Hari Olahraga Nasional dan upaya membangun karakter bangsa

id Hari Olahraga Nasional,Haornas,Nation Building

Hari Olahraga Nasional dan upaya membangun karakter bangsa

Ilustrasi Hari Olahraga Nasional 2022. (ANTARA/ Junaydo Suswanto)

Jakarta (ANTARA) - Mendiang pemimpin besar Afrika Selatan yang juga peraih Nobel Perdamaian Nelson Mandela, pernah berkata bahwa Olahraga memiliki kuasa mengubah dunia, memiliki kuasa dalam memberi inspirasi, memiliki kuasa dalam menyatukan manusia. Olahraga lebih kuat dibandingkan upaya pemerintah mana pun dalam meruntuhkan diskriminasi ras.

Sampai kini kalimat itu tetap relevan, bahkan sudah terbukti di zaman-zaman yang lewat, termasuk ketika negara-negara, seperti Indonesia barulah berdiri dan merdeka. Dalam banyak aspek, olahraga tidak saja menyatukan orang, tetapi juga bertalian erat dengan proses pembangunan bangsa atau nation building yang tak akan berhenti.

Salah satu dari banyak petunjuk mengenai relasi kuat antara olahraga dan pembangunan bangsa adalah tanggal bangsa ini merayakan hari monumental olahraganya pada 9 September yang biasa disebut Hari Olahraga Nasional.

Tetapi sampai 37 tahun lalu Indonesia tak pernah merayakan Hari Olahraga Nasional. Hari spesial dalam kalender olahraga nasional itu baru diperingati ketika Presiden Soeharto menyatakan tanggal itu sebagai Hari Olahraga Nasional pada 1985. Pernyataan Soeharto itu disampaikan dua hari setelah pemerintah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 67 Tahun 1985 tentang penetapan tanggal 9 September sebagai Hari Olahraga Nasional.

Tanggal itu diputuskan sebagai hari penting nasional karena hari itulah hari besar pertama dalam dunia olahraga nasional. Tanggal itu adalah hari pertama ajang olahraga skala nasional pertama di Indonesia sebagai negara merdeka digelar, yakni Pekan Olahraga Nasional (PON) 1948.

Diadakan di Solo dan dibuka oleh Presiden Soekarno pada pukul 09.00 WIB pada 9 September tahun itu, PON pertama ini melampaui spektrum olahraga, sebaliknya lekat dengan nasionalisme dan upaya pembangunan bangsa . PON pertama tak lepas dari upaya bangsa ini mempertahankan kemerdekaan dan integritas nasional yang merupakan bagian awal dari pembangunan bangsa.

Tahun-tahun setelah 1945 menjadi era sangat menentukan dalam bagaimana Indonesia memanfaatkan semua media, matra, kesempatan dan momen untuk mengenalkan diri sebagai negara merdeka kepada dunia. Dan olahraga adalah salah satu media itu.

Baca juga: Kemenpora genjot persiapan peringatan Haornas 2022
Baca juga: 950 orang ikut lomba lari peringati Hari Olahraga Nasional


Prakarsa-prakarsa olahraga bangsa ini sendiri sudah dimulai jauh sebelum Indonesia lahir pada 17 Agustus 1945, sejak masa kolonialisme Belanda sampai pendudukan Jepang. Sejumlah induk organisasi cabang olahraga, termasuk Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI), bahkan sudah lahir sebelum Indonesia lahir.

Indonesia pramerdeka, bahkan pernah menggelar sportweek pada 1938, seperti PON yang kita kenal sekarang. Upaya besar komunitas olahraga Nusantara sebagai bangsa yang satu dan merdeka di bawah Republik Indonesia, mulai digagas setelah 17 Agustus 1945.

Momentum itu dimulai manakala para perintis bangsa menggelar sebuah kongres di Solo pada 1946, yang kemudian melahirkan Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI). PORI menjadi koordinator semua cabang olahraga di Indonesia dan mengurus kegiatan-kegiatan olahraga dalam negeri.


Spesial

Bersama Komite Olimpiade Republik Indonesia (KORI) yang dibentuk pada tahun yang sama, PORI mempersiapkan atlet Indonesia untuk mengikuti Olimpiade London 1948.

Tetapi usaha Indonesia dalam mengikuti Olimpiade ini gagal karena Komite Olimpiade Internasional (IOC) tidak mengakui PORI mengingat kemerdekaan Indonesia saat itu belum diakui luas oleh dunia, termasuk pemerintah Inggris yang tidak mau mengakui paspor Indonesia, sehingga atlet-atlet Indonesia tak bisa mengikuti Olimpiade London 1948.

Penolakan ini mendorong Indonesia menggelar perhelatan semacam Olimpiade dalam tingkat nasional, yang diilhami oleh Sportweek 1938. Ajang ini kemudian disebut Pekan Olahraga Nasional.

Semangat besar di balik PON adalah memuat nilai-nilai fundamental yang dibutuhkan dalam proses pembangunan bangsa, khususnya persatuan dan kedaulatan, nasionalisme. PON itu dibuka Presiden Soekarno pada 9 September 1948.

Tanggal ini kemudian dimaknai, bukan saja sebagai tonggak olahraga nasional, namun juga momentum dalam mana Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan dan membangun bangsa dalam kerangka nation building. Dalam tahun-tahun kemudian, termasuk tahun ini, di mana Hari Olahraga Nasional akan digelar di Balikpapan, Kalimantan Timur, hari olahraga tetap dimaknai dalam perspektif pembangunan bangsa.

Proses ini tidak akan berhenti, apalagi bagi bangsa majemuk seperti Indonesia yang selalu membutuhkan perekat untuk tetap satu dan melangkah bersama menjawab tantangan zaman.

Bahkan itu tersirat dalam tema Hari Olahraga Nasional 2022, "Bersama Mencetak Juara." Kementerian Pemuda dan Olahraga menyebut tema ini memiliki arti kelanjutan semangat dalam mendorong cita-cita besar prestasi bangsa melalui Desain Besar Olahraga Nasional.

Prestasi olahraga, cita-cita besar bangsa, dan kebersamaan sendiri adalah tiga hal penting yang digarisbawahi dari Hari OIahraga Nasional 2022. Untuk mewujudkan itu (Bersama Cetak Juara), semangatnya adalah kerja sama, kolaborasi, sinergi, sehingga tidak bisa sendiri-sendiri untuk mencetak juara. Karena itu adalah juga tekad membangun bangsa agar terus menyatu dan melangkah bersama.

Tekad mencetak juara dan membuat prestasi tinggi, jika ditelusuri lebih dalam, adalah juga berkaitan dengan cara Indonesia terlihat besar di mata dunia. Lebih dari itu, ada korelasi antara tekad ini dengan tekad para perintis bangsa ketika pertama kali menggelar PON pada 9 September 1948, bahwa olahraga mengisi tempat istimewa dan memainkan peran spesial dalam menyatukan bangsa.

Ini karena olahraga tidak mengenal perbedaan manusia karena ras, agama, orientasi politik dan status sosial yang kerap mengeraskan perbedaan jika tidak dikelola dengan cermat dan benar. Sebaliknya, olahraga menciptakan dan meningkatkan rasa bersama dan merasa satu, selain menciptakan kolektivitas, di mana atlet menjadi agen terpenting dalam menumbuhkan dan menguatkan nilai-nilai yang dibutuhkan untuk pembangunan bangsa itu.

Bukan saja dari cara atlet tampil dalam arena-arena olahraga, tetapi juga dari prestasi yang mereka buat. Prestasi olahraga niscaya membuat masyarakat bangga, sehingga bisa menyisihkan perbedaan dan sebaliknya menguatkan kebersamaan dan persatuan, yang amat dibutuhkan dalam proses abadi membangun bangsa.