Lombok Timur (ANTARA) - Tahun 1934 adalah bagian dari tonggak sejarah baru KeIndonesiaan dan KeIslaman di Indonesia Timur. Lombok khususnya di masa itu. Tahun tersebut adalah kepulangan dari sosok ulama muda, yang telah melewati 13 tahun mukim di Mekkah. Belajar pada ulama-ulama terkemuka dan berhasil menjadi murid terbaik di sekolah terkemuka di Tanah Haram – Madrasah Shaulatiyah. Sosok itu adalah Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zaenuddin Abdul Majid yang populer dikenal dengan nama Tuan Guru Pancor, atau panggilan HAMZANWADI yang merupakan singkatan dari Haji Muhammad Zaenuddin Abdul Madjid Nahdhatul Wathan Diniyah Islamiyah.

HAMZANWADI muda pulang dari Mekkah ke Lombok membawa berbagai ilmu (tauhid, fiqih, faraid, tafsir, hadits, nahwu shorf, balaghoh, arud, , tasawuf, dll) yang tertancap dalam dirinya. Keluasan dan kedalaman ilmu yang dimiliki oleh HAMZANWADI mendapat pengakuan dari para ulama terkemuka yang menjadi gurunya, seperti Syeikh Hasan Mashad, Syeikh Amin al-Kutbi, Syeikh Salim Rahmatulloh, dll. Pengakuan dan kerelaan dari para ulama dan guru-gurunya, telah mengantarkan sosok HAMZANWADI menjadi ulama muda dengan kapasiltas ilmu lahir bathin yang lengkap.

Dengan kedalaman dan ketinggian ilmu yang dimilikinya, sebagai ulama muda di zamannya, HAMZANWADI pribadi ingin tetap mukim di Mekkah. Mengajar, dan menulis kitab-kitab sebagaimana ulama-ulama Nusantara terkemuka di masanya. HAMZANWADI ingin tetap bergaul, bertemu dan berinteraksi dengan para ulama dan orang-orang berilmu di Mekkah. Namun Sang guru memberikan nasehat agar Ia pulang ke Tanah Air (Nusantara) asalnya. Pulang untuk mengajar dan mencerahkan bagi bangsanya yang masih mengalami keterbelakangan dan kegelapan dalam berbagai bidang kehidupan. Nasionalisme yang kuat dan nasehat sang guru, langsung diiyakan untuk dilakukan. Sikap dan pilihan ini adalah bagian dari pengamalan ilmu, bahwa seorang murid wajib mentaati gurunya.

Sesampai di tanah kelahirannya, Pancor Lombok Timur, HAMZANWADI langsung bergerak. Tidak menunggu waktu. Karena bagi HAMZANWADI, waktu adalah bagian harta paling berharga bagi seorang hamba. Pada tahun kepulangannya, HAMZANWADI mendirikan pusat dan markas ilmu agama bagi masyarakat desanya yang diberi nama Pesantren al-Mujahidin. Sambil terus mengumpulkan masyarakat sekitar untuk diajar belajar berbagai ilmu, HAMZANWADI juga menanamkan nilai-nilai cinta Tanah Air (nasionalisme).

Gerakannya ini segara menyebar dari mulut ke mulut di tengah-tengah masyarakat, sehingga membuat orang-orang dari luar desanya juga datang untuk belajar. Di pusat belajar Pesantren al-Mujahidin ini, HAMZANWADI tidak hanya mengajarkan ilmu agama Islam semata. Lebih dari itu, HAMZANWADI juga mengkader dan mencetak para pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia menanamkan nasionalisme kepada para santri dan santriwatinya dan masyarakat yang dididik di Pesantren al-Mujahidin itu.  

Tahun 1937 adalah bagian dari tonggak sejarah perjuangan HAMZANWADI di Indonesia. HAMZANWADI mengubah nama dan bentuk wadah pusat ilmu agama dan perjuangannya, sekaligus pola pembelajaran yang didirikan dari pesantren al-Mujahidin yang menggunakan metode bandongan dan sorogan menjadi sistem madrasah. HAMZANWADI memberikan nama madrasah yang didirikannya Madrasah Nahdhatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI). Madrasah ini menjadi madrasah pertama sekaligus induk, pelopor kemajuan pembelajaran ilmu agama dan lainnya dalam pokok kesadaran keIslaman dan kebangsaan di Lombok sejak sebelum kemerdekaan sampai saat ini. Selain menyelenggarakan pembelajaran pokok pada ilmu agama, HAMZANWADI mengenalkan sistemetika baru dalam  pembelajarannya.

HAMZANWADI mengenalkan dan mengajarkan ilmu baru, seperti berhitung, bahasa Inggris yang saat itu tidak dikenal di tengah masyarakat Sasak. HAMZANWADI menerapkan sistem klasikal di madrasah yang didirikanya,dengan tiga tingkatan, yaitu Ilzamiyah, Tadhadiriyah, dan Ibtidakiyah. Muara dari proses pembelajaran mandrasah NWDI adalah ridho Alloh Ta’ala dengan cinta teguh pada agama, cinta kokoh pada negara. Rintangan, cobaan, kesulitan, keterbatasan, hambatan mendirikan dan mengembangkan Madrasah NWDI berhasil dilewati dengan penuh yakin, ikhlas, sabar dan istiqamah.

Perubahan besar juga Ia pelopori. Empat tahun setelah mendirikan madrasah NWDI, HAMZANWADI mempelopori pendidikan khusus kaum perempuan. Tepatnya tanggal 21 April 1943 mendirikan madrasah Nahdhatul Banat Diniyah Islamiyah (NBDI). Madrasah ini semakin membuat gempar masyarakat Sasak, termasuk para pemuka agama ketika itu. Tidak pernah ada sebelumnya, pemikiran dan aksi bahwa kaum perempuan perlu dan penting dididik dan diberikan ilmu pengetahuan. Tapi bagi HAMZANWADI, agama dan ilmu pengetahuan harus sampai kepada kaum perempuan. Karena kaum perempuan adalah bagian dari aktor penting untuk memajukan bangsa dan ummat. Cobaan dan rintangan madrasah NBDI datang dari berbagai pihak. Namun tekad, semangat, dan etos HAMZANWADI untuk memajukan kaum perempuan terlalu besar dan terus membara, sehingga segala rintangan dan cobaan yang datang dapat diatasi.  

Sejak kepulangannya ke Nusantara, dan banyak meluluskan santri dan santriwati, HAMZANWADI terjun langsung dalam dialektika perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. HAMZANWADI menempatkan salah satu saudaranya, TGH. M. Faisal di garis depan perjuangan kemerdekaan dan menginisiasi pendirian laskar al-Mujahidin, wadah perjuangan fisik merebut kemerdekaan RI dengan ending  penyerangan 7 juni 1946 di Markas NICA Selong.

HAMZANWADI sangat aktif mengorganisir ummat dalam perjuangan memajukan ummat dan bangsa. Tahun 1950 HAMZANWADI tercatat menjadi pimpinan pengurus Nahdhatul Ulama (NU) Sunda Kecil. Kepemimpinan HAMZANWADI di NU menggantikan Syeikh Abdul Manan, pimpinan pertama NU daerah Sunda Kecil.

Untuk memaksimalkan perjuangannya, HAMZANWADI juga aktif dalam kegiatan politik. Pada tahun 1949 HAMZANWADI bergabung dengan partai Masyumi. Pada tahun 1955-1959, melalui Partai Masyumi HAMZANWADI menjadi anggota konstituate di era Orde Lama dari partai Masyumi. Dan pada kisaran tahun 1972-1982 HAMZANWADI menjadi anggota MPR RI.

Sesungguhnya fokus utama perjuangan HAMZANWADI adalah pendidikan, sosial dan dakwah. Dalam perjalanannya, madrasah dan lembaga pendidikannya berkembang pesat. Berdasarkan saran sang guru, pada sebuah perjuampaan dengan sang guru pada tahun 1947, HAMZANWADI disarankan untuk mendirikan organisasi untuk menaungi madrasah yang tersebar di berbagai tempat yang telah didirikannya. Pada tahun 1953 mendirikan HAMZANWADI mendirikan organisasi kemasyarakatan yang diberi nama Nadhatul Wathan (NW).

Situasi Tanah Air sejak sebelum kemerdekaan dan setelahnya, telah mengantarkan HAMZANWADI memahami sekaligus memiliki banyak pengalaman dalam perjuangan dan kehidupan. Di tengah perjuangannya bersama ummat dan bangsanya, HAMZANWADI tidak hanya membekali para murid, santri dan santriwati dengan ilmu pengetahuan semata. Tetapi juga dibekali dengan amalan-amalan, wirid-wirid, pengijazahan do’a, pengijazahan kitab-kitab, dll. Lebih dari itu, HAMZANWADI juga menyusun kumpulan-kumpulan do’a-do’a dengan sumber al-Qur’an, hadits, dan do’a-do’a para ulama dalam Hizib Nahdhatul Wathan, juga mendirikan Tarekat Hizib Nahdhatul Wathan yang mengantarnya sebagai mursyid bagi tarekat yang didirikannya.

Aktivitas dakwah, perjuangan, sosial, politik sejak sebelum kemerdekaan, tidak menyebabkan HAMZANWADI melupakan aktiviats intelektualnya. Di tengah kesibukan dakwah dan perjuangan tersebut, HAMZANWADI terus berkarya. Kitab-kitab yang disusun menggunakan bahasa Arab, Melayu, Indonesia dan bahasa Lombok. Di antara kitab yang ditulis HAMZANWADI, yaitu: Risalah al-Tauhid, Sullah al-Hija, Nahdhah Zainiyah, Tuhfah alanfananiyah, Mi’raj al-Shibyan ila samail Ilmul Bayan, dll.

Kiprah di bidang pendidikan telah mengantarkan HAMZANWADI menjadi tokoh penting dalam dunia pendidikan di Indonesia. Pada tahun 1964, HAMZANWADI mendirikan Akademi Pedagogik Nahdhatul Wathan. Satu tahun kemudian, tepatnya, tahun 1965 mendirikan perguruan khusus yang mengkaji dan mendalami ilmu agama berbasis kita kuning, yakni Ma’had Darul Qur’an walHadits (MDQH) Pancor. Enam tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1971 mendirikan Ma’had Lilbanat, perguruan khusus pendalaman ilmu agama berbasis kita kuning untuk kaum perempuan. Sampai saat ini, telah tercatat sebanyak  dua ribuan lebih madrasah dengan berbagai jenjang di seluruh Indonesia.

Ketinggian dan kedalaman ilmu HAMZANWADI diakui oleh berbagai kalangan. Baik pemerintah maupun organisasi-organisasi kemasyarakatan. Pada tahun 1971-1982 menjadi Dewan Pertimbangan Majlis Ulama Indonesia (MUI), yang dipimpin oleh rekan seperjuangannya di Partai Masyumi, yakni HAMKA. Usia lanjut tidak menjadi penghalang bagi HAMZANWADI untuk terus memberikan dan menyebarkan ilmu bagi ummat dan bangsanya, pada tahun 1978, HAMZANWADI mendirikan Sekolah Tinggi Keguruan  Ilmu Pendidikan (STKIP) HAMZANWADI dan Ilmu Syariah HAMZANWDI. Perjalanannya, STKIP HAMZANWADI berupah menjadi Universitas Hamzanwadi. Ilmu Syariah Hamzanwadi menjadi Institut Agama Islam Hamzanwadi Pancor.

Pada malam Rabu tanggal 21 Oktober 1997 adahal duka bagi ummat dan bangsa Indonesia, karena pada malam itu, HAMZANWADI wafat di tanah kelahirannya—desa Pancor yang sangat dicintainya. HAMZANWADI dimakamkan disamping musholla al-Abror tempat HAMZANWADI sering menyampaikan ilmu, dan dimakamkan pada hari Rabu, 22 Oktober 1997 di Pancor.

Karena kiprah dan jasa besarnya  bagi ummat dan bangsa, berdasarkan Kepres nomer 115 tahun 2017, HAMZANWADI  mendapat penganugrahan gelar sebagai Pahlawan Nasional dari pemeritah Republik Indonesia. Semoga sosok, figur dan nilai-nilai HAMZANWADI terus hidup dalam diri ummat dan para penerus perjuangannya baik di kalangan kader organisasi NWDI dan NW pada khususnya yang menjadi sayap penerus perjuangannya, dan ummat Islam pada umumnya. Selamat Hari Pahlawan 10 November 2025.  

*) Penulis adalah Wakil Rektor IAI Hamzanwadi Pancor/Kader NWDI


Pewarta : Dr. H. Abdul Hayyi Akrom, M.Pd, *)
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2025