Nilai-Nilai Islami pada Olimpiade 2021

id Olimpiade,Imaam Yakhsyallah Mansur

Nilai-Nilai Islami pada Olimpiade 2021

Pembina Yayasan Al-Fatah Indonesia Imaam Yakhshallah Mansur (Foto: Istimewa)

Mataram (ANTARA) - Warga dunia sejenak terhibur dengan adanya Olimpiade Musim Panas 2020 yang diselenggarakan di Jepang tahun ini. Event itu merupakan pagelaran yang ke-32, dan secara resmi dikenal dengan nama “Games of the XXXII Olympiad”.

Olimpiade kali ini menjadi bersejarah karena sempat tertunda selama setahun terkait adanya pandemi Corona yang melanda dunia, sementara Miraitowa dan Someity menjadi nama mascot Olimpiade kali ini.

Semua baliho, stiker, spanduk, merchandise, medali dan atribut-atribut lainnya tetap memakai produksi tahun 2020. Meskipun telah berganti tahun, komite olimpiade memutuskan tetap menggunakan logo “Olympic Games Tokyo 2020.” Acara berlangsung sejak 23 Juli hingga 8 Agustus 2021.

Pagelaran olahraga terbesar sejagad raya itu diikuti oleh 206 negara, dengan jumlah atlet sebanyak 10.305. Indonesia sendiri ikut berpartisipasi dengan mengirim 28 atlet yang tersebar dalam delapan cabang olahraga. Amerika Serikat dan Jepang menjadi negara yang mengirim atlet terbanyak.

Ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari pagelaran Olimpiade itu. Tidak sedikit atlet yang menjunjung tinggi sportivitas dan menunjukkan nilai-nilai Islami dalam bertanding. Berikut adalah beberapa pelajaran yang mengandung nilai-nilai Islami seperti ditunjukkan oleh para atlet yang berlaga pada pesta olahraga internasional itu.

Pertama, Itsar (mendahulukan orang lain)

Allah berfirman dalam Al-Quran: “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung. (Q.S Al-Hasyr [59]: 9).

Itsar secara bahasa bermakna mendahulukan orang lain atas dirinya sendiri. Sifat itsar ini termasuk akhlak mulia yang patut dilestarikan, Itsar merupakan bentuk akhlak mulia dan puncak tertinggi dari ukhuwah islamiyah dan merupakan hal yang sangat dicintai Allah Ta’ala, juga dicintai oleh setiap manusia.

Jika dilihat dari timbangan logika, Itsar merupakan hal yang sangat berat. Mengorbankan dirinya sendiri demi kepentingan orang lain tanpa berharap imbalan apapun seakan mustahil dilakukan, apalagi di tengah suasana ingin meraih kemenangan dalam pertandingan.

Di tengah pagelaran itu, ada momen langka sepanjang sejarah perjalanan Olimpiade, yaitu saling berbagi medali emas, tepatnya pada cabang olahraga (cabor) lompat tinggi putra. Atlet lompat tinggi Qatar, Mutaz Essa Barshim berbagi medali emas bersama rivalnya, Gianmarco Tamberi yang berasal dari Italia.

Keduanya berhasil menempati puncak podium setelah sama-sama mencatatkan lompatan setinggi 2,37 meter dalam laga final, Ahad (1/8/2021). Meski kemudian mereka harus kembali beradu lompatan dengan mistar setinggi 2,39 meter dan masing-masing diberi tiga kali kesempatan.

Hingga kesempatan kedua, Barshim dan Tamberi sama-sama tidak mampu mencetak rekor Olimpiade saat ini. Lalu, saat hendak melakukan lompatan ketiga, Tamberi menarik diri karena mengalami cedera di bagian kaki. Melihat hal itu, Barshim menghampiri panitia dan seketika bertanya soal kemungkinan berbagi medali emas.

“Apakah emas dapat dibagi di antara kami berdua, jika saya mundur dari upaya terakhir?,” tanya Barshim mengejutkan setiap orang yang ada di lokasi pertandingan. Menanggapi pertanyaan dari Barshim, petugas Olimpiade mengkonfirmasi bahwa hal tersebut bisa dilakukan dan emas akan dibagi untuk keduanya.

Tanpa banyak berpikir, Barshim pun memutuskan menarik diri dari kesempatan terakhirnya sehingga ia dan Tamberi sama-sama meraih medali emas. Tamberi yang mendengar keputusan itu sontak langsung memeluk Barshim, dilanjut berselebrasi di sekitar lapangan.

Begitu pula Barshim yang turut meluapkan keberhasilannya meraih emas Olimpiade Tokyo dengan berlari menuju pelatihnya. Perlu diketahui, di dalam maupun di luar lintasan pertandingan, Barshim dan Tamberi terkenal memiliki hubungan pertemanan yang baik.

“Dia salah satu teman terbaik saya. Tidak hanya di trek tapi di luar trek. Kami hampir selalu bersama. Semangat pejuang sejati, semangat olahragawan. Saya datang ke sini dan menyampaikan pesan ini,” ucap Barshim. Dari momen mengharukan ini, banyak pihak mengapresiasi dan menyebutnya sebagai bentuk sportivitas luar biasa.

Bicara tentang semangat Olimpiade, semangat mendahulukan orang lain itulah yang mampu menginspirasi dunia, menebarkan semangat perdamaian, baik dalam dunia olahraga, maupun di luar arena olahraga.

“Saling pengertian, solidaritas, dan fair play telah mereka tunjukkan sebagai atlit sejati, dan itulah momen terindah dimana mereka berdua dapat berbagi medali emas,” ujar komentator dalam laga final lompat tinggi itu.

Kedua, Jujur (fair play)

Allah berfirman dalam Al-Quran: Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan” (Q.S An-Nisa [4]: 135).

Ayat Al-Quran di atas terukir di tembok yang menghadap pintu masuk utama Fakultas Hukum Harvard University, Massachusetts, Amerika Serikat.  Harvard merupakan perguruan tinggi tertua di AS, didirikan pada 1636.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam pun bersabda: “Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur” (HR Al-Bukhari).

Jujur merupakan salah satu sifat mulia yang diajarkan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam. Umat Islam yang taat hendaknya meneladani sikap Rasulullah tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam kaitan ini, pasangan bulu tangkis Indonesia, Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan telah menunjukan kejujuran dan sikap sportivitasnya pada gelaran Olimpiade Tokyo beberapa waktu lalu.

Ahsan/Hendra keluar sebagai pemimpin Grup D setelah memenangkan tiga pertandingan. Duet berjuluk the Daddies mampu mengatasi perlawanan wakil Korea Selatan (Korsel), Choi Solgyu/Seo Sungjae di Arena Mushashino Forest Sports, Selasa (27/7/2021).

Pada partai kedua melawan wakil Malaysia, Aaron Chia/Soh Wooi Yik, Ahsan sempat meminta pertandingan dihentikan secara singkat dan memberikan saran kepada wasit untuk membenarkan papan skor usai ganda Indonesia mengantongi angka.

Pria kelahiran Palembang itu menjelaskan skor 9-5 salah, dan menyebut nilai 9-6 dan poin diberikan kepada lawan, dan itu dilakukan Ahsan karena kesalahan yang dibuatnya ketika gagal mengembalikan servis dari Soh Wooi Yik setelah pukulannya menyangkut net. Wasit yang mendengarkan penjelasan itu langsung membenarkan papan skor menjadi 9-6.

“Sikap fair play dari Mohammad Ahsan yang mengoreksi papan skor yang salah ketika wasit lupa memberikan nilai, bahkan di saat semuanya tidak sadar tentang hal itu, inilah karakter!” tulis akun Twitter @BadmintonTalks, Selasa (27/72021).

Nilai sportivitas dan tindakan terpuji yang diperlihatkan Mohammad Ahsan tentu muncul karena bekal agama yang kuat dalam dirinya. Sebagaimana pesan Nabi Muhammad yang mulia yakni untuk selalu jujur dalam setiap keadaan. Karena kejujuran akan mendatangkan kebaikan dan kebaikan akan menuntun pelakunya ke surga.

Pasangan Ahsan/Hendra memang belum meraih medali dalam Olimpiade Tokyo 2020. Tetapi usaha keras dan sikap luhur Ahsan sudah menunjukkan jati dirinya sebagai olahragawan terbaik. Bahkan banyak netizen mengklaim Ahsan merupakan atlet panutan karena perilakunya di dalam maupun di luar lapangan.

Ketiga, Kerjasama tanpa memandang agama

Allah berfirman dalam Al-Quran: “Untukmu agamamu, dan untukkulah agamaku”. (Q.S Al-Kafirun [109]: 6). Ayat di atas menekankan bahwa perbedaan keyakinan dan latar belakang tidak boleh menjadi penghalang dalam melakukan kerjasama. Selama hal itu bukan persoalan ibadah, umat Islam harus bekerjasama demi kemaslahatan dan kemajuan.

Itulah yang ditunjukkan pasangan bulu tangkis ganda putri Indonesia, Greysia Polii dan Apriliyani Rahayu. Mereka baru saja meraih medali emas pada gelaran Olimpiade Tokyo pada Senin 2 Agustus 2021.

Apriyani Rahayu merupakan seorang Muslimah, sementara Greysia Polii beragama Kristen. Tak hanya berbeda keyakinan, keduanya juga berasal dari suku yang berbeda. Meski demikian, hal itu bukan menjadi penghalang bagi keduanya untuk tampil kompak. Faktanya, justru perbedaanlah yang membuat mereka saling melengkapi dan berprestasi di bawah Bendera Merah Putih.

Sebagai salah satu olahraga populer dunia, bulutangkis dimainkan oleh semua kalangan di hampir semua negara di dunia, tidak memandang suku, ras, dan agama. Maka tak heran jika kerap kita jumpai para pasangan pemain bulu tangkis berbeda ras dan agama saling bahu membahu membawa nama baik negara mereka.

Selama puluhan tahun banyak atlit bulutangkis Indonesia merupakan keturunan Tionghoa, Jawa, Sunda, Batak, Minang, Bugis dan lainnya. Meski berbeda etnis dan agama, semuanya mampu bersinergi dengan sesama atlet. Mereka Bersatu dalam bingkai NKRI dan sama-sama mengharumkan nama Indonesia di kancah dunia.

*Penulis, Imaam Yakhsyallah Mansur adalah Pembina Yayasan Al-Fatah Indonesia.