Jakarta (ANTARA) - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, memanggil beberapa mantan pejabat Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) sebagai saksi penyidikan dugaan korupsi proyek pembangunan shelter korban tsunami di kawasan Pelabuhan Bangsal, Kabupaten Lombok Utara.
"Pemeriksaan di Perwakilan BPKP Provinsi Nusa Tenggara Barat, Jalan Majapahit No. 23, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, berinisial ADH, IRH, LNJ, GMT, DWS, AHP, IMA, IRW, dan RBZ," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Berdasarkan informasi yang dihimpun para saksi tersebut, yakni mantan Kepala Dinas PUPR Provinsi Nusa Tenggara Barat Dwi Sugiyanto (DWS), anggota Tim Pengelola Teknis Proyek Pembangunan TES/Shelter Tsunami NTB Ananto Hariyanto Prasetyo (AHP), Kepala BPBD Lombok Utara periode 2018 Iwan Maret Asmara (IWM), dan Kepala DPPKAD Kabupaten Lombok Utara periode 2017 Irwan (IRW)
Berikutnya Sekretaris Pokja Andria Hidayati (ADH), anggota Pokja Irham (IRH), anggota Pokja dan Sekretaris PPHP Isnaedi Jamhari (INJ), serta dua pihak swasta Gematullah (GMT) dan Robinzandhi (RBZ).
Meski demikian, pihak KPK belum memberikan keterangan lebih lanjut soal materi apa saja yang akan didalami penyidik dalam pemeriksaan tersebut.
Baca juga: KPK sebut sebagian shelter tsunami roboh
Sebelumnya, Senin (8/7), KPK mengumumkan dimulainya penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan tempat evakuasi sementara atau shelter korban tsunami oleh Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Nusa Tenggara Barat pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada tahun 2014.
KPK juga telah menetapkan dua orang tersangka. Meskipun belum menyebut identitas lengkap keduanya, KPK mengungkapkan bahwa tersangka merupakan penyelenggara negara dan pelaksana proyek dari kalangan BUMN.
Kerugian keuangan negara yang muncul dari penyidikan ini mencapai Rp19 miliar. Angka kerugian itu diumumkan KPK bersama dengan adanya penetapan tersangka.
Baca juga: BPBD NTB tunggu putusan pengadilan soal pemanfaatan shelter tsunami di KLU
Pekerjaan proyek pembangunan shelter tsunami di Lombok Utara ini berada di bawah Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Provinsi NTB pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Proyek dikerjakan pada bulan Agustus 2014 oleh kontraktor dengan anggaran Rp21 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Proyek gedung dengan perencanaan dapat menampung 3.000 orang tersebut terungkap sempat ditangani Polda NTB sampai tahap penyelidikan pada tahun 2015.
Pada tahapan tersebut, kepolisian juga melakukan pengecekan bersama ahli konstruksi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Baca juga: Shelter Tsunami di Lombok Utara nasibmu kini
Dari hasil penyelidikan, Polda NTB pada tahun 2016 melakukan gelar perkara dan menyatakan tidak melanjutkan proses hukum dari dugaan korupsi yang muncul dalam pekerjaan proyek tersebut.
Selanjutnya, pada bulan Juli 2017, tercatat PUPR menyerahkan hasil pekerjaan gedung evakuasi sementara itu ke Pemerintah Kabupaten Lombok Utara.
Sekitar satu tahun setelah penyerahan pekerjaan, terjadi bencana gempa bumi di Pulau Lombok dan gedung tersebut turut terkena dampak kerusakan yang cukup parah.
Baca juga: KPK periksa saksi dari BPBD NTB soal dugaan korupsi shelter tsunami
Baca juga: KPK dan BPKP NTB agendakan cek fisik shelter tsunami Lombok Utara
Baca juga: KPK: Pemeriksaan 12 saksi korupsi shelter tsunami di Mataram selesai sehari
"Pemeriksaan di Perwakilan BPKP Provinsi Nusa Tenggara Barat, Jalan Majapahit No. 23, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, berinisial ADH, IRH, LNJ, GMT, DWS, AHP, IMA, IRW, dan RBZ," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis.
Berdasarkan informasi yang dihimpun para saksi tersebut, yakni mantan Kepala Dinas PUPR Provinsi Nusa Tenggara Barat Dwi Sugiyanto (DWS), anggota Tim Pengelola Teknis Proyek Pembangunan TES/Shelter Tsunami NTB Ananto Hariyanto Prasetyo (AHP), Kepala BPBD Lombok Utara periode 2018 Iwan Maret Asmara (IWM), dan Kepala DPPKAD Kabupaten Lombok Utara periode 2017 Irwan (IRW)
Berikutnya Sekretaris Pokja Andria Hidayati (ADH), anggota Pokja Irham (IRH), anggota Pokja dan Sekretaris PPHP Isnaedi Jamhari (INJ), serta dua pihak swasta Gematullah (GMT) dan Robinzandhi (RBZ).
Meski demikian, pihak KPK belum memberikan keterangan lebih lanjut soal materi apa saja yang akan didalami penyidik dalam pemeriksaan tersebut.
Baca juga: KPK sebut sebagian shelter tsunami roboh
Sebelumnya, Senin (8/7), KPK mengumumkan dimulainya penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan tempat evakuasi sementara atau shelter korban tsunami oleh Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan Provinsi Nusa Tenggara Barat pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada tahun 2014.
KPK juga telah menetapkan dua orang tersangka. Meskipun belum menyebut identitas lengkap keduanya, KPK mengungkapkan bahwa tersangka merupakan penyelenggara negara dan pelaksana proyek dari kalangan BUMN.
Kerugian keuangan negara yang muncul dari penyidikan ini mencapai Rp19 miliar. Angka kerugian itu diumumkan KPK bersama dengan adanya penetapan tersangka.
Baca juga: BPBD NTB tunggu putusan pengadilan soal pemanfaatan shelter tsunami di KLU
Pekerjaan proyek pembangunan shelter tsunami di Lombok Utara ini berada di bawah Satuan Kerja Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) Provinsi NTB pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Proyek dikerjakan pada bulan Agustus 2014 oleh kontraktor dengan anggaran Rp21 miliar yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Proyek gedung dengan perencanaan dapat menampung 3.000 orang tersebut terungkap sempat ditangani Polda NTB sampai tahap penyelidikan pada tahun 2015.
Pada tahapan tersebut, kepolisian juga melakukan pengecekan bersama ahli konstruksi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Baca juga: Shelter Tsunami di Lombok Utara nasibmu kini
Dari hasil penyelidikan, Polda NTB pada tahun 2016 melakukan gelar perkara dan menyatakan tidak melanjutkan proses hukum dari dugaan korupsi yang muncul dalam pekerjaan proyek tersebut.
Selanjutnya, pada bulan Juli 2017, tercatat PUPR menyerahkan hasil pekerjaan gedung evakuasi sementara itu ke Pemerintah Kabupaten Lombok Utara.
Sekitar satu tahun setelah penyerahan pekerjaan, terjadi bencana gempa bumi di Pulau Lombok dan gedung tersebut turut terkena dampak kerusakan yang cukup parah.
Baca juga: KPK periksa saksi dari BPBD NTB soal dugaan korupsi shelter tsunami
Baca juga: KPK dan BPKP NTB agendakan cek fisik shelter tsunami Lombok Utara
Baca juga: KPK: Pemeriksaan 12 saksi korupsi shelter tsunami di Mataram selesai sehari