Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus menggodok aturan baru terkait perpajakan dalam transaksi aset kripto. Rencana ini tentu menarik perhatian para pelaku pasar kripto di Indonesia, mengingat dinamika industri yang terus berkembang.
Sebagaimana disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hasan Fawzi yang menyatakan bahwa pihaknya sedang mempersiapkan penyesuaian pajak baru untuk transaksi aset kripto.
Pembahasan tersebut merupakan bagian dari proses peralihan pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK yang ditargetkan terealisasi pada awal 2025.
Dengan pengawasan yang dialihkan ke OJK, maka pajak aset kripto diprediksi akan berubah karena aset tersebut akan diklasifikasikan ulang sebagai aset keuangan digital, bukan lagi sebagai komoditas.
Meskipun detail lengkap mengenai aturan baru ini memang masih belum diumumkan secara resmi, beberapa poin penting yang perlu diperhatikan adalah akan adanya penyesuaian tarif pajak atas transaksi kripto.
Ini merupakan salah satu perubahan yang paling dinantikan. Beberapa sumber menyebutkan adanya potensi kenaikan tarif ini, namun angka pasti masih belum terkonfirmasi.
OJK berpotensi memperluas basis pajak yang dikenakan pada transaksi kripto. Hal ini bisa mencakup berbagai jenis aset kripto, tidak hanya yang populer, seperti Bitcoin dan Ethereum.
Dengan aturan baru ini, pengawasan terhadap transaksi kripto diperkirakan akan semakin ketat. Tujuannya, tidak lain adalah untuk meningkatkan transparansi dan mencegah praktik pencucian uang.
OJK juga sepertinya merasa perlu menyesuaikan aturan pajak kripto, antara lain karena industri kripto di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini menuntut adanya regulasi yang lebih komprehensif.
Oleh karena itu, aturan pajak yang jelas dan tegas diharapkan dapat mencegah penyalahgunaan aset kripto untuk kegiatan ilegal.
Di sisi lain, dengan aturan baru ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak.
Rencana OJK untuk mengubah aturan pajak kripto ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mengatur industri aset digital yang semakin berkembang.
Meskipun perubahan ini berpotensi dapat menimbulkan ketidakpastian di pasar, namun pada akhirnya diharapkan dapat menciptakan lingkungan investasi yang lebih sehat dan transparan.
Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti Tirta Karma Senjaya menyampaikan bahwa pihaknya berencana mengusulkan penurunan tarif pajak setengah dari tarif yang berlaku saat ini.
Pernyataan itu disampaikan merespons kekhawatiran pasar yang berlebihan terkait pajak kripto yang ditransaksikan di luar platform yang tidak terdaftar di Bappebti.
Dampak penyesuaian
Pengumuman aturan pajak baru ini tentu akan berdampak signifikan terhadap pasar kripto di Indonesia. Beberapa dampak yang mungkin terjadi, antara lain terkait volatilitas harga. Pengumuman aturan baru dapat memicu volatilitas harga aset kripto dalam jangka pendek.
Meskipun sejumlah pelaku pasar merespons berbeda atas rencana ini. CEO INDODAX Oscar Darmawan misalnya, menyambut baik inisiatif OJK untuk menciptakan regulasi yang lebih komprehensif dan sesuai dengan dinamika industri aset digital saat ini.
Meskipun ia optimistis bahwa peraturan tersebut dapat mendorong pengembangan pasar kripto dalam negeri, tapi tetap saja ia menekankan pentingnya keseimbangan dalam penerapan kebijakan baru tersebut. Tidak bisa ditampik bahwa ada kekhawatiran tersendiri akan regulasi yang terlalu ketat atau memberatkan yang justru dapat menghambat inovasi dan pertumbuhan industri.
Di sisi lain ada potensi perubahan perilaku investor, dimana investor mungkin saja akan mengubah strategi investasi mereka sebagai respons terhadap perubahan aturan pajak. Dan adanya potensi migrasi ke platform lain.
Memang ada kemungkinan pelaku pasar yang akan memilih untuk beralih ke platform perdagangan kripto di negara lain dengan regulasi yang lebih ringan.
Sebenarnya Indonesia bisa dikatakan masih dalam tahap awal dalam mengatur industri kripto. Meskipun sudah ada beberapa aturan yang berlaku, namun masih perlu dilakukan perbaikan dan penyempurnaan agar lebih komprehensif dan sejalan dengan perkembangan industri.
Indonesia perlu belajar dari pengalaman negara lain agar dapat membangun ekosistem kripto yang sehat dan berkelanjutan. Selama ini aturan perpajakan di Indonesia terkait kripto, di antaranya mencakup pengenaan PPN atas setiap transaksi kripto dan PPh Pasal 22 untuk transaksi melalui PTPA, potensi PPh lainnya untuk aktivitas seperti mining.
Secara umum regulasinya masih dinamis dan masih terus berkembang serta belum sedetail negara lain.
Di Singapura, misalnya, diterapkan pajak capital gains dimana keuntungan dari penjualan aset kripto dikenakan pajak capital gains. Negeri itu juga dinilai memiliki kerangka regulasi yang lebih jelas dan komprehensif untuk industri kripto. Saat ini, bahkan Singapura menjadi salah satu pusat perdagangan kripto terbesar di Asia.
Sementara di Amerika Serikat (AS), kripto umumnya diperlakukan sebagai properti, sehingga keuntungan dari penjualan dikenakan pajak capital gains. Aturan pajak kripto di AS sangat kompleks dan bervariasi antarnegara bagian dan negara itu juga terus mengembangkan regulasi kripto, terutama terkait dengan keamanan dan perlindungan investor.
Sementara di Uni Eropa ada kerangka umum untuk regulasi aset kripto, namun implementasinya berbeda-beda di setiap negara anggota. Regulasi di Uni Eropa cenderung lebih fokus pada pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Berkaca dari itu, Indonesia sudah saatnya mengimplementasikan regulasi yang jelas dan konsisten untuk meningkatkan daya tarik sebagai tujuan investasi kripto.
Regulasi yang mendukung inovasi akan mendorong pertumbuhan industri kripto di Tanah Air. Selain itu juga melindungi investor dari penipuan dan manipulasi pasar.
Ke depan perlu koordinasi yang lebih baik antara OJK, Kementerian Keuangan, dan lembaga terkait lainnya. Seiring dengan upaya lain, termasuk belajar dari pengaman negara-negara yang sudah maju dalam regulasi kripto dan melibatkan pelaku industri, akademisi, dan masyarakat dalam pembuatan regulasi.
Sebab regulasi yang dihasilkan harus benar-benar mampu mendukung inovasi dan perkembangan teknologi blockchain.
Sebagaimana disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hasan Fawzi yang menyatakan bahwa pihaknya sedang mempersiapkan penyesuaian pajak baru untuk transaksi aset kripto.
Pembahasan tersebut merupakan bagian dari proses peralihan pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK yang ditargetkan terealisasi pada awal 2025.
Dengan pengawasan yang dialihkan ke OJK, maka pajak aset kripto diprediksi akan berubah karena aset tersebut akan diklasifikasikan ulang sebagai aset keuangan digital, bukan lagi sebagai komoditas.
Meskipun detail lengkap mengenai aturan baru ini memang masih belum diumumkan secara resmi, beberapa poin penting yang perlu diperhatikan adalah akan adanya penyesuaian tarif pajak atas transaksi kripto.
Ini merupakan salah satu perubahan yang paling dinantikan. Beberapa sumber menyebutkan adanya potensi kenaikan tarif ini, namun angka pasti masih belum terkonfirmasi.
OJK berpotensi memperluas basis pajak yang dikenakan pada transaksi kripto. Hal ini bisa mencakup berbagai jenis aset kripto, tidak hanya yang populer, seperti Bitcoin dan Ethereum.
Dengan aturan baru ini, pengawasan terhadap transaksi kripto diperkirakan akan semakin ketat. Tujuannya, tidak lain adalah untuk meningkatkan transparansi dan mencegah praktik pencucian uang.
OJK juga sepertinya merasa perlu menyesuaikan aturan pajak kripto, antara lain karena industri kripto di Indonesia mengalami pertumbuhan yang sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Hal ini menuntut adanya regulasi yang lebih komprehensif.
Oleh karena itu, aturan pajak yang jelas dan tegas diharapkan dapat mencegah penyalahgunaan aset kripto untuk kegiatan ilegal.
Di sisi lain, dengan aturan baru ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak.
Rencana OJK untuk mengubah aturan pajak kripto ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam mengatur industri aset digital yang semakin berkembang.
Meskipun perubahan ini berpotensi dapat menimbulkan ketidakpastian di pasar, namun pada akhirnya diharapkan dapat menciptakan lingkungan investasi yang lebih sehat dan transparan.
Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti Tirta Karma Senjaya menyampaikan bahwa pihaknya berencana mengusulkan penurunan tarif pajak setengah dari tarif yang berlaku saat ini.
Pernyataan itu disampaikan merespons kekhawatiran pasar yang berlebihan terkait pajak kripto yang ditransaksikan di luar platform yang tidak terdaftar di Bappebti.
Dampak penyesuaian
Pengumuman aturan pajak baru ini tentu akan berdampak signifikan terhadap pasar kripto di Indonesia. Beberapa dampak yang mungkin terjadi, antara lain terkait volatilitas harga. Pengumuman aturan baru dapat memicu volatilitas harga aset kripto dalam jangka pendek.
Meskipun sejumlah pelaku pasar merespons berbeda atas rencana ini. CEO INDODAX Oscar Darmawan misalnya, menyambut baik inisiatif OJK untuk menciptakan regulasi yang lebih komprehensif dan sesuai dengan dinamika industri aset digital saat ini.
Meskipun ia optimistis bahwa peraturan tersebut dapat mendorong pengembangan pasar kripto dalam negeri, tapi tetap saja ia menekankan pentingnya keseimbangan dalam penerapan kebijakan baru tersebut. Tidak bisa ditampik bahwa ada kekhawatiran tersendiri akan regulasi yang terlalu ketat atau memberatkan yang justru dapat menghambat inovasi dan pertumbuhan industri.
Di sisi lain ada potensi perubahan perilaku investor, dimana investor mungkin saja akan mengubah strategi investasi mereka sebagai respons terhadap perubahan aturan pajak. Dan adanya potensi migrasi ke platform lain.
Memang ada kemungkinan pelaku pasar yang akan memilih untuk beralih ke platform perdagangan kripto di negara lain dengan regulasi yang lebih ringan.
Sebenarnya Indonesia bisa dikatakan masih dalam tahap awal dalam mengatur industri kripto. Meskipun sudah ada beberapa aturan yang berlaku, namun masih perlu dilakukan perbaikan dan penyempurnaan agar lebih komprehensif dan sejalan dengan perkembangan industri.
Indonesia perlu belajar dari pengalaman negara lain agar dapat membangun ekosistem kripto yang sehat dan berkelanjutan. Selama ini aturan perpajakan di Indonesia terkait kripto, di antaranya mencakup pengenaan PPN atas setiap transaksi kripto dan PPh Pasal 22 untuk transaksi melalui PTPA, potensi PPh lainnya untuk aktivitas seperti mining.
Secara umum regulasinya masih dinamis dan masih terus berkembang serta belum sedetail negara lain.
Di Singapura, misalnya, diterapkan pajak capital gains dimana keuntungan dari penjualan aset kripto dikenakan pajak capital gains. Negeri itu juga dinilai memiliki kerangka regulasi yang lebih jelas dan komprehensif untuk industri kripto. Saat ini, bahkan Singapura menjadi salah satu pusat perdagangan kripto terbesar di Asia.
Sementara di Amerika Serikat (AS), kripto umumnya diperlakukan sebagai properti, sehingga keuntungan dari penjualan dikenakan pajak capital gains. Aturan pajak kripto di AS sangat kompleks dan bervariasi antarnegara bagian dan negara itu juga terus mengembangkan regulasi kripto, terutama terkait dengan keamanan dan perlindungan investor.
Sementara di Uni Eropa ada kerangka umum untuk regulasi aset kripto, namun implementasinya berbeda-beda di setiap negara anggota. Regulasi di Uni Eropa cenderung lebih fokus pada pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Berkaca dari itu, Indonesia sudah saatnya mengimplementasikan regulasi yang jelas dan konsisten untuk meningkatkan daya tarik sebagai tujuan investasi kripto.
Regulasi yang mendukung inovasi akan mendorong pertumbuhan industri kripto di Tanah Air. Selain itu juga melindungi investor dari penipuan dan manipulasi pasar.
Ke depan perlu koordinasi yang lebih baik antara OJK, Kementerian Keuangan, dan lembaga terkait lainnya. Seiring dengan upaya lain, termasuk belajar dari pengaman negara-negara yang sudah maju dalam regulasi kripto dan melibatkan pelaku industri, akademisi, dan masyarakat dalam pembuatan regulasi.
Sebab regulasi yang dihasilkan harus benar-benar mampu mendukung inovasi dan perkembangan teknologi blockchain.