Mataram (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) mencatat sepanjang tahun 2025 sudah menangani delapan kasus pernikahan anak.
Plt Kepala DP3A Kota Mataram Yunia Arini di Mataram, Selasa, mengatakan dari delapan kasus pernikahan anak itu, sebanyak enam kasus berhasil dicegah atau gagal.
"Sedangkan dua kasus lainnya masih tetap melanjutkan pernikahan dengan alasan tertentu," katanya.
Dikatakan, kasus pernikahan anak yang berhasil dicegah bukan semata keberhasilan dari DP3A, tapi juga peran pihak terkait lainnya melalui mediasi yang dilakukan.
Pasalnya, dalam penanganan kasus pernikahan anak, kata dia, DP3A berkolaborasi dengan beberapa pihak terkait lainnya sebab ketika pernikahan anak cepat ditangani oleh beberapa pihak, maka peluang pencegahan juga semakin besar.
"Karena itu pencegahan pernikahan anak harus segera ditangani ketika ada laporan," katanya.
Baca juga: LPA tolak keras usulan pengantin anak viral jadi duta antipernikahan dini
Menurutnya, pernikahan anak juga dipengaruhi faktor lingkungan sekitar, seperti adanya kepala lingkungan yang tetap memaksa pernikahan anak dilanjutkan dengan alasan adat dan lainnya.
"Karena itu kami juga gandeng Majelis Adat Sasak untuk membuat nota kesepahaman dengan masyarakat," katanya.
Pernikahan anak, lanjutnya, bukan solusi, karena bisa menghambat pertumbuhan dan sisi lainnya anak-anak.
Dari delapan kasus pernikahan anak yang ditangani, kata dia, ada yang masih duduk di bangku SMP, tetapi didominasi dari pelajar SMA.
Sementara Kepala Bidang (Kabid) Peningkatan Kualitas Hidup dan Perlindungan Perempuan dan Anak DP3A Kota Mataram Maya Sarnita Amra menambahkan selama tahun 2025 sebanyak dua kasus pernikahan anak yang berlanjut ke pernikahan terjadi karena ada hal-hal lain dan tidak bisa dicegah.
"Katakan terjadi kehamilan yang tidak diinginkan, sehingga kami serahkan kembali ke orang tua," katanya.
Baca juga: Aktivis perempuan prihatin pernikahan anak 15 tahun di Lombok Tengah
Meski terjadi kasus pernikahan anak, pihaknya tetap melakukan pemantauan dan anak yang menikah tersebut harus tetap sekolah.
Salah satu upaya yang dilakukan, kata dia, meluncurkan inovasi Gerakan Bersama Perangkat Daerah dan Lembaga Dalam Upaya Pencegahan Kekerasan dan Perkawinan Anak (Gaspol Cadas).
Program tersebut, menurut dia, membutuhkan kolaborasi dengan berbagai pihak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing. Misalnya walaupun terjadi pernikahan anak, setidaknya anak yang berusia 18 tahun masih tetap sekolah dan bisa dipantau.
"Termasuk untuk pemeriksaan kesehatan di fasilitas kesehatan, serta hak-hak layanan lainnya," kata Maya Sarnita Amra.
Baca juga: Tiga anak ajukan dispensasi nikah dini di Pengadilan Agama Mataram
Baca juga: DP3A: Pernikahan anak di Kota Mataram masih terjadi
Baca juga: Baznas Mataram salurkan bantuan cegah pernikahan anak