UNICEF sebut hanya satu kota di Aceh terbebas perilaku BABS
Banda Aceh (ANTARA) - UNICEF Perwakilan Aceh menyatakan bahwa hanya Banda Aceh, satu-satunya kota di provinsi paling barat Indonesia itu yang sudah terbebas dari praktek Buang Air Besar Sembarangan (BABS), sehingga daerah lainnya diharapkan untuk mengikuti hal serupa.
Kepala Perwakilan UNICEF Aceh Andi Yoga Tama, di Banda Aceh Kamis, mengatakan bahwa tingkat penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masih sangat rendah di tengah masyarakat Aceh, sehingga sangat berpotensi terjadi penularan berbagai macam penyakit. “Saat ini kalau kita lihat, hanya satu kota yang ada di Aceh, yang bebas dari praktek buang air besar sembarangan, hanya Kota Banda Aceh,” kata Yoga di Banda Aceh.
Ia menjelaskan Banda Aceh masuk dalam 33 kabupaten/kota di Indonesia yang sudah terverifikasi bebas dari praktek BABS. Di Aceh, kata dia, jika dilihat dari tingkatkan kabupaten/kota, jumlah desa yang terbebas dari praktek BABS juga terus meningkat.
“Makanya ini harus terus didorong. Apalagi dengan adanya dana desa, Baitul Mal di Aceh yang ikut terlibat membangun jamban, sehingga masyarakat saja yang perlu mengubah perilaku agar tidak lagi buang air besar sembarangan,” katanya.
Yoga menambahkan, praktek perilaku PHBS sangat penting dalam kehidupan, sebagai upaya mencegah tertular dari berbagai macam penyakit. Persentase populasi warga yang buang air besar sembarangan di Aceh, kata dia, jumlahnya tiga kali dari rata-rata nasional,
"Oleh karena itu, dengan buang air besar sembarangan atau praktek PHBS tidak dilakukan dengan baik, maka penularan penyakit mudah terjadi, karena sebetulnya semua penyakit mudah menular apabila PHBS tidak dilakukan dengan baik oleh masyarakat," katanya.
Baca juga: Kemenag - Unicef kerja sama perkuat pendidikan kesehatan gizi
Baca juga: UNICEF : Perlu intervensi hadapi "learning loss"
Yoga mencontohkan seperti virus polio yang menular melalui feses manusia. Apabila feses atau kotoran manusia mengandung virus, maka itu akan menularkan ke manusia lain, sehingga kampanye PHBS sangat perlu untuk terus digalakkan.
Kata dia, perilaku BABS tersebut tidak hanya disebabkan oleh infrastruktur yang tidak memadai di setiap daerah, tetapi juga pola pikir masyarakat Tanah Rencong itu perlu diubah.
"Banyak program hanya fokus pada pembangunan fasilitas, toilet dibangun, jamban dibangun, tapi tetap tidak ada yang gunakan, tetap mereka buang air besar sembarangan, maka yang diubah itu perilakunya bukan hanya sarananya saja," ujarnya.
Kepala Perwakilan UNICEF Aceh Andi Yoga Tama, di Banda Aceh Kamis, mengatakan bahwa tingkat penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masih sangat rendah di tengah masyarakat Aceh, sehingga sangat berpotensi terjadi penularan berbagai macam penyakit. “Saat ini kalau kita lihat, hanya satu kota yang ada di Aceh, yang bebas dari praktek buang air besar sembarangan, hanya Kota Banda Aceh,” kata Yoga di Banda Aceh.
Ia menjelaskan Banda Aceh masuk dalam 33 kabupaten/kota di Indonesia yang sudah terverifikasi bebas dari praktek BABS. Di Aceh, kata dia, jika dilihat dari tingkatkan kabupaten/kota, jumlah desa yang terbebas dari praktek BABS juga terus meningkat.
“Makanya ini harus terus didorong. Apalagi dengan adanya dana desa, Baitul Mal di Aceh yang ikut terlibat membangun jamban, sehingga masyarakat saja yang perlu mengubah perilaku agar tidak lagi buang air besar sembarangan,” katanya.
Yoga menambahkan, praktek perilaku PHBS sangat penting dalam kehidupan, sebagai upaya mencegah tertular dari berbagai macam penyakit. Persentase populasi warga yang buang air besar sembarangan di Aceh, kata dia, jumlahnya tiga kali dari rata-rata nasional,
"Oleh karena itu, dengan buang air besar sembarangan atau praktek PHBS tidak dilakukan dengan baik, maka penularan penyakit mudah terjadi, karena sebetulnya semua penyakit mudah menular apabila PHBS tidak dilakukan dengan baik oleh masyarakat," katanya.
Baca juga: Kemenag - Unicef kerja sama perkuat pendidikan kesehatan gizi
Baca juga: UNICEF : Perlu intervensi hadapi "learning loss"
Yoga mencontohkan seperti virus polio yang menular melalui feses manusia. Apabila feses atau kotoran manusia mengandung virus, maka itu akan menularkan ke manusia lain, sehingga kampanye PHBS sangat perlu untuk terus digalakkan.
Kata dia, perilaku BABS tersebut tidak hanya disebabkan oleh infrastruktur yang tidak memadai di setiap daerah, tetapi juga pola pikir masyarakat Tanah Rencong itu perlu diubah.
"Banyak program hanya fokus pada pembangunan fasilitas, toilet dibangun, jamban dibangun, tapi tetap tidak ada yang gunakan, tetap mereka buang air besar sembarangan, maka yang diubah itu perilakunya bukan hanya sarananya saja," ujarnya.