Mataram (ANTARA) - Tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU) Nusa Tenggara Barat K.H. M. Iqbal Mansyuri, LC., M.A mengajak masyarakat, khususnya insan media, untuk memahami dunia pesantren secara utuh dan kultural.
Ajakan itu disampaikan dalam podcast “Seputar Pesantren” yang digelar Perum LKBN ANTARA Biro Nusa Tenggara Barat, Rabu (15/10), di Mataram.
Dalam perbincangan yang ditayangkan melalui kanal YouTube ANTARA NTB, pengasuh Pondok Pesantren NU Al-Manshuriyah Ta’limusshibyan, Bonder, Lombok Tengah itu menyoroti polemik tayangan program “Expose” salah satu stasiun televisi swasta nasional yang dianggap melecehkan tradisi pesantren dan para kiai.
“Kita perlu melihat pesantren secara utuh, bukan dari potongan tradisi yang tampak aneh bagi orang luar. Di pesantren, setiap sikap dan gestur memiliki makna spiritual dan pendidikan akhlak yang dalam,” ujar Kiai Iqbal, yang juga Wakil Ketua Lembaga Dakwah PWNU NTB sekaligus alumni Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang.
Baca juga: Dianggap hina kiai dan pesantren, PBNU tempuh jalur hukum soal tayangan Expose Trans7
Ia menjelaskan, kesalahpahaman publik terhadap dunia pesantren sering kali berakar pada perbedaan cara pandang antara budaya modern dan nilai-nilai tradisional Islam Nusantara. Misalnya, tradisi santri mencium tangan kiai atau berebut sisa air minum guru bukanlah praktik irasional, melainkan bentuk penghormatan dan keyakinan terhadap keberkahan ilmu.
“Pesantren itu bukan hanya lembaga pendidikan, tapi juga ruang pembentukan karakter dan spiritualitas. Di sinilah banyak lahir ulama dan pemimpin bangsa yang berakhlak dan berjiwa sosial tinggi,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Kiai Iqbal menilai peran media sangat penting dalam menjaga harmoni antara nilai keagamaan dan kebebasan berekspresi. Karena itu, ia berharap setiap liputan yang berkaitan dengan pesantren dilakukan dengan sensitivitas budaya dan empati.
“Media memiliki kekuatan besar dalam membentuk persepsi publik. Maka, penting untuk memahami konteks agar tidak terjadi kesalahpahaman yang bisa melukai umat,” ujarnya menegaskan.
Baca juga: Ketua PBNU ajak santri & warga NU jangan kecil hati soal penghinaan pesantren
Menurutnya, peristiwa yang memicu kontroversi tersebut dapat dijadikan momentum untuk memperkuat dialog antara media dan pesantren. Sinergi keduanya diyakini akan membantu membangun masyarakat yang lebih bijak, toleran, dan menghargai perbedaan.
“Media dan pesantren sama-sama punya misi mencerdaskan bangsa. Kalau keduanya saling memahami, maka yang lahir bukan polemik, tapi kolaborasi dalam membangun peradaban,” tutur Kiai Iqbal.
Podcast “Seputar Pesantren” yang dipandu oleh tim redaksi ANTARA NTB itu menjadi ruang reflektif bagi publik untuk melihat kembali peran besar pesantren dalam sejarah dan kebudayaan Indonesia.
Diskusi berdurasi sekitar 40 menit tersebut ditutup dengan pesan agar masyarakat memperkuat literasi keagamaan dan media, agar tidak mudah terprovokasi oleh potongan narasi yang menyesatkan.
Podcast “Seputar Pesantren” produksi ANTARA NTB itu dapat disimak secara lengkap melalui kanal YouTube ANTARA NTB dengan klik link ini .
Baca juga: Viral tagar boikot Trans7, Publik diingatkan pahami konteks budaya pesantren
Baca juga: Trans7 minta maaf usai tayangan Xpose dinilai lecehkan pesantren
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Dari Lirboyo, kita belajar arti kebijaksanaan
Baca juga: Lirboyo dan cermin kearifan pesantren Nusantara
Baca juga: Ketika siaran televisi menjadi kekerasan simbolik
Baca juga: Ansor NTB ajak media bersikap profesional menjalankan fungsi informasi publik