Mataram (ANTARA) - Insiden tewasnya pengemudi ojek daring yang terlindas kendaraan taktis Brimob saat demonstrasi di depan kompleks DPR RI menjadi sorotan serius terhadap tata kelola pengamanan publik dan perlindungan keselamatan warga sipil di ruang demokrasi.
Peristiwa nahas itu terjadi pada Kamis malam, 28 Agustus 2025, di kawasan Pejompongan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, ketika gelombang massa demonstran menyebar hingga ke jalur lalu lintas utama. Situasi kacau tersebut memicu potensi risiko tinggi bagi pengguna jalan lainnya.
Affan Kurniawan, pengemudi ojek daring yang sedang melintas, terjatuh ke jalan di tengah kerumunan massa. Ia kemudian terlindas oleh kendaraan taktis Brimob jenis Barracuda yang melaju tanpa mengurangi kecepatan.
Affan terjatuh dan terlindas tanpa ada upaya menahan laju kendaraan. Kendaraan taktis itu tetap melaju tanpa melakukan upaya evakuasi maupun pertolongan.
Kepanikan segera menyelimuti lokasi, sementara aparat di sekitar tidak segera turun tangan, sehingga memperparah ketegangan dan kecemasan masyarakat yang menyaksikan.
Komunitas ojek daring lantas menyampaikan duka mendalam atas peristiwa naas itu sekaligus menuntut pertanggungjawaban penuh dari aparat keamanan. Mereka menegaskan insiden tersebut tidak dapat dianggap sekadar kecelakaan biasa, melainkan kelalaian fatal yang merenggut nyawa.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menyampaikan permintaan maaf resmi kepada publik. Ia menegaskan Divisi Profesi dan Pengamanan Polri telah menahan tujuh anggota Brimob yang terlibat serta berkomitmen melakukan investigasi secara transparan dan tuntas hingga akhir.
Sementara itu, Kapolda Metro Jaya Irjen Asep Edi Suheri menyatakan kesiapan institusinya untuk menanggung seluruh biaya perawatan serta tanggung jawab penuh kepada keluarga korban. Ia menegaskan proses hukum akan berjalan tanpa kompromi terhadap pihak yang terbukti lalai.
Ketujuh anggota Brimob yang bertugas saat kejadian kini telah menjalani pemeriksaan intensif oleh Propam. Proses itu dipandang sebagai langkah awal institusi kepolisian dalam menunjukkan akuntabilitas serta meredam kritik publik yang terus meningkat.
GOTO, perusahaan tempat Affan bernaung sebagai mitra Gojek, menyampaikan belasungkawa mendalam. Pihak perusahaan berjanji memberikan dukungan penuh bagi keluarga korban dan menegaskan komitmennya menjaga keselamatan serta kesejahteraan mitra pengemudi.
Malam naas
Rekaman video amatir yang beredar menunjukkan detik-detik tragis saat Affan tergilas rantis sambil mengenakan jaket ojek online berwarna hijau. Tayangan itu memicu kegeraman publik secara luas dan segera menyebar di media sosial, melahirkan tagar tuntutan keadilan bagi korban.
Amnesty International Indonesia menyoroti insiden itu sebagai bukti penggunaan kekuatan aparat yang tidak proporsional dalam penanganan demonstrasi. Mereka menilai kehadiran kendaraan taktis berisiko tinggi di area padat warga sipil sangat tidak tepat.
Amnesty mendesak pemerintah bersama kepolisian untuk meninjau ulang protokol pengamanan massa. Mereka menekankan bahwa perlindungan terhadap hak berkumpul serta keselamatan publik harus ditempatkan sebagai prioritas utama dalam setiap operasi keamanan.
Mantan Menko Polhukam Mahfud MD dalam wawancara publik menyatakan bahwa negara tidak boleh membiarkan insiden itu berlalu tanpa pertanggungjawaban jelas. Menurutnya, penggunaan alat berat dalam kerumunan sipil harus diatur dengan standar keamanan yang tegas.
Pandangan akademis menilai penggunaan rantis dalam situasi demonstrasi besar harus dilandasi standar operasional yang ketat. Pelatihan pengemudi, pengawasan pergerakan, serta teknologi anti-tabrakan mutlak dibutuhkan guna mencegah tragedi yang sama terulang kembali.
Pendekatan pengamanan publik seharusnya menekankan kontrol berbasis keselamatan warga, bukan dominasi semata. Penghentian jalur kendaraan taktis dari area pejalan kaki dan penerapan pemetaan real-time perlu dirancang sebelum operasi keamanan berlangsung.
Respons cepat aparat memang penting, namun evaluasi menyeluruh terhadap koordinasi antar lembaga seperti Kompolnas, kepolisian, akademisi, serta penyedia aplikasi transportasi sangat dibutuhkan untuk merumuskan protokol yang mengedepankan keselamatan manusia.
Alarm keras
Dampak sosial dari tragedi itu terasa kuat. Komunitas ojek daring mengalami trauma kolektif dan menurunkan kepercayaan terhadap lembaga negara. Rasa ketidakamanan tersebut berpotensi mengganggu aktivitas kerja ribuan pengemudi di ruang publik.
Peristiwa tewasnya Affan akibat dilindas kendaraan taktis menjadi alarm penting untuk memperkuat pengawasan eksternal terhadap kepolisian. Kompolnas dan lembaga independen perlu diberikan wewenang memadai agar investigasi tidak berhenti pada ranah internal, tetapi terbuka di hadapan publik.
Diskursus akademis ke depan harus mendorong integrasi teknologi keselamatan dalam kendaraan taktis. Pemasangan sensor lingkungan, kamera 360 derajat, serta sistem pengereman otomatis wajib dijadikan standar guna meminimalisasi risiko terhadap warga sipil.
Media sosial memegang peranan besar dalam pembentukan opini publik. Solidaritas massal dan protes daring menambah tekanan nyata terhadap pemerintah untuk segera melakukan reformasi sistem keamanan yang lebih humanis, transparan, dan akuntabel.
Tragedi itu selayaknya menjadi peringatan serius bagi tata kelola keamanan nasional. Penggunaan kendaraan berat di ruang sipil harus dibatasi dan selalu diimbangi dengan prinsip proporsionalitas serta perlindungan penuh terhadap masyarakat.
Keterlibatan akademisi dalam penyusunan standar pengendalian kerumunan semakin dibutuhkan. Data empiris, analisis psikososial, dan rekomendasi teknis dapat menjembatani kebutuhan pengamanan sekaligus penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Komunitas ojek daring serta masyarakat sipil juga dapat dilibatkan sebagai mitra strategis dalam pemantauan keamanan. Mekanisme pelaporan insiden berbasis warga akan memperkuat kontrol publik terhadap tindakan aparat di lapangan.
Keseluruhan peristiwa tragis itu bukan hanya tentang kehilangan pribadi Affan Kurniawan, melainkan juga panggilan keras untuk mereformasi prosedur pengamanan publik. Keselamatan warga harus menjadi fokus utama dalam setiap kebijakan dan operasi negara.
*) Penulis adalah mahasiswi Universitas Aisyiyah Yogyakarta