Gubernur NTB berjalan kaki tujuh jam tinjau desa tertinggal di Sumbawa

id NTB,Gubernur NTB Zulkielimansyah,Jalan Kaki 7 Jam,Tinjau Desa Tertinggal,Pulau Sumbawa

Gubernur NTB berjalan kaki tujuh jam tinjau desa tertinggal di Sumbawa

Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), H Zulkieflimansyah (depan) ditemani belasan kepala dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi NTB saat menempuh perjalanan dengan berjalan kaki untuk menembus desa terpencil dan tertinggal di Kabupaten Sumbawa. (ANTARA/Humas Pemprov NTB).

Mataram (ANTARA) - Gubernur Nusa Tenggara Barat H Zulkieflimansyah ditemani belasan kepala dinas di lingkungan Pemerintah Provinsi NTB menempuh perjalanan dengan berjalan kaki selama tujuh jam untuk meninjau desa tertinggal di Kabupaten Sumbawa karena ketiadaan infrastruktur.

Dalam keterangan tertulis yang diterima wartawan di Mataram, Rabu. gubernur yang akrab disapa Bang Zul ini sudah familiar di masyarakat NTB kalau Gubernur Zulkieflimansyah rajin blusukan. Sebagian pejabat yang ikut, menyebut kunjungan ini sebagai "ekspedisi gila".

Meski demikian, mereka akhirnya maklum, apa yang dilakukan Gubernur Zullkieflimansyah semata demi membuka mata bahwa masih banyak masyarakat yang belum tersentuh kelengkapan infrastruktur dasar di Pulau Sumbawa, bagian dari Provinsi NTB.

"Ini ekspedisi gila, tapi sangat menantang. Gubernur kita mungkin tipe pemimpin yang tidak punya urat capek," kata Assiten II Setda Provinsi NTB, H Ridwan Syah.

Ridwan menjadi salah satu pejabat yang turut dalam perjalanan ekspedisi gila itu. Pejabat lainnya ada Kepala Dinas Peternakan Budi Septiani, Kepala Dinas Perindustrian Nuryanti, Kadis Kelautan dan Perikanan Yusron Hadi, Kepala Inspektorat Ibnu Salim, dan beberapa pejabat lannya.

Awalnya Senin 26 Oktober 2020, Gubernur Zullkieflimansyah dan rombongan tiba di Desa Rarak Ronges, Kecamatan Brang Rea, Kabupaten Sumbawa Barat. Seperti biasa, Bang Zul berdialog menyerap aspirasi masyarakat desa.

Rarak Ronges adalah sebuah desa di pegunungan dengan tinggi sekitar 600 Mdpl. Hawa sangat sejuk, desa itu penghasil kopi, varietas robusta.

Dengan kawasan hutan yang masih lestari, di sekitar desa itu juga menjadi sumber penghasil madu hutan alam.

Bang Zul banyak berbicara soal kelestarian hutan dan bagaimana mendorong nilai tambah untuk produk kopi dan madu hutan dari desa ini.

Dari dialog dengan masyarakat, sebuah informasi pun muncul. Desa Rarak Ronges punya potensi yang sama dengan Desa Marente, Kecamatan Alas, Kabupaten Sumbawa. Secara geografis bisa dibilang Rarak Ronges dan Marente masih serumpun, sama-sama desa di ketinggian dan berada di kawasan lingkar hutan, dalam satu pegunungan yang sama.

Hanya saja, akses penghubung dari Desa Rarak Ronges menuju Marente masih sangat terbatas. Jalan belum diaspal, dan sebagian lainnya harus ditempuh dengan berjalan kaki.

Bang Zul memutuskan menempuh jalan itu. Bersama rombongan pejabat Pemprov NTB, Bang Zul harus melintasi jalan tanah berlumpur dan menyusuri hutan dengan berjalan kaki.

"Info awalnya hanya 2 jam jalan kaki. Tapi alhasil 7 jam melewati perbukitan, kebun kopi, tiga sungai, lembah dan tanjakan terjal itu kami tempuh dari Rarak Ronges menuju Matemega, Desa Marente," ujar Ridwan Syah.

Selasa pagi 27 Oktober 2020, Gubernur Zulkieflimansyah memimpin rombongan. Malam sebelumnya, Bang Zul bersama para pejabat Pemprov bermalam di Masjid Desa Rarak Ronges.

Menginap di masjid desa biasa dilakukan Bang Zul dalam kunjungan kerjanya ke desa terpencil di NTB. Agar lebih akrab dengan masyarakat dan menghilangkan sekat antara masyarakat dan pemimpin daerah. Bang Zul biasa menyebutnya sebagai Hotel Syariah Mandiri.

Ekspedisi dari Rarak Ronges menuju Dusun Marente di Desa Marente ditempuh dalam jarak sekitar 27 Km berjalan kaki. Waktu dibutuhkan sekitar 7 jam perjalanan.

Bang Zul mengaku terenyuh melihat kondisi masyarakat di Desa Rarak Ronges dan juga Desa Marente. Rasa lelah sepanjang ekspedisi gila pun terobati setelah rombongan tiba di Matemega, sebuah dusun di ujung rimba, Desa Marente, Kecamatan Alas, Kabupaten Sumbawa.

Bang Zul juga mensyukuri, perjalanan itu bisa membuktikan bahwa kawasan hutan dan keindahan alamnya masih sangat terjaga.

"Berjalan kaki 7 jam dari Desa Ronges ke Matemega memberikan banyak pelajaran bahwa betapa indahnya alam kita kalau hutan kita terjaga. Naik turun lembah, menyeberangi banyak sungai dgn air yg demikian jernih dan dingin membuat diri serasa di Surga. Tapi setelah 7 jam jalan kaki, yang paling melegakan adalah melihat ada kampung di ujung rimba," kata Gubernur NTB, Zulkieflimansyah.

Bang Zul mengatakan, yang menarik dari mengunjungi daerah-daerah terpencil bersama para Kepala Dinas adalah bahwa para Kepala Dinas jadi langsung melihat dan merasakan permasalahan masyarakat di lapangan.

Menurutnya, Karo Kesejahteraan Rakyat (Kesra) langsung melihat dan membantu masjid atau tempat keagamaan yang harusnya dibantu. Kadis Permukiman bisa melihat jalan lingkungan yang harus segera diperbaiki dan mana rumah masyarakat yang harus dibantu dengan program layak huni. Begitu juga Kadis PU melihat jalan, jembatan dan saluran irigasi. Dirut Bank NTB langsung melihat UMKM yang bermasalah dengan permodalan. Begitu juga dengan Kadis Pertanian dan Perkebunan, Kadis Perikanan, Kadis Peternakan dan lainnya.

"Dengan turun bersama, kami semua jadi kompak sebagai sebuah Tim. Tak ada kepura-puraan apalagi menjilat pada atasan untuk menjadi Yes Men. Dengan berjalan bersama, makan bersama, tidur bersama semua jadi kompak tanpa sekat sebagai saudara," katanya.

Bang Zul mengatakan, dalam setiap kunjungan jika di daerah tersebut tak ada hotel maka semua menyatu tidur bersama di Masjid

"Kami memilih menginap di mesjid karena mesjid biasanya Toilet dan Kamar mandinya lebih banyak dibandingkan di rumah penduduk. Jadi kalau rombongannya banyak, tidur di masjid adalah pilihan paling istimewa dan mewah. Dan tidur bersama ini selalu penuh dengan cerita yang membuat kami tersipu bahkan tertawa terbahak-bahak," ujarnya.

Masyarakat di Dusun Matemega, Desa Marente, Kecamatan Alas, Kabupaten Sumbawa, menyambut rombongan Gubernur NTB dengan penuh suka cita.

Menurut mereka jarang-jarang ada pejabat meluangkan waktu untuk melihat kondisi mereka. Kawasan ini juga terletak di ketinggian sekitar 560 Mdpl, dan juga terkenal sebagai penghasil kopi. Madu hutan Sumbawa dari daerah ini juga sangat tersohor.

Beberapa produk Kopi Luwak Robusta dan Madu Hutan Sumbawa berlabel Matemega Sumbawa, bahkan sudah terkenal di lapak e-commerce seperti BukaLapak, Shopie dan Tokopedia.

Namun masyarakat di daerah potensial ini masih hidup bersahaja dengan segala keterbatasan infrastruktur. JIka malam tiba, Desa ini kurang bercahaya, listrik PLN belum menjangkaunya.

Kepala Desa Marente, Khairuddin menyambut baik kedatangan Gubernur bersama rombongan.

Kepada Bang Zul, ia pun menyampaikan seluruh aspirasi dari masyarakat setempat. Ada 18 permitaan dan aspirasi masyarakat di desa itu.

"Ada 18 usulan kepada pak Gubernur, salah satunya masalah listrik, yang sangat kita butuhkan," katanya.

Hairudin menambahkan, masalah listrik ini menjadi sangat pokok, untuk itu ia meminta untuk secepatnya ditindaklanjuti.

"Mohon secepatnya di tindak lanjuti pak Gubernur," kata Khairuddin.

Bang Zul langsung merespons semua aspirasi tersebut. Ia mengatakan akan mendorong percepatan secara maksimal, listrik di Matemega dan sekitarnya akan menyala 24 jam pada tahun 2021.

"Insya Allah tahun 2021, listrik di Matemega dan sekitarnya akan menyala 24 jam, mohon doa bapak/ibu semua," ujarnya.

Assisten II Setda Provinsi NTB H Ridwan Syah menilai perjalanan ekspedisi gila di Sumbawa ini banyak pelajaran.

Menurut dia, perjalanan Gubernur NTB Zulkieflimansyah ke pelosok Sumbawa beberapa hari terakhir benar-benar menggugah rasa ke-NTB-an bersama.

"Betapa tidak, di sudut lain sebagian kita berteriak kencang menuntut perbaikan infrastruktur jalan. Sementara di sudut lain bahkan ada yang belum menikmati jalan. Belum menikmati listrik," katanya.

Ia berharap apa yang dilakukan Gubernur Zul juga menginspirasi pejabat Bupati dan Walikota di wilayah NTB. Melihat kondisi masyarakatnya secara langsung, mengangkap aspirasi, dan memberikan solusi.

Setidaknya agar kenyamanan masyarakat di Desa potensial seperti Matemega Marente, bisa dirasakan, senikmat dan semanis Madu Hutan yang dihasilkan.