Istanbul (ANTARA) - Kantor Media Pemerintah di Gaza pada Selasa (8/4) menolak mekanisme baru yang diusulkan Israel untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada warga Palestina.
Mereka menegaskan tidak akan mentolerir “manipulasi pendudukan atas nasib kemanusiaan di Jalur Gaza.”
Dalam pernyataan resminya, kantor tersebut menjelaskan bahwa mekanisme tersebut akan melibatkan tentara Israel atau perusahaan swasta yang berafiliasi dengan militer untuk mendistribusikan bantuan secara langsung kepada keluarga-keluarga di Gaza.
Rencana tersebut dinilai “tidak dapat diterima, baik dari bentuk maupun substansinya,” serta disebut sebagai pelanggaran nyata terhadap hukum humaniter internasional dan bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan.
Kantor Media Gaza juga menuduh Israel menggunakan mekanisme tersebut sebagai sarana untuk memperkuat kontrol serta melakukan pemerasan politik terhadap warga sipil.
Mereka memperingatkan bahwa rencana ini membahayakan keselamatan warga karena memaksa mereka berkumpul di titik distribusi yang berisiko menjadi sasaran serangan atau menimbulkan ancaman keamanan.
Sejak 2 Maret, Israel telah memblokir masuknya pasokan penting seperti makanan, air, dan obat-obatan ke Gaza dengan menutup perlintasan perbatasan.
Langkah itu memperparah krisis kemanusiaan yang sudah menyebabkan kelaparan meluas.
Kantor Media Gaza menyebut mekanisme tersebut sebagai “upaya transparan untuk melegitimasi pendudukan ilegal” dan menilai Israel berusaha menghindari tanggung jawabnya sebagai kekuatan pendudukan.
Mereka juga menyatakan bahwa Israel bertanggung jawab penuh atas segala dampak krisis kemanusiaan, termasuk krisis kesehatan dan kelangkaan pangan, yang timbul akibat penghalangan distribusi bantuan.
Surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth pada Senin melaporkan bahwa militer Israel berencana mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza setelah beberapa pekan blokade, menyusul kekhawatiran akan tuntutan hukum.
“Israel diperkirakan akan kembali mengizinkan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza dalam beberapa pekan ke depan, atau bahkan lebih cepat, setelah lima pekan menghentikan pasokan,” tulis surat kabar tersebut.
Disebutkan pula bahwa para komandan militer dan anggota parlemen membahas pentingnya melanjutkan pengiriman bantuan pangan guna menghindari pelanggaran hukum internasional yang dapat menyeret tokoh-tokoh militer dan politik tingkat atas, khususnya di Komando Selatan IDF (Angkatan Darat Israel).
Surat kabar itu menambahkan bahwa militer Israel berencana meluncurkan program percontohan, kemungkinan besar di Rafah, Gaza selatan, dalam beberapa bulan ke depan. Program itu akan dilakukan bekerja sama dengan organisasi bantuan internasional, namun tidak akan melibatkan kelompok perlawanan Palestina, Hamas.
Israel telah mengepung Gaza selama 18 tahun. Serangan besar-besaran belakangan ini menyebabkan 1,5 juta dari total 2,4 juta penduduknya kehilangan tempat tinggal. Penutupan perbatasan oleh pemerintah Tel Aviv semakin mendorong wilayah tersebut ke jurang kelaparan.
Kantor Media Gaza mendesak komunitas internasional, negara-negara donor, dan PBB untuk menolak rencana “berbahaya” itu dan mencari jalur alternatif untuk menyalurkan bantuan.
Mereka menyatakan bahwa PBB adalah lembaga yang “paling dapat dipercaya dan berkomitmen pada standar kemanusiaan,” serta menyerukan kepada rakyat Palestina untuk bersatu menentang “kebijakan berbahaya” Israel.
Baca juga: 50.669 warga Palestina meninggal akibat agresi Israel
Sejak 18 Maret, militer Israel kembali melancarkan serangan mematikan di Gaza. Serangan itu telah menewaskan hampir 1.400 orang, melukai lebih dari 3.600 lainnya, dan menghancurkan kesepakatan gencatan senjata serta pertukaran tahanan yang telah ditandatangani pada Januari lalu.
Pemimpin otoritas Israel Benjamin Netanyahu pekan lalu berjanji akan meningkatkan serangan ke Gaza, bersamaan dengan upaya penerapan rencana Presiden AS Donald Trump untuk memindahkan warga Palestina dari wilayah tersebut.
Baca juga: Israel gempur Jalur Gaza di hari pertama lebaran
Sejak Oktober 2023, lebih dari 50.800 warga Palestina – sebagian besar perempuan dan anak-anak – telah tewas dalam gempuran brutal Israel di Gaza.
Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan mantan kepala pertahanan, Yoav Gallant, atas tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga sedang menghadapi gugatan genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) terkait perang di wilayah tersebut.
Sumber: Anadolu