Mataram (ANTARA) - Dewan Pengupahan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menyepakati upah minimum provinsi (UMP) 2025 naik menjadi Rp2,6 juta lebih dari sebelumnya di 2024 sebesar Rp2,4 juta lebih atau mengalami kenaikan sebesar Rp158.864.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi NTB yang juga selaku Ketua Dewan Pengupahan NTB, I Gede Putu Aryadi, mengatakan kenaikan UMP ini disepakati pada sidang Dewan Pengupahan NTB dengan agenda utama membahas penghitungan besaran UMP 2025 berpedoman pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 16 Tahun 2024 sebagai dasar bagi gubernur untuk menetapkan UMP 2025.
"Sidang kali ini memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengeluarkan klaster ketenagakerjaan dari Undang-undang Cipta Kerja. Keputusan tersebut mewajibkan pemerintah menyusun aturan baru, sehingga kebijakan terkait upah minimum 2025 kini merujuk pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024," ujarnya usai sidang Dewan Pengupahan NTB di Mataram, Jumat.
Baca juga: Pemprov berharap kenaikan UMP NTB jadi Rp2,6 juta diterima semua pihak
Berdasarkan Permenaker tersebut, Gubernur NTB diwajibkan menetapkan UMP 2025 paling lambat 11 Desember 2024. Adapun UMK, penetapannya dilakukan paling lambat 18 Desember 2024. Formulasi kenaikan upah minimum telah ditetapkan sebesar 6,5 persen dari UMP tahun 2024.
"Perhitungannya sudah sangat jelas, yaitu UMP 2024 ditambah nilai kenaikan sebesar 6,5 persen. Formula ini akan menjadi acuan bagi kita untuk segera menetapkan rekomendasi kepada Gubernur," terangnya.
Hasil sidang menghasilkan rekomendasi resmi kepada Gubernur NTB terkait UMP 2025. Besaran UMP yang direkomendasikan sebesar Rp2.602.931, mengalami kenaikan sebesar Rp158.864 dari UMP tahun 2024 yang tercatat sebesar Rp2.444.067.
"Rekomendasi ini sesuai dengan arahan presiden dan formula perhitungan yang diatur dalam Pasal 2 Permenaker Nomor 16 Tahun 2024," ujar Aryadi.
Baca juga: Daftar UMK 10 kabupaten dan kota di Provinsi NTB
Dewan Pengupahan NTB juga menerima aspirasi dari berbagai unsur, termasuk Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Pihak APINDO menyampaikan bahwa meskipun kenaikan ini memberikan tekanan pada dunia usaha, mereka dengan berat hati menerima keputusan tersebut sebagai wujud kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah.
Sementara itu, SPSI menyambut baik kebijakan ini dan menganggapnya sebagai bentuk apresiasi atas perjuangan buruh selama ini.
Selain membahas UMP, Dewan Pengupahan Provinsi NTB juga diberi tanggung jawab untuk mengkaji upah sektoral. Namun, Aryadi menekankan pembahasan upah sektoral memerlukan waktu lebih lama karena bersifat opsional dan harus memenuhi kriteria tertentu, seperti sektor dengan risiko tinggi atau kebutuhan keahlian khusus.
Baca juga: DPRD NTB: UMP Rp2,3 juta sudah ideal
Oleh karena itu, dewan pengupahan memutuskan untuk memprioritaskan pembahasan UMP terlebih dahulu, sementara kajian upah sektoral akan dilakukan pada sidang-sidang berikutnya.
Di sisi lain, Aryadi mengingatkan pentingnya keterlibatan dewan pengupahan kabupaten/kota untuk memastikan penetapan UMK berjalan sesuai jadwal.
"Mekanismenya sama seperti tahun sebelumnya, yaitu Dewan Pengupahan kabupaten/kota menghitung besaran kenaikan UMK, kemudian merekomendasikan kepada bupati/wali kota untuk diteruskan kepada gubernur," ujarnya.
Rekomendasi tersebut harus sesuai dengan formula kenaikan sebesar 6,5 persen, agar prosesnya transparan dan akuntabel. Lebih lanjut, Aryadi menggarisbawahi pentingnya peran serta seluruh elemen yang tergabung dalam dewan pengupahan.
Ia juga mengundang semua pihak, termasuk asosiasi pengusaha, serikat pekerja, dan akademisi, untuk memberikan masukan dalam sidang.
"Jika ada aspirasi, silakan disampaikan dan akan kita catat dalam berita acara untuk menjadi bahan pertimbangan," ucap Aryadi.
Sidang Dewan Pengupahan NTB ini diharapkan dapat menghasilkan keputusan yang adil dan berpihak pada kesejahteraan pekerja serta keberlanjutan dunia usaha di NTB. Dengan keterlibatan aktif semua pihak, Aryadi optimistis bahwa penetapan UMP dan UMK 2025 di NTB dapat dilakukan sesuai jadwal dan aturan yang berlaku.