Mataram (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPRD Nusa Tenggara Barat, Abdul Rauf Wahab, meminta pemerintah provinsi mengendalikan tingginya harga beras di wilayah itu.
"Kita minta harga beras ini bisa dikendalikan, karena masyarakat di bawah sudah banyak mengeluh terkait kondisi ini," ujarnya di Mataram, Rabu.
Anggota DPRD NTB dari daerah pemilihan (Dapil) Kabupaten Bima, Kota Bima dan Dompu ini mengaku dalam waktu sepekan terakhir, masyarakat banyak mengeluhkan melonjaknya harga beras tersebut.
Dari biasanya masyarakat membeli beras seharga Rp10 ribu per kilogram, sekarang harganya melonjak naik menjadi sekitar Rp14 ribu per kilogram-nya.
"Dari informasi yang kita terima kenaikan harga ini diduga dipicu oleh makin menipis-nya stok beras dalam daerah," terang Abdul Rauf.
"Atau juga diakibatkan produksi beras kita banyak yang keluar, tidak ada pengendalian sehingga stok dalam daerah semakin menipis," sambungnya.
Menurutnya, berdasarkan teori ekonomi, harga komoditas melonjak naik itu biasanya disebabkan oleh karena suplai komoditas itu berkurang atau sudah menipis.
"Sudah pasti disebabkan karena stok komoditas-nya mengalami keterbatasan sehingga harga komoditas itu mengalami kenaikan," ujarnya.
Dia berharap adanya langkah antisipasi apalagi bulan Maret ini akan memasuki bulan Ramadhan.
Untuk itu, pihaknya berharap Bulog bersama Pemprov NTB dapat memastikan ketersediaan bahan pangan apalagi jelang bulan Ramadhan.
Diperparah lagi menurutnya merebaknya isu kerawanan pangan secara global harus juga segera diantisipasi.
"Kalau di Bulog cadangannya makin menipis misalnya. Ini harus segera diantisipasi segera agar tidak menimbulkan inflasi. Sebab kenaikan harga beras ini jika tidak diantisipasi segera dikhawatirkan akan berdampak pada kenaikan harga pada komoditas lainnya," kata Rauf.
Komisi II DPRD NTB, lanjut dia, akan segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait guna memastikan kesiapan daerah dalam rangka menghadapi isu kerawanan pangan ini.
Sebab boleh jadi melonjaknya harga komoditas beras ini merupakan gejala awal akan terjadinya kerawanan pangan tersebut.
"Apalagi data yang disodorkan ke kami, kesiapan beras NTB dalam mengantisipasi terjadinya kerawanan pangan ini hanya sekitar 52 ton di tahun 2023. Stok yang disiapkan ini sangat kecil sehingga kita harus membicarakan-nya kembali dengan pemerintah soal bagaimana cara mengantisipasi ketika benar terjadi kerawanan pangan," ujarnya.
Menurutnya, langkah antisipasi itu perlu segera dilakukan agar jangan sampai daya beli masyarakat semakin menurun sementara harga yang terus melonjak.
"Cara antisipasi-nya adalah bisa dengan jalan menggelar operasi pasar atau mengedarkan barang yang lebih murah dengan standar Bulog," katanya.
Berita Terkait
Kejati NTB tangkap mantan pejabat bank syariah di Semarang
Kamis, 19 Desember 2024 5:19
Museum Negeri NTB pamerkan koleksi terbaru hibah Kesultanan Sumbawa
Rabu, 18 Desember 2024 20:42
NTB raih juara I nasional anugerah Keterbukaan Informasi Publik
Rabu, 18 Desember 2024 18:07
PJ Gubernur: UMK 2025 untuk 10 kabupaten/kota di NTB naik 6,5 persen
Rabu, 18 Desember 2024 17:00
Bandara Lombok tingkatkan pelayanan jelang Nataru 2025
Rabu, 18 Desember 2024 16:58
Kajati NTB tagih hasil audit inspektorat terkait Motocross 2023
Rabu, 18 Desember 2024 15:10
Kajati NTB telusuri indikasi korupsi Dikbud Rp42 Miliar
Rabu, 18 Desember 2024 15:09
Kajati NTB: Penyidikan korupsi lahan eks GTI masih berjalan
Rabu, 18 Desember 2024 15:07