikan.

Namun, PMM berupaya mengadopsi teknologi digital agar dapat menjadi perangkat ajar yang di dalamnya mencakup buku digital, buku bacaan, contoh kurikulum sekolah, contoh modul, dan instrumen asesmen kelas yang terus diperbarui secara berkala.

PMM mengandung prinsip pengembangan karakter karena platform ini mendukung terciptanya pembentukan komunitas belajar sehingga menghubungkan sekolah dengan narasumber praktik baik dari sekolah lain yang pada akhirnya akan saling memengaruhi.

Dalam menyusun dokumen pembelajaran, guru tidak harus mulai dari nol. Beragam contoh kurikulum sekolah, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), modul, dan asesmen telah tersedia di PMM.

Tantangan lain di dunia pendidikan juga datang dari pengembangan kompetensi guru yang tidak merata. Dalam hal ini Kemendikbudristek memanfaatkannya dengan membentuk Program Guru Penggerak (PGP), Sekolah Penggerak (SP), dan SMK Pusat Keunggulan (PK).

Program-program tersebut menggunakan guru-guru yang siap dan berkompeten untuk mengimbaskan ilmu mereka kepada guru dan sekolah lain. Guru berkompeten ini pun terlebih dahulu mendapat Pendidikan Guru Penggerak dari Kemendikbudristek.

Pendidikan itu sendiri adalah program pendidikan kepemimpinan bagi guru untuk menjadi pemimpin pembelajaran dengan pelatihan selama 6 bulan. Selain mengimbaskan ilmunya, Guru Penggerak juga dipersiapkan menjadi kepala sekolah.

PGP yang berjalan dari angkatan satu sampai angkatan sembilan sudah menjangkau 502 kabupaten/kota di 38 provinsi di Indonesia termasuk 1.792 guru di daerah khusus/intensif/tertinggal.

Tak hanya itu, Kurikulum Merdeka turut memungkinkan transformasi pembelajaran yang bukan hanya di daerah perkotaan dan di sekolah dengan fasilitas memadai, namun di seluruh Indonesia termasuk daerah tertinggal.

Untuk mendukung implementasinya di daerah tertinggal, Kemendikbudristek meluncurkan Awan Penggerak guna memudahkan guru di daerah yang tidak memiliki koneksi internet stabil untuk mengakses perangkat ajar dan modul pelatihan di PMM secara offline.

Lebih dari 15 juta eksemplar dengan 716 judul buku bacaan berjenjang pun telah didistribusikan ke lebih dari 5.900 PAUD dan lebih dari 14.500 SD di daerah tertinggal yang disertai dengan pelatihan untuk mengelola buku dan menggunakannya dalam pembelajaran.


Meneruskan estafet Kurikulum Merdeka

Meski Kurikulum Merdeka belum diterapkan secara wajib selama 4 tahun ke belakang, kebijakan ini telah diadopsi oleh lebih dari 300 ribu atau 80 persen satuan pendidikan yang ada di Indonesia.

Benih-benih yang ditanam sejak Kurikulum Merdeka diterapkan juga terlihat mulai bersemi.

Implementasi Kurikulum Merdeka mampu meningkatkan skor numerasi satuan pendidikan, baik di daerah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T) maupun non-3T.

Lompatan literasi yang terjadi untuk sekolah makin lama kian bagus terutama mereka yang mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.

Skor numerasi sekolah di daerah 3T yang menerapkan Kurikulum Merdeka selama 1 tahun sebesar 8,15; skor numerasi dengan implementasi 2 tahun sebesar 8,79; sedangkan dengan implementasi 3 tahun sebesar 12,49.

Sementara skor numerasi bagi satuan pendidikan di daerah non-3T mencapai 13,14 untuk yang mengimplementasikan Kurikulum Merdeka selama 3 tahun dan 12,85 untuk yang menerapkan selama 2 tahun serta 10,4 bagi yang menerapkan selama 1 tahun.

Hal tersebut lebih baik dibandingkan dengan satuan pendidikan yang menerapkan Kurikulum 2013, yaitu hanya 8,99 untuk di daerah non-3T dan 6,59 untuk di daerah 3T.

Bahkan hasil survei dan evaluasi kebijakan dari Kemendikbudristek menunjukkan sebanyak 97 persen guru memberikan dukungan positif terhadap penerapan Kurikulum Merdeka.

Kurikulum Merdeka memberi fleksibilitas guru untuk merancang pembelajaran sesuai kondisi murid dan sekolah, yakni salah satunya melalui proyek penguatan profil pelajar Pancasila atau P5 yang mampu mendorong pengembangan karakter siswa.

Kini wajah baru pendidikan Indonesia sudah mulai terlihat berkat Kurikulum Merdeka. Banyak anak Indonesia yang lebih berani bermimpi karena mereka merdeka saat belajar di kelas. Guru berani mencoba hal baru karena mendapat kepercayaan untuk mengenal dan menilai murid-muridnya.

Para mahasiswa turut merasakan dampak positif gerakan Merdeka Belajar, yakni mereka lebih siap berkarya dan berkontribusi karena ruang untuk belajar tidak lagi terbatas di dalam kampus.

Dampak positif dari Kurikulum Merdeka membuat kebijakan ini perlu diteruskan. Terlebih, implementasinya telah melalui perjalanan panjang, terutama karena Nadiem mentransformasi sistem yang sangat besar dan mengubah perspektif proses pembelajaran sebelumnya yang sudah membudaya dalam sistem pendidikan Indonesia.

Mulai tahun ini melalui Permendikbudristek Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah maka Kurikulum Merdeka ditetapkan menjadi kurikulum nasional.

Untuk 20 persen satuan pendidikan yang belum menerapkan Kurikulum Merdeka diberikan waktu beberapa tahun untuk bisa menyesuaikan diri dengan kurikulum ini.

Secara rinci, diberikan masa transisi selama 2 tahun untuk selain daerah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T) atau paling lambat hingga 2026-2027 untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.

Kemudian masa transisi sekitar 3 tahun untuk daerah 3T paling lambat hingga tahun ajaran 2027-2028 untuk mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.

“Dengan penuh harapan, saya titipkan Merdeka Belajar kepada Anda semua, para penggerak perubahan yang tidak mengenal kata menyerah untuk membawa Indonesia melompat ke masa depan,” kata Nadiem.


Editor: Achmad Zaenal M
 
 

Pewarta : Astrid Faidlatul Habibah
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2024