Mataram (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, memberikan edukasi bagi kepala lingkungan terkait dengan manajemen penanganan kasus kekerasan baik terhadap anak maupun perempuan.
"Kepala lingkungan merupakan garda terdepan, jadi harus sigap melaporkan kasus kekerasan di tengah masyarakat dan bisa cepat tertangani," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram Dewi Mardiana Ariany di Mataram, Jumat.
Kegiatan edukasi itu dirangkum dalam pelatihan manajemen dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan (KTP), kekerasan terhadap anak (KTA), anak berhadapan dengan hukum (ABH), dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), serta perkawinan anak bagi petugas layanan perlindungan perempuan dan anak Kota Mataram.
Dewi mengatakan, kegiatan edukasi dan pelatihan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan itu diberikan kepada 50 orang kepala lingkungan yang merupakan perwakilan dari 50 kelurahan se-Kota Mataram.
Baca juga: Cegah kekerasan anak, Disdik Mataram bentuk TPPK di sekolah
Jumlah itu diakuinya masih jauh dari jumlah kepala lingkungan yang ada di Kota Mataram sebanyak 325 kepala lingkungan, namun karena keterbatasan anggaran kegiatan itu hanya menyasar 50 kepala lingkungan.
"Harapan kita, kepala lingkungan yang sudah mendapatkan edukasi bisa menularkan ke kepala lingkungan lainnya," katanya.
Kegiatan itu, katanya, diharapkan dapat meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) layanan perlindungan perempuan dan anak, dan juga sebagai bentuk upaya untuk pencegahan, dan pendampingan dan penanganan yang lebih komprehensif lagi mengenai kasus tersebut.
"Selain itu, bisa meningkatkan sinergisitas dan layanan perlindungan perempuan dan anak dalam penanganan kasus kekerasan," katanya.
Baca juga: Tercatat! 54 kasus kekerasan perempuan dan anak di Mataram sepanjang 2023
Dalam kegiatan yang telah dilaksanakan pada Rabu (14/8-2024), kata Dewi, DP2A melibatkan nara sumber dari berbagai pihak diantaranya Kepolisian, Psikolog, Kantor Kementerian Agama, Advokat, dan perguruan tinggi.
Pelibatan para narasumber itu juga dimaksudkan agar semua masyarakat dan para pemangku kepentingan bersinergi di masyarakat ketika ada kasus kekerasan harus cepat tanggap.
"Jangan sampai kasus itu berlarut-larut. Apakah itu kekerasan perempuan, kekerasan dalam rumah tangga, pencabulan, penelantaran, persetubuhan, seksual, TPPO, perkawinan dini, dan lainnya," katanya.
Baca juga: DP3A: Kasus kekerasan anak dan perempuan di Kota Mataram turun
Terkait dengan itulah, lanjutnya, dalam hal ini diperlukan pendekatan yang komprehensif dan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, lembaga pendidikan, dan keluarga.
"Kegiatan itu, menjadi salah satu strategi yang kami lakukan sebagai upaya pendekatan yang terintegrasi dan berkelanjutan," katanya.
Berdasarkan data DP3A Kota Mataram sampai saat ini menangani 50 kasus kekerasan terdiri atas 30 kasus anak, dan 20 kasus perempuan.
"Kasus-kasus yang kami tangani ini, sebagian sudah selesai dan sebagai masih dalam proses," katanya menambahkan.
"Kepala lingkungan merupakan garda terdepan, jadi harus sigap melaporkan kasus kekerasan di tengah masyarakat dan bisa cepat tertangani," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram Dewi Mardiana Ariany di Mataram, Jumat.
Kegiatan edukasi itu dirangkum dalam pelatihan manajemen dan penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan (KTP), kekerasan terhadap anak (KTA), anak berhadapan dengan hukum (ABH), dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO), serta perkawinan anak bagi petugas layanan perlindungan perempuan dan anak Kota Mataram.
Dewi mengatakan, kegiatan edukasi dan pelatihan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan itu diberikan kepada 50 orang kepala lingkungan yang merupakan perwakilan dari 50 kelurahan se-Kota Mataram.
Baca juga: Cegah kekerasan anak, Disdik Mataram bentuk TPPK di sekolah
Jumlah itu diakuinya masih jauh dari jumlah kepala lingkungan yang ada di Kota Mataram sebanyak 325 kepala lingkungan, namun karena keterbatasan anggaran kegiatan itu hanya menyasar 50 kepala lingkungan.
"Harapan kita, kepala lingkungan yang sudah mendapatkan edukasi bisa menularkan ke kepala lingkungan lainnya," katanya.
Kegiatan itu, katanya, diharapkan dapat meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM) layanan perlindungan perempuan dan anak, dan juga sebagai bentuk upaya untuk pencegahan, dan pendampingan dan penanganan yang lebih komprehensif lagi mengenai kasus tersebut.
"Selain itu, bisa meningkatkan sinergisitas dan layanan perlindungan perempuan dan anak dalam penanganan kasus kekerasan," katanya.
Baca juga: Tercatat! 54 kasus kekerasan perempuan dan anak di Mataram sepanjang 2023
Dalam kegiatan yang telah dilaksanakan pada Rabu (14/8-2024), kata Dewi, DP2A melibatkan nara sumber dari berbagai pihak diantaranya Kepolisian, Psikolog, Kantor Kementerian Agama, Advokat, dan perguruan tinggi.
Pelibatan para narasumber itu juga dimaksudkan agar semua masyarakat dan para pemangku kepentingan bersinergi di masyarakat ketika ada kasus kekerasan harus cepat tanggap.
"Jangan sampai kasus itu berlarut-larut. Apakah itu kekerasan perempuan, kekerasan dalam rumah tangga, pencabulan, penelantaran, persetubuhan, seksual, TPPO, perkawinan dini, dan lainnya," katanya.
Baca juga: DP3A: Kasus kekerasan anak dan perempuan di Kota Mataram turun
Terkait dengan itulah, lanjutnya, dalam hal ini diperlukan pendekatan yang komprehensif dan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, lembaga pendidikan, dan keluarga.
"Kegiatan itu, menjadi salah satu strategi yang kami lakukan sebagai upaya pendekatan yang terintegrasi dan berkelanjutan," katanya.
Berdasarkan data DP3A Kota Mataram sampai saat ini menangani 50 kasus kekerasan terdiri atas 30 kasus anak, dan 20 kasus perempuan.
"Kasus-kasus yang kami tangani ini, sebagian sudah selesai dan sebagai masih dalam proses," katanya menambahkan.