Mataram (ANTARA) - Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Nusa Tenggara Barat memperkirakan pertumbuhan ekonomi NTB pada tahun 2025 akan melambat dibanding tahun sebelumnya. Namun menariknya, tanpa sektor tambang, pertumbuhan justru bisa lebih tinggi karena sektor pertanian kembali menunjukkan peran strategisnya.
Kepala Perwakilan BI Provinsi Nusa Tenggara Barat, Berry Arifsyah Harahap dalam keterangannya di Mataram, Kamis, menyebutkan bahwa ekonomi NTB diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 2,5 hingga 3,3 persen pada 2025. Namun, jika kontribusi sektor pertambangan dikeluarkan dari perhitungan, pertumbuhan bisa mencapai 6,1 hingga 6,9 persen, terutama berkat sektor pertanian.
"Cuaca yang lebih stabil sepanjang 2025 dan program swasembada pangan pemerintah mendukung kinerja lapangan usaha pertanian," ujar Berry.
Pada tahun 2024 lalu, pertumbuhan ekonomi NTB tercatat sebesar 5,30 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), melonjak dibandingkan 2023 yang hanya tumbuh 1,80 persen. Lonjakan ini terutama ditopang oleh relaksasi ekspor konsentrat tembaga dan tetap kuatnya konsumsi rumah tangga.
Baca juga: Lapangan usaha pertanian topang laju pertumbuhan ekonomi di NTB
Namun, Berry mengakui bahwa pada 2025, pertumbuhan diperkirakan akan sedikit melandai dan berada di bawah rata-rata nasional. Meski demikian, sinyal positif masih terlihat jelas, terutama dari sektor pertanian dan perdagangan yang semakin menggeliat.
"Konsumsi rumah tangga diperkirakan tetap tinggi, sebesar 5,16 persen, bahkan berada di atas nasional. Ini menunjukkan daya beli masyarakat NTB masih terjaga, salah satunya karena panen sektor pertanian," jelasnya.
Ia mencontohkan keberhasilan Bulog yang membeli sekitar 10 persen gabah hasil panen petani, sementara sisanya diserap oleh sektor swasta. Begitu juga dengan jagung. Produksi jagung NTB cukup besar dan sebagian besar terserap pasar.
Panen yang melimpah, menurut Berry, akan kembali terlihat pada triwulan II tahun 2025. Hal ini menjadi faktor penting dalam menjaga konsumsi masyarakat tetap stabil, di tengah pelambatan sektor tambang.
Baca juga: Menteri Pertanian ingin Sumbawa jadi sentra industri hilir jagung dan sapi
Tak hanya konsumsi rumah tangga, ekspor nontambang dari NTB juga menunjukkan tren positif. Komoditas seperti vanili organik, ikan tuna, udang, dan rumput laut menjadi andalan baru NTB di pasar internasional.
"Ekspor nontambang masih bagus, seperti vanili organik dan ikan tuna dari NTB yang kualitasnya sangat tinggi. Produk-produk ini punya pasar sendiri karena dianggap sehat dan negara seperti Jepang, Eropa, serta Amerika Serikat punya daya beli tinggi untuk makanan sehat," katanya.
Ia menambahkan, ketergantungan terhadap sektor tambang sebaiknya mulai dikurangi secara bertahap, karena pertanian dan pariwisata berpotensi menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru yang lebih berkelanjutan.
Baca juga: Pemprov NTB klasterisasi lahan pertanian sesuai potensi desa
Dengan berbagai capaian tersebut, Berry menilai bahwa pemerintah daerah di Nusa Tenggara Barat, perlu lebih serius dalam menyusun kebijakan strategis untuk memperkuat sektor pertanian dan perdagangan.
"Kami di BI NTB juga terus berkomitmen untuk mendorong ekspor komoditas nontambang. Salah satunya melalui perluasan lahan tanam vanili organik. Awalnya hanya di Lombok Timur dan Lombok Utara, sekarang sudah merambah ke Narmada, Lombok Barat, hingga Pulau Sumbawa," ucapnya.
Baca juga: Gubernur Iqbal pimpin rapat revitalisasi irigasi pertanian di NTB