Surabaya (ANTARA) - Salam Lestari !
Tulisan ini pasti membosankan, tapi saya tetap ingin menjelaskan, agar kita semua menyadari betapa pentingnya fungsi hutan.
Hutan meminimalisir bencana alam, seperti banjir dan tanah longsor.
Hutan juga meminimalisir bencana kekeringan, karena menyediakan kebutuhan air dari sumber mata air bersih alami.
Hutan bahkan juga menyediakan kebutuhan nabati, kebutuhan daging dari satwa buruan seperti Babi Hutan atau Rusa, saat populasinya melimpah.
Indonesia masuk dalam negara yang memiliki hutan terluas nomer tiga di dunia, seluas 120 Juta Hektar (Ha), tadinya.
Berdasarkan data Badan Informasi Geospasial (BIG), luas hutan Indonesia pada tahun 2022 tinggal hanya 102,53 juta Hektare (Ha).
Sebagian besarnya berada di Pulau Papua, yakni 33,12 juta Ha atau 32,2% dari total luas tutupan hutan Indonesia.
Hutan terluas berikutnya ada di Kalimantan, yakni 31,10 juta Ha (30,3%).
Kemudian di Sumatra luas hutannya 16,01 juta Ha (15,6%), dan Sulawesi 10,86 juta Ha (10,6%).
Sementara luas hutan di Maluku 6,37 juta Ha (6,2%), Jawa 2,77 juta Ha (2,7%), dan Bali-Nusa Tenggara 2,3 juta Ha (2,2%).
Adapun total luas tutupan hutan Indonesia pada 2022 berkurang sekitar 1,33 juta Ha atau turun 0,7% dibanding 2018.
Selama 2018-2022, pengurangan luas hutan terjadi di seluruh pulau besar Indonesia.
Hutan yang hilang paling banyak berada di Pulau Kalimantan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporan Sistem Terintegrasi Neraca Lingkungan dan Ekonomi Indonesia 2018-2022, luas hutan berkurang karena berbagai faktor, yaitu peristiwa alam, penebangan hutan, dan reklasifikasi area hutan menjadi non-hutan.
Namun, BPS tidak merinci faktor mana yang paling dominan dalam pengurangan luas hutan Indonesia.
Hutan di Indonesia rata-rata Berkurang 1,3 Juta Hektare dalam setiap 5 Tahun.
Kejahatan kehutanan berjalan pararel dengan kepunahan satwa yang dilindungi.
Di era orde baru hutan kita dijarah untuk diambil kayunya.
Di era reformasi hutan kita di eksploitasi menjadi Kebun Sawit.
Di era sekarang hutan kita di kuras perutnya untuk Tambang.
Membiarkan kerusakan hutan oleh para cukong adalah pemakluman atas kepunahan isi hutan, termasuk satwa liar yang langka dan dilindungi.
Kala Jokowi dilantik menjadi presiden Republik Indonesia, saya yakin teman-teman Rimbawan dan Sahabat Lestari memiliki secercah harapan seperti saya.
Karena Jokowi adalah seorang Insinyur Kehutanan, walau tidak ahli tentang bidang Konservasi, minimal kami yakin bahwa Jokowi punya jiwa dan naluri akan "Kelestarian".
Namun selama hampir sepuluh tahun Jokowi memimpin negeri ini, kami tidak melihat langkah taktis Jokowi dalam upaya penyelamatan hutan secara hakiki.
Justru diakhir masa jabatannya, Jokowi membuat mega proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan.
Dimana Kalimantan adalah pulau nomer dua di Indonesia yang memiliki hutan terbesar, yakni 31,10 juta Ha (30,3%), setelah Papua, yakni 33,12 juta Ha atau 32,2% dari total luas tutupan hutan Indonesia.
Dan saat ini Kalimantan mengalami pengrusakan hutan terbesar di Indonesia setelah Sumatera yang hutannya tersisa hanya 16,01 juta Ha (15,6%).
Para Rimbawan dan Sahabat Lestari harus tetap bersuara, karena :
"Orang Pandai Diam, Orang Bodoh akan Semena-mena, Orang Baik Diam, Orang Jahat Akan Makin Berkuasa"
Departemen Lingkungan Hidup dan Departemen Kehutanan harus dipisah kembali, menterinya dari akademisi yang mumpuni, bukan kader Parpol.
Kenapa harus dipisah ?
Kehutanan itu
sumber kehidupan, dari dan oleh hutan.
Bagaimana memanfaatkan sumber kehidupan berkelanjutan ?
Lingkungan Hidup, menjaga bagaimana proses pemanfaatan bisa berkelanjutan dan tidak rusak.
Jadi kedudukan Lingkungan Hidup harusnya lebih tinggi dari Kehutanan.
Semua ijin pemanfaatan hutan harus dievaluasi kembali, kita butuh sosok berani, jujur dan bijaksana memimpin dua departemen ini.
Undang-undang No 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan
Ekosistem, Pasal 21 tentang hukuman sudah kadaluwarsa, harus segera direvisi.
Biar langit runtuh, hukum harus ditegakkan, dan dengan tanpa pandang bulu.
Saya yakin para Rimbawan dan Sahabat Lestari juga memiliki pola pikir dan komitmen yang sama dengan saya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) era Presiden Jokowi telah gagal.
Gagal menjaga dan mengfungsikan hutan.
Gagal melestarikan Satwa Liar yang dilindungi.
26 Individu Badak Jawa dibunuh.
Puluhan Gajah Sumatera dibantai.
Puluhan Harimau Sumatera tewas sia - sia.
Belum lagi puluhan jenis satwa liar lainnya.
Ijin pemanfaatan hutan diumbar.
Ijin import dan ijin memelihara satwa liar diobral.
Aparat penegak hukum mandul, pelanggaran kasat mata, sudah seharusnya Polri, Kejaksaan bahkan KPK turun tangan, bukan hanya berpangku tangan.
"Kau Peduli, Aku Lestari"
*) Penulis adalah Koordinator Aliansi Pecinta Satwa Liar Indonesia (APECSI)
Tulisan ini pasti membosankan, tapi saya tetap ingin menjelaskan, agar kita semua menyadari betapa pentingnya fungsi hutan.
Hutan meminimalisir bencana alam, seperti banjir dan tanah longsor.
Hutan juga meminimalisir bencana kekeringan, karena menyediakan kebutuhan air dari sumber mata air bersih alami.
Hutan bahkan juga menyediakan kebutuhan nabati, kebutuhan daging dari satwa buruan seperti Babi Hutan atau Rusa, saat populasinya melimpah.
Indonesia masuk dalam negara yang memiliki hutan terluas nomer tiga di dunia, seluas 120 Juta Hektar (Ha), tadinya.
Berdasarkan data Badan Informasi Geospasial (BIG), luas hutan Indonesia pada tahun 2022 tinggal hanya 102,53 juta Hektare (Ha).
Sebagian besarnya berada di Pulau Papua, yakni 33,12 juta Ha atau 32,2% dari total luas tutupan hutan Indonesia.
Hutan terluas berikutnya ada di Kalimantan, yakni 31,10 juta Ha (30,3%).
Kemudian di Sumatra luas hutannya 16,01 juta Ha (15,6%), dan Sulawesi 10,86 juta Ha (10,6%).
Sementara luas hutan di Maluku 6,37 juta Ha (6,2%), Jawa 2,77 juta Ha (2,7%), dan Bali-Nusa Tenggara 2,3 juta Ha (2,2%).
Adapun total luas tutupan hutan Indonesia pada 2022 berkurang sekitar 1,33 juta Ha atau turun 0,7% dibanding 2018.
Selama 2018-2022, pengurangan luas hutan terjadi di seluruh pulau besar Indonesia.
Hutan yang hilang paling banyak berada di Pulau Kalimantan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporan Sistem Terintegrasi Neraca Lingkungan dan Ekonomi Indonesia 2018-2022, luas hutan berkurang karena berbagai faktor, yaitu peristiwa alam, penebangan hutan, dan reklasifikasi area hutan menjadi non-hutan.
Namun, BPS tidak merinci faktor mana yang paling dominan dalam pengurangan luas hutan Indonesia.
Hutan di Indonesia rata-rata Berkurang 1,3 Juta Hektare dalam setiap 5 Tahun.
Kejahatan kehutanan berjalan pararel dengan kepunahan satwa yang dilindungi.
Di era orde baru hutan kita dijarah untuk diambil kayunya.
Di era reformasi hutan kita di eksploitasi menjadi Kebun Sawit.
Di era sekarang hutan kita di kuras perutnya untuk Tambang.
Membiarkan kerusakan hutan oleh para cukong adalah pemakluman atas kepunahan isi hutan, termasuk satwa liar yang langka dan dilindungi.
Kala Jokowi dilantik menjadi presiden Republik Indonesia, saya yakin teman-teman Rimbawan dan Sahabat Lestari memiliki secercah harapan seperti saya.
Karena Jokowi adalah seorang Insinyur Kehutanan, walau tidak ahli tentang bidang Konservasi, minimal kami yakin bahwa Jokowi punya jiwa dan naluri akan "Kelestarian".
Namun selama hampir sepuluh tahun Jokowi memimpin negeri ini, kami tidak melihat langkah taktis Jokowi dalam upaya penyelamatan hutan secara hakiki.
Justru diakhir masa jabatannya, Jokowi membuat mega proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan.
Dimana Kalimantan adalah pulau nomer dua di Indonesia yang memiliki hutan terbesar, yakni 31,10 juta Ha (30,3%), setelah Papua, yakni 33,12 juta Ha atau 32,2% dari total luas tutupan hutan Indonesia.
Dan saat ini Kalimantan mengalami pengrusakan hutan terbesar di Indonesia setelah Sumatera yang hutannya tersisa hanya 16,01 juta Ha (15,6%).
Para Rimbawan dan Sahabat Lestari harus tetap bersuara, karena :
"Orang Pandai Diam, Orang Bodoh akan Semena-mena, Orang Baik Diam, Orang Jahat Akan Makin Berkuasa"
Departemen Lingkungan Hidup dan Departemen Kehutanan harus dipisah kembali, menterinya dari akademisi yang mumpuni, bukan kader Parpol.
Kenapa harus dipisah ?
Kehutanan itu
sumber kehidupan, dari dan oleh hutan.
Bagaimana memanfaatkan sumber kehidupan berkelanjutan ?
Lingkungan Hidup, menjaga bagaimana proses pemanfaatan bisa berkelanjutan dan tidak rusak.
Jadi kedudukan Lingkungan Hidup harusnya lebih tinggi dari Kehutanan.
Semua ijin pemanfaatan hutan harus dievaluasi kembali, kita butuh sosok berani, jujur dan bijaksana memimpin dua departemen ini.
Undang-undang No 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan
Ekosistem, Pasal 21 tentang hukuman sudah kadaluwarsa, harus segera direvisi.
Biar langit runtuh, hukum harus ditegakkan, dan dengan tanpa pandang bulu.
Saya yakin para Rimbawan dan Sahabat Lestari juga memiliki pola pikir dan komitmen yang sama dengan saya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) era Presiden Jokowi telah gagal.
Gagal menjaga dan mengfungsikan hutan.
Gagal melestarikan Satwa Liar yang dilindungi.
26 Individu Badak Jawa dibunuh.
Puluhan Gajah Sumatera dibantai.
Puluhan Harimau Sumatera tewas sia - sia.
Belum lagi puluhan jenis satwa liar lainnya.
Ijin pemanfaatan hutan diumbar.
Ijin import dan ijin memelihara satwa liar diobral.
Aparat penegak hukum mandul, pelanggaran kasat mata, sudah seharusnya Polri, Kejaksaan bahkan KPK turun tangan, bukan hanya berpangku tangan.
"Kau Peduli, Aku Lestari"
*) Penulis adalah Koordinator Aliansi Pecinta Satwa Liar Indonesia (APECSI)