Dompu, Nusa Tenggara Barat (ANTARA) - Dosen Program Studi Teknik Geofisika Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya M. Haris Miftakhul Fajar mengatakan kegiatan pertambangan mempengaruhi kondisi air tanah dan acapkali membuat daerah sekitar pertambangan menjadi kering.
"Perusahaan tambang tidak boleh mengalirkan air hasil dewatering langsung ke saluran sungai, Perusahaan harus berupaya mengembalikan lagi air tersebut ke dalam tanah" ujarnya saat diwawancarai usai memberikan materi geologi dalam pelatihan jurnalistik di Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin.
Haris menjelaskan aktivitas tambang terbuka bersifat memotong topografi dan seringkali memotong jalur aliran air tanah. Saat jalur aliran air tanah ini terpotong, maka akan ada genangan di dalam tambang. Genangan air tanah di tambang terbuka perlu diatasi dengan teknik rekayasa.
Perusahaan tambang melakukan teknik rekayasa dengan menyedot air tanah yang menggenang di dasar tambang terbuka atau dewatering.
Menurut Haris, air tanah yang diambil di kawasan tambang bukan hanya ada di daerah tambang terebut saja, tetapi juga area di sekitar tambang dengan radius yang luas.
Air tanah yang diambil bisa sangat jauh tergantung dari radius of influence, permeabilitas tanah atau kemampuan tanah mengalirkan air melalui pori pori tanah, hingga jumlah air tanah.
Penurunan cadangan air tanah akibat aktivitas tambang berupa dewatering telah banyak terjadi, seperti tambang terbuka batu bara di China, atau tambang terbuka emas di Columbia. Penurunan muka air tanah disekitar pertambangan tersebut menjadi penyebab terjadinya kekeringan.
Padahal air tanah menjadi sumber sangat penting dalam mensuplai kebutuhan air bersih. Masih sekitar 50% air bersih kita disuplai dari air tanah.
"Saat perusahaan mengambil air tanah, maka perusahaan tidak boleh menjadikan air itu sebagai air permukaan karena dapat mempengaruhi neraca air tanah. Perusahaan harus mengembalikan air tanah ke dalam tanah," ucap Haris.
Baca juga: ANTARA NTB dan STM gelar Lomba penulisan feature pertambangan
Baca juga: ANTARA NTB bersama PWI dan STM gelar pelatihan jurnalistik di Dompu
"Perusahaan tambang tidak boleh mengalirkan air hasil dewatering langsung ke saluran sungai, Perusahaan harus berupaya mengembalikan lagi air tersebut ke dalam tanah" ujarnya saat diwawancarai usai memberikan materi geologi dalam pelatihan jurnalistik di Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin.
Haris menjelaskan aktivitas tambang terbuka bersifat memotong topografi dan seringkali memotong jalur aliran air tanah. Saat jalur aliran air tanah ini terpotong, maka akan ada genangan di dalam tambang. Genangan air tanah di tambang terbuka perlu diatasi dengan teknik rekayasa.
Perusahaan tambang melakukan teknik rekayasa dengan menyedot air tanah yang menggenang di dasar tambang terbuka atau dewatering.
Menurut Haris, air tanah yang diambil di kawasan tambang bukan hanya ada di daerah tambang terebut saja, tetapi juga area di sekitar tambang dengan radius yang luas.
Air tanah yang diambil bisa sangat jauh tergantung dari radius of influence, permeabilitas tanah atau kemampuan tanah mengalirkan air melalui pori pori tanah, hingga jumlah air tanah.
Penurunan cadangan air tanah akibat aktivitas tambang berupa dewatering telah banyak terjadi, seperti tambang terbuka batu bara di China, atau tambang terbuka emas di Columbia. Penurunan muka air tanah disekitar pertambangan tersebut menjadi penyebab terjadinya kekeringan.
Padahal air tanah menjadi sumber sangat penting dalam mensuplai kebutuhan air bersih. Masih sekitar 50% air bersih kita disuplai dari air tanah.
"Saat perusahaan mengambil air tanah, maka perusahaan tidak boleh menjadikan air itu sebagai air permukaan karena dapat mempengaruhi neraca air tanah. Perusahaan harus mengembalikan air tanah ke dalam tanah," ucap Haris.
Baca juga: ANTARA NTB dan STM gelar Lomba penulisan feature pertambangan
Baca juga: ANTARA NTB bersama PWI dan STM gelar pelatihan jurnalistik di Dompu