Mataram (ANTARA) - Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dari Januari-Oktober 2024 menangani 40 kasus kekerasan terhadap anak.
"Sebanyak 40 kasus kekerasan anak itu saat ini masih dalam proses pendampingan," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram Dewi Mardiana Ariany di Mataram, Selasa.
Dikatakan, jumlah kekerasan terhadap anak yang ditangani saat ini meningkat sebanyak 10 kasus jika dibandingkan data Agustus 2024 jumlah kasus kekerasan terhadap anak tercatat sebanyak 30 kasus.
Baca juga: Disdik: Sekolah-orang tua di Mataram perlu sinergi cegah kekerasan anak
Kasus kekerasan terhadap anak yang ditangani selama ini didominasi dengan tiga jenis yakni kekerasan seksual, penelantaran anak, dan perundungan (bullying).
Menurutnya, dalam proses penanganan kasus kekerasan mulai dari laporan hingga selesai, semua terpantau langsung oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) melalui sistem informasi pelaporan online (Simponi).
"Setiap tahap penanganan kasus kekerasan, kita laporkan ke KPPA melalui aplikasi Simponi," katanya.
Terkait dengan itu, pihaknya mengajak peran serta masyarakat agar berani bicara dan melapor ketika menjadi korban atau menemukan indikasi kekerasan anak termasuk kekerasan perempuan di sekitarnya.
"Peran serta orang tua, keluarga, dan masyarakat sangat penting, sebab pemerintah tidak bisa menindaklanjuti kasus tanpa ada laporan dari orang tua atau warga," katanya.
Baca juga: DP3A Mataram bangga menerima laporan kasus kekerasan anak dan perempuan
Dewi mengakui, angka kekerasan terhadap anak yang saat ini sudah mencapai 40 kasus, cenderung naik jika dibandingkan kasus selama 2023 sebanyak 44 kasus.
"Tahun 2024 masih ada waktu dua bulan lagi. Kalau tidak ada tambahan kasus, kami bisa mencatat terjadi penurunan kasus," katanya.
Kendati demikian, lanjut Dewi, pihaknya mengakui bangga menerima laporan tindak kekerasan anak dan perempuan yang dilakukan oleh masyarakat di kota itu.
"Semakin banyak kami terima laporan kekerasan anak bukan berarti buruk, sebaliknya kami harus bangga karena ini bukti masyarakat berani bersuara," katanya.
Baca juga: Sebanyak 50 kasus kekerasan anak dan perempuan terjadi di Mataram
Dengan melihat jumlah kasus itu, tidak membuat pihaknya malu dan minder, justru sebaliknya senang karena masyarakat berani dan mau bersuara melaporkan kasus-kasus tersebut.
"Kalau masyarakat hanya diam dan tidak melapor, maka tindak kekerasan bisa terus terjadi karena pelaku tidak mendapatkan hukum yang setimpal," katanya.
Laporan tindak kekerasan anak juga menjadi bagian pemenuhan hak-hak anak untuk mewujudkan Mataram sebagai Kota Layak Anak.
"Kalau korban cepat kami tangani, maka pemulihan terhadap luka, trauma, dan dampak lainnya bisa cepat diobati," katanya.
Sementara kasus kekerasan perempuan yang ditangani saat ini tercatat sebanyak 20 kasus. Dari 20 kasus itu, sebagian sudah selesai dan sisanya masih proses.
"Jadi total kasus yang kami tangani untuk kekerasan anak dan perempuan sebanyak 60 kasus," katanya.
Baca juga: DP3A edukasi kepala lingkungan manajemen kasus kekerasan di Mataram
Baca juga: Cegah kekerasan anak, Disdik Mataram bentuk TPPK di sekolah
"Sebanyak 40 kasus kekerasan anak itu saat ini masih dalam proses pendampingan," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram Dewi Mardiana Ariany di Mataram, Selasa.
Dikatakan, jumlah kekerasan terhadap anak yang ditangani saat ini meningkat sebanyak 10 kasus jika dibandingkan data Agustus 2024 jumlah kasus kekerasan terhadap anak tercatat sebanyak 30 kasus.
Baca juga: Disdik: Sekolah-orang tua di Mataram perlu sinergi cegah kekerasan anak
Kasus kekerasan terhadap anak yang ditangani selama ini didominasi dengan tiga jenis yakni kekerasan seksual, penelantaran anak, dan perundungan (bullying).
Menurutnya, dalam proses penanganan kasus kekerasan mulai dari laporan hingga selesai, semua terpantau langsung oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) melalui sistem informasi pelaporan online (Simponi).
"Setiap tahap penanganan kasus kekerasan, kita laporkan ke KPPA melalui aplikasi Simponi," katanya.
Terkait dengan itu, pihaknya mengajak peran serta masyarakat agar berani bicara dan melapor ketika menjadi korban atau menemukan indikasi kekerasan anak termasuk kekerasan perempuan di sekitarnya.
"Peran serta orang tua, keluarga, dan masyarakat sangat penting, sebab pemerintah tidak bisa menindaklanjuti kasus tanpa ada laporan dari orang tua atau warga," katanya.
Baca juga: DP3A Mataram bangga menerima laporan kasus kekerasan anak dan perempuan
Dewi mengakui, angka kekerasan terhadap anak yang saat ini sudah mencapai 40 kasus, cenderung naik jika dibandingkan kasus selama 2023 sebanyak 44 kasus.
"Tahun 2024 masih ada waktu dua bulan lagi. Kalau tidak ada tambahan kasus, kami bisa mencatat terjadi penurunan kasus," katanya.
Kendati demikian, lanjut Dewi, pihaknya mengakui bangga menerima laporan tindak kekerasan anak dan perempuan yang dilakukan oleh masyarakat di kota itu.
"Semakin banyak kami terima laporan kekerasan anak bukan berarti buruk, sebaliknya kami harus bangga karena ini bukti masyarakat berani bersuara," katanya.
Baca juga: Sebanyak 50 kasus kekerasan anak dan perempuan terjadi di Mataram
Dengan melihat jumlah kasus itu, tidak membuat pihaknya malu dan minder, justru sebaliknya senang karena masyarakat berani dan mau bersuara melaporkan kasus-kasus tersebut.
"Kalau masyarakat hanya diam dan tidak melapor, maka tindak kekerasan bisa terus terjadi karena pelaku tidak mendapatkan hukum yang setimpal," katanya.
Laporan tindak kekerasan anak juga menjadi bagian pemenuhan hak-hak anak untuk mewujudkan Mataram sebagai Kota Layak Anak.
"Kalau korban cepat kami tangani, maka pemulihan terhadap luka, trauma, dan dampak lainnya bisa cepat diobati," katanya.
Sementara kasus kekerasan perempuan yang ditangani saat ini tercatat sebanyak 20 kasus. Dari 20 kasus itu, sebagian sudah selesai dan sisanya masih proses.
"Jadi total kasus yang kami tangani untuk kekerasan anak dan perempuan sebanyak 60 kasus," katanya.
Baca juga: DP3A edukasi kepala lingkungan manajemen kasus kekerasan di Mataram
Baca juga: Cegah kekerasan anak, Disdik Mataram bentuk TPPK di sekolah