Mataram (Antaranews NTB) - Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Nusa Tenggara Barat menyatakan banjir bandang yang melanda sejumlah dusun di Dompu pada Jumat (9/11) sore hingga Sabtu (10/11) pagi akibat kawasan hutan di wilayah hulu dalam keadaan gundul.
Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup NTB Madani Mukarom di Mataram, mengatakan dari hasil foto udara terdapat sekitar 3.000 pohon jati yang rusak dan dibabat oleh warga di wilayah Kecamatan Kempo.
"Semua hutan di kawasan itu sudah rusak dan gundul. Bahkan, kerusakan parah ini terjadi di seluruh Dompu," ungkapnya.
Dia menjelaskan sebelum terjadi banjir yang dipicu fluktuasi curah hujan selama dua minggu belakangan ini, petugas sempat mematikan api yang dibakar warga setempat di areal hutan produksi.
Namun, kata dia, terjadi insiden dengan kelompok masyarakat, yakni petugas dihadang mereka dengan membawa parang.
"Kalau di wilayah Dompu, memang banyak kasus pembakaran hutan, bahkan polisi juga dihadang oleh masyarakat. Jadi, kalau sekarang terjadi banjir akibat hujan itu sangat wajar, karena memang daerah hulunya sudah rusak," katanya.
Ia mengakui secara keseluruhan total areal hutan di NTB yang rusak dan tarafnya mengkhawatirkan sekitar 896 ribu hektare dengan rincian, hutan virgin yang terbuka mencapai 580 ribu hektare.
Selain itu, sekitar 316 ribu hektare rusak akibat pertanian lahan kering untuk ditanami jagung oleh masyarakat.
"Dari total 896 ribu hektare yang rusak itu, sekitar 35-40 persen di antaranya berada di wilayah Pulau Sumbawa," ucapnya.
Ia menilai kesadaran masyarakat dalam menjaga wilayah hutan relatif sangat minim.
Hal itu, katanya, menyusul pengaruh provokasi terkait dengan adanya keuntungan berlebih kalau mengubah areal hutan produksi menjadi areal perkebunan yang kini terjadi secara masif.
Bahkan, kata dia, di wilayah Pulau Sumbawa saat ini, bukan saja kawasan hutan yang dibabat habis, namun areal perkebunan dan perbukitan di wilayah perbukitan juga sudah mulai gundul.
Padahal, lanjut Madani, masyarakat Pulau Sumbawa, mulai Kabupaten Sumbawa, Dompu, Kota Bima, dan Kabupaten Bima, dahulunya gemar menanam kayu jati dan sengon.
"Tapi, sekarang kebiasaan menanam di kebun milik mereka sudah pudar gara-gara adanya provokasi mengubah perilaku dari menanam kayu menjadi menanam jagung. Daerah yang dulunya hijau, kini berubah jadi perkebunan jagung," kata dia.
Terkait dengan pengawasan terhadap pembalakan liar, pihaknya tetap melakukannya, salah satunya menerjunkan tim terpadu bersama aparat kepolisan dan TNI. Bahkan, patroli rutin 24 jam intensif dilakukan.
Namun demikian, dia mengakui bahwa jumlah personel Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup dirasa terbatas menjangkau luasan areal kawasan hutan di NTB.?
"Kalau rasio petugas kita dengan areal hutan adalah 1:2.200. Itu artinya, satu Kota Mataram, petugas kita hanya ada dua orang yang mengawalnya. Jadi, bisa kita bayangkan bagaimana kesulitan petugas kami di lapangan menjaga hutan ini," katanya.
Kepala Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup NTB Madani Mukarom di Mataram, mengatakan dari hasil foto udara terdapat sekitar 3.000 pohon jati yang rusak dan dibabat oleh warga di wilayah Kecamatan Kempo.
"Semua hutan di kawasan itu sudah rusak dan gundul. Bahkan, kerusakan parah ini terjadi di seluruh Dompu," ungkapnya.
Dia menjelaskan sebelum terjadi banjir yang dipicu fluktuasi curah hujan selama dua minggu belakangan ini, petugas sempat mematikan api yang dibakar warga setempat di areal hutan produksi.
Namun, kata dia, terjadi insiden dengan kelompok masyarakat, yakni petugas dihadang mereka dengan membawa parang.
"Kalau di wilayah Dompu, memang banyak kasus pembakaran hutan, bahkan polisi juga dihadang oleh masyarakat. Jadi, kalau sekarang terjadi banjir akibat hujan itu sangat wajar, karena memang daerah hulunya sudah rusak," katanya.
Ia mengakui secara keseluruhan total areal hutan di NTB yang rusak dan tarafnya mengkhawatirkan sekitar 896 ribu hektare dengan rincian, hutan virgin yang terbuka mencapai 580 ribu hektare.
Selain itu, sekitar 316 ribu hektare rusak akibat pertanian lahan kering untuk ditanami jagung oleh masyarakat.
"Dari total 896 ribu hektare yang rusak itu, sekitar 35-40 persen di antaranya berada di wilayah Pulau Sumbawa," ucapnya.
Ia menilai kesadaran masyarakat dalam menjaga wilayah hutan relatif sangat minim.
Hal itu, katanya, menyusul pengaruh provokasi terkait dengan adanya keuntungan berlebih kalau mengubah areal hutan produksi menjadi areal perkebunan yang kini terjadi secara masif.
Bahkan, kata dia, di wilayah Pulau Sumbawa saat ini, bukan saja kawasan hutan yang dibabat habis, namun areal perkebunan dan perbukitan di wilayah perbukitan juga sudah mulai gundul.
Padahal, lanjut Madani, masyarakat Pulau Sumbawa, mulai Kabupaten Sumbawa, Dompu, Kota Bima, dan Kabupaten Bima, dahulunya gemar menanam kayu jati dan sengon.
"Tapi, sekarang kebiasaan menanam di kebun milik mereka sudah pudar gara-gara adanya provokasi mengubah perilaku dari menanam kayu menjadi menanam jagung. Daerah yang dulunya hijau, kini berubah jadi perkebunan jagung," kata dia.
Terkait dengan pengawasan terhadap pembalakan liar, pihaknya tetap melakukannya, salah satunya menerjunkan tim terpadu bersama aparat kepolisan dan TNI. Bahkan, patroli rutin 24 jam intensif dilakukan.
Namun demikian, dia mengakui bahwa jumlah personel Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup dirasa terbatas menjangkau luasan areal kawasan hutan di NTB.?
"Kalau rasio petugas kita dengan areal hutan adalah 1:2.200. Itu artinya, satu Kota Mataram, petugas kita hanya ada dua orang yang mengawalnya. Jadi, bisa kita bayangkan bagaimana kesulitan petugas kami di lapangan menjaga hutan ini," katanya.