Mataram, 8/12 (ANTARA) - Sebanyak 1.500 guru tidak tetap (GTT) kini mengajar di berbagai sekolah di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), sejak diterbitkannya PP Nomor 48/2005 yang melarang pemerintah mengangkat tenaga honorer daerah dengan alasan apa pun. 
    Wali Kota Mataram H. Moh. Ruslan di Mataram, Selasa, mengatakan pemerintah kota takut menerbitkan SK GTT karena khawatir dapat  disalahartikan.

         "Nanti kalau dibuatkan SK GTT, para guru mendesak untuk  diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS)," katanya.

         Meski demikian, kata Ruslan, Pemkot Mataram  tidak akan menutup mata terhadap keberadaan GTT, dan aspirasi para GTT telah disampaikan ke pusat.

         Kepala Dinas Pendidikan Nasional  (Diknas) Kota Mataram Drs. H. Lalu Safi'i mengatakan pihaknya merasa kesulitan  mengangkat GTT  menjadi PNS  karena terbentur aturan.

         Ia mengatakan Pemkot Mataram pernah bersurat ke pusat  menyangkut masalah GTT, namun hingga kini belum ada jawaban, padahal di Kota Mataram masih kekurangan guru.

         "Kami akan terus memperjuangkan status GTT, namun semua itu tergantung pada kebijakan pusat, sedangkan pengangkatan GTT tergantung kebutuhan daerah masing-masing," katanya.

         Menurut dia jika disiplin ilmu yang dimilliki para GTT sesuai dengan keputuhan sekolah, kemungkinan dapat diangkat menjadi PNS.

         "Pemerintah akan tetap memperhatikan GTT terutama yang mengajar di sekolah swasta antara lain dengan memberikan tunjangan lewat program sertifikasi guru dan harus memenuhi persyaratan yang ditentukan," katanya.

        Para GTT tersebut mengajar di berbagai sekolah mulai dari TK hingga SMA termasuk di madrasah yang honornya diambilkan dari dana bantuan operasional sekolah (BOS), komite sekolah serta dana yayasan.

        "Honor yang diterima para GTT mulai 2009 dinilai cukup karena tidak ada yang menerima di bawah Rp500.000 perbulan, dan ini jauh meningkat dari tahun sebelumnya sekitar Rp200.000," katanya.(*) 



Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024