Mataram (ANTARA) - Isu korupsi senantiasa menghantui berbagai ruang publik di Nusa Tenggara Barat (NTB), menjadi bayang-bayang yang terus muncul di balik geliat pembangunan daerah. 

Momentum Hari Antikorupsi Sedunia 2025 kembali menyoroti fakta bahwa korupsi kerap dilakukan bukan oleh mereka yang kekurangan, melainkan oleh “orang berilmu yang serakah”, sebagaimana ditegaskan Kepala Kejaksaan Tinggi NTB Wahyudi. 

Pernyataan itu bukan sekadar retorika, melainkan cerminan realitas bahwa korupsi tumbuh di ruang-ruang berotoritas, dilakukan oleh mereka yang memahami celah dan memegang kuasa yang seharusnya digunakan untuk melayani.

Sepanjang 2025, Kejaksaan Tinggi dan kejaksaan negeri di NTB menangani 61 penyidikan kasus korupsi, dengan 36 di antaranya telah memasuki tahap penuntutan. 

Angka ini menegaskan bahwa praktik penyimpangan bukan berhenti pada proyek bernilai kecil, tetapi justru menyasar sektor-sektor strategis mulai dari pengadaan lahan publik, penyertaan modal BUMD, kerja sama pengelolaan aset, hingga pembangunan fasilitas umum. 

Kasus lahan MXGP di Sumbawa, penyalahgunaan aset Pemprov di Gili Trawangan, hingga perkara kerja sama air bersih dan bisnis mal, memperlihatkan pola yang sama, yakni benturan kepentingan, prosedur yang dibengkokkan, serta keputusan strategis yang dimanfaatkan untuk keuntungan segelintir orang.

Korupsi legislatif pun kembali menampakkan wajahnya. Kasus gratifikasi DPRD NTB yang menyentuh sedikitnya 15 legislator dan melibatkan aliran uang hingga Rp2 miliar, menunjukkan bahwa korupsi tidak hanya persoalan individu, melainkan ekosistem yang telah lama tumbuh dalam relasi kuasa dan kepentingan. 

Keberanian kejaksaan untuk membuka kemungkinan menetapkan penerima gratifikasi sebagai tersangka menjadi indikator bahwa penindakan tidak boleh berhenti setengah jalan.

Tantangan pemberantasan korupsi di NTB tidak ringan. Keterbatasan jumlah penyidik diakui sebagai hambatan, tetapi komitmen institusi penegak hukum untuk tetap tegas menjadi modal penting. 

Meski begitu, pertanyaan reflektif muncul, apakah penegakan hukum saja cukup untuk menahan laju korupsi, atau justru diperlukan perubahan lebih mendasar dalam karakter dan tata kelola?

Menghadapi kenyataan bahwa praktik korupsi dilakukan oleh mereka yang berpendidikan dan memahami regulasi, maka pemberantasan korupsi harus menempuh jalan yang lebih sistemik. 

Ada tiga lapis pembenahan yang perlu diperkuat. Pertama, membangun integritas di hulu melalui rekrutmen dan promosi aparatur berbasis etika serta rekam jejak. Budaya organisasi yang menolak gratifikasi dan konflik kepentingan harus menjadi standar.

Kedua, mempersempit ruang gelap pengambilan kebijakan. Celah regulasi harus ditutup melalui digitalisasi layanan, sistem pengadaan yang transparan, serta audit real-time yang meminimalkan ruang tawar menawar informal. Akses publik terhadap dokumen strategis wajib diperluas sebagai bentuk pencegahan paling awal.

Ketiga, memperbesar keberanian menindak hingga ke akar. Penegakan hukum yang tebang pilih hanya akan memperkuat ketidakpercayaan publik. Ketika aparatur, pejabat aktif, dan pihak korporasi diperlakukan sama di hadapan hukum, efek jera akan tercipta dengan sendirinya.

Pemberantasan korupsi adalah perjalanan panjang, tetapi NTB sudah mengambil langkah-langkah penting. Tantangannya kini adalah menjaga konsistensi. 

Sebab korupsi tidak akan hilang hanya dengan memperbanyak penangkapan, tetapi dengan membangun sistem yang membuat penyimpangan sulit dilakukan, serta menumbuhkan kesadaran bahwa jabatan adalah amanah, bukan privilese.

Tema Hakordia 2025--“Uang publik kembali untuk rakyat”--harus menjadi kompas bersama. Ketika kebijakan daerah terbebas dari sabotase kepentingan gelap dan anggaran kembali mengalir pada tujuan publik, saat itulah NTB benar-benar menapaki masa depan yang bersih, adil, dan layak dipercaya.

Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Mandalika di bawah ancaman tambang liar
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Korupsi PPJ dan krisis tata kelola di Lombok Tengah
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Bara yang meletup di lintas Bima-Sumbawa
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - LCC dan jejak tata kelola yang hilang
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Kasus NCC dan warisan kelalaian
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Menakar ulang keadilan di kasasi Agus
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Rumah rakyat NTB di tengah badai gratifikasi
Baca juga: Tajuk ANTARA NTB - Mencari keseimbangan pembangunan NTB
Baca juga: Buku 'Dari Api ke Aksara' lahir dari ruang redaksi ANTARA NTB


Pewarta : Abdul Hakim
Editor : Abdul Hakim
Copyright © ANTARA 2025