Mataram (ANTARA) - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengambil langkah tegas untuk memperketat larangan distribusi gabah keluar daerah. Kebijakan ini bertujuan mendukung target Perum Bulog Wilayah NTB dalam menyerap 350 ribu ton beras dari petani lokal pada 2025, sekaligus menjaga keseimbangan stok pangan daerah dan meningkatkan kesejahteraan petani.
"Mulai Februari, kita akan pasang papan besar-besar di pelabuhan-pelabuhan dengan tulisan merah yang jelas: Dilarang Membawa Gabah Keluar!," kata Asisten II Setda NTB, H. Fathul Gani, usai memimpin rapat koordinasi terkait penugasan Bulog Wilayah Nusa Tenggara Barat.
Kebijakan tersebut didasarkan pada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 38 Tahun 2023 tentang Pengendalian dan Pengawasan Distribusi Gabah, yang mengatur ketat lalu lintas gabah keluar daerah. Menurut Pergub tersebut, gabah hanya dapat dikirim keluar daerah jika memenuhi dua syarat Utama.
Distribusi mendapat rekomendasi dari Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID).
Pelaku distribusi juga diwajibkan memiliki legalitas usaha untuk mendapatkan izin distribusi. Langkah ini diambil untuk memastikan hasil panen petani dapat dimanfaatkan secara optimal untuk kebutuhan dalam daerah sebelum dijual keluar.
Pemprov dan Bulog NTB, kata Gani, menargetkan serapan 350 ribu ton beras dari petani pada 2025, naik signifikan dibandingkan target tahun-tahun sebelumnya yang paling tinggi hanya 120 ribu ton.
Target ambisius tersebut diyakini akan memberikan dampak positif, tidak hanya pada stok pangan daerah, tetapi juga pada kesejahteraan petani.
Baca juga: Pengamat Unram: Kenaikan HPP gabah untungkan petani
"Dengan target ini, petani pasti tersenyum. Apalagi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) juga sudah naik dari Rp5.000 menjadi Rp6.500 per kilogram," ujarnya.
Selain gabah keluar NTB, menurutnya, tantangan lain dalam mencapai target tersebut adalah keterbatasan kapasitas gudang Bulog di NTB. Saat ini, gudang hanya mampu menampung 116.500 ton, jauh dari kebutuhan untuk menampung serapan 350 ribu ton beras.
"Kami harus memikirkan solusi agar gudang yang ada bisa dimanfaatkan secara optimal. Salah satunya adalah dengan pola simpan dan keluar, di mana beras segera didistribusikan setelah masuk gudang," jelas Gani.
Baca juga: Harga gabah tertinggi di tingkat petani Rp11.900 perkilogram
Untuk mendukung hal ini, Dinas Perdagangan dan organisasi perangkat daerah (OPD) lainnya diminta membantu mengurai stok jagung yang masih tersimpan di gudang Bulog. Langkah ini akan memberikan ruang bagi beras petani yang akan masuk dalam beberapa bulan ke depan.
Pimpinan Wilayah Bulog NTB, Sri Muniati, menyatakan bahwa target 350 ribu ton adalah tantangan besar. Namun, ia optimis dapat mencapainya dengan kolaborasi erat antara Bulog, Pemprov Nusa Tenggara Barat, dan pemangku kepentingan lainnya.
"Dukungan dari Pj Gubernur NTB, Asisten II, dan konsolidasi bersama jajaran pemerintah membuat kami optimis target ini bisa tercapai," ujarnya.
Ia juga mengapresiasi peran media dalam memberikan informasi positif kepada masyarakat, khususnya petani, agar mereka lebih memilih menjual hasil panennya ke Bulog.
"Kami berharap media dapat menyampaikan pesan ini kepada petani. Para penyuluh juga sudah diinstruksikan untuk membantu menyosialisasikan kebijakan ini," ucapnya.