Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menekankan jika partai politik (parpol), merupakan salah satu komponen penting dalam mencegah politik uang. "Parpol adalah salah satu dari tiga komponen penting untuk menciptakan mekanisme politik yang cerdas dan berintegritas," kata Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK Amir Arief dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.
Dia menjelaskan Parpol seyogyanya memiliki peranan penting dalam kontestasi politik di Indonesia. Parpol menjadi pemegang suara rakyat yang mengantarkan para kadernya duduk pada jabatan publik, baik eksekutif maupun legislatif. Salah satu tugas dan wewenangnya untuk membuat kebijakan atau Undang-Undang (UU) yang berkaitan erat dengan kepentingan rakyat.
Menurut dia, KPK terus berupaya mencegah praktik penyalahgunaan kewenangan dalam kontestasi pemilu, salah satunya dengan menyusun Pedoman Sistem Integritas Partai Politik (SIPP). “Dengan demikian parpol dapat mengimplementasikan langkah-langkah dan strategi antikorupsi pada kadernya yang akan menjabat sebagai kepala daerah,” jelasnya.
Penegasan itu disampaikan Amir saat menjadi narasumber kegiatan bimbingan teknis Anggota DPRD Partai Bulan Bintang (PBB) di Jakarta. Kegiatan itu mengusung tema “Membangun Integritas Partai Politik Yang Anti Money Politic”.
Selain itu, politik uang juga telah menjadi kebiasaan di masyarakat dan bukan hal yang mudah. Untuk memutus rantai politik uang, kata Amir, tidak hanya memerlukan integritas dari para politikus, tetapi juga perlu upaya dari masyarakat yang berintegritas dalam menolak praktik tersebut.
Menurut Amir, kepemimpinan partai politik dalam pencegahan politik uang sangat penting. KPK juga siap jadi mitra PBB dalam memberikan pendidikan anti politik uang. “Terima kasih kepada pimpinan PBB yang setiap tahun memberikan pendidikan antikorupsi ke para kader di setiap kegiatan bimtek,” ujarnya.
Sementara hasil kajian KPK terkait politik uang menjelaskan bahwa sebanyak 72 persen pemilih menerima politik uang. Setelah dibedah sebanyak 82 persen penerimanya adalah perempuan dengan rentang usia di atas 35 tahun.
Baca juga: Aswad Sulaiman batal ditahan KPK karena sakit
Baca juga: Istri Wali Kota Bima hadir di Polda NTB memenuhi panggilan KPK
Faktor terbesar perempuan menerima politik uang tersebut karena faktor ekonomi, tekanan dari pihak lain, permisif terhadap sanksi, dan tidak tahu tentang politik uang. “Politik uang sama dengan sumber masalah sektor politik. Politik uang yang lebih populer dengan istilah ‘Serangan Fajar’ adalah tindak pidana yang memicu terjadinya korupsi,” katanya menegaskan.
Berita Terkait
Sanksi atas cakada terjaring OTT tunggu putusan inkrah
Kamis, 28 November 2024 5:16
Menteri Agama laporkan penerimaan gratifikasi ke KPK
Rabu, 27 November 2024 11:58
Profil Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah yang terkena OTT KPK
Selasa, 26 November 2024 9:29
KPK bantah ada muatan politik dalam OTT Gubenur Bengkulu
Senin, 25 November 2024 17:56
OTT KPK: Gubenur Bengkulu gunakan uang korupsi untuk timses pilkada
Senin, 25 November 2024 17:45
OTT KPK: Gubernur Bengkulu peras anak buah untuk biaya pilkada
Senin, 25 November 2024 4:34
KPK sita uang Rp7 miliar dalam OTT Gubernur Bengkulu
Senin, 25 November 2024 4:28
KPK tetapkan Gubernur Bengkulu Rohidin sebagai tersangka
Senin, 25 November 2024 4:21