Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan memastikan hingga saat ini ekspor pasir laut sama sekali belum dilakukan karena pemerintah memprioritaskan sedimen laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri. “Baca baik-baik itu PP, belum ada itu ekspor,” katanya ditemui di kantornya di Jakarta, Jumat.
Luhut juga menampik isu bahwa ekspor pasir laut berhubungan dengan potensi investasi Singapura di Ibu Kota Nusantara (IKN). “Nggak ada urusannya ke situ. Baca itu PP-nya baik-baik. Itu sampai hari ini Permendag masih melarang ekspor,” katanya.
Luhut juga menyebut kalaupun nantinya ekspor dilakukan, aturannya pun akan sangat ketat, termasuk melalui audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). “Kalau ekspor dilakukan, itu adalah pendalaman alur. Jadi sedimen itu yang digunakan dan itu diaudit oleh BPKP dan sekarang itu kita prioritaskan kepada reklamasi di kita sendiri. Dan belum ada itu ekspor,” tegasnya.
Sejak diteken pada 15 Mei 2023, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut menjadi perhatian publik. Pasalnya, dalam PP tersebut memang disebutkan soal diperbolehkannya ekspor sedimentasi berupa pasir laut.
Berdasarkan salinan PP 26/2023 Pasal 9 ayat 2, disebutkan bahwa pemanfaatan sedimentasi berupa pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha dan/atau ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kemudian, disebutkan pula peruntukan pasir laut dalam negeri, akan dikenakan biaya penerimaan negara bukan pajak (PNBP), sementara untuk ekspor akan dikenakan biaya PNBP yang lebih tinggi.
Namun, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengungkapkan ekspor pasir laut merupakan opsi terakhir. Dalam PP tersebut, pemerintah mengutamakan pengelolaan sedimentasi hasil laut untuk kebutuhan reklamasi dalam negeri.
“Saya berpikirnya bukan ekspor (yang utama). Saya berpikirnya mengelola sedimentasi supaya reklamasi-reklamasi yang ada di dalam negeri jangan menggunakan selain sedimentasi," ujar Trenggono.
Baca juga: BPKP NTB kantongi hasil audit kerugian korupsi tambang pasir besi Lombok Timur
Baca juga: Tersangka korupsi tambang pasir besi di Lombok Timur berniat kembalikan kerugian
Hal ini menurutnya lebih penting agar tidak ada lagi pengambilan pasir laut secara ilegal dan masif termasuk pengambilan pasir dari pulau. "Kalau tidak (diatur) nanti semua main diambil saja untuk kepentingan reklamasi. Ingat ya. Saya tidak bicara ekspor," kata Trenggono.