Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Eddy Soeparno menilai perlu ada pemberian subsidi untuk energi baru dan terbarukan (EBT) guna menekan impor bahan bakar fosil.
Eddy mengatakan subsidi yang selama ini diberikan kepada bahan bakar berbasis fosil seperti Pertalite, Solar, dan LPG 3 kilogram juga didorong untuk disalurkan ke energi baru dan terbarukan.
"Daripada mensubsidi yang sekarang untuk energi fosil, lebih baik kita subsidi energi terbarukan dong. Karena kita bisa mengurangi dampak dari pada impor, defisit kita kan bisa dihemat," kata Eddy saat ditemui usai menghadiri sesi diskusi bertajuk "Capital Connect: Indonesia Elections & Economics" di Jakarta, Selasa.
Eddy menilai tantangan yang dihadapi dalam proyek EBT adalah tarif yang tinggi disebabkan nilai investasi yang besar. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah yang menunjukkan keberpihakan negara terhadap proyek-proyek EBT.
"Memang harus ada mekanisme di mana kita harus menunjukkan keberpihakan supaya proyek-proyek bisa jalan karena kendalanya selalu tarif kan, investasi awalnya besar," ujar Eddy.
Mengenai pembiayaan dalam proses transisi energi, Eddy menerangkan skema pendanaan campuran (blended financing) yakni dengan melibatkan lembaga pembiayaan multilateral seperti World Bank, Asian Developtment Bank, dan International Finance Coporation. Kemudian juga melibatkan lembaga pembiayaan yang berfokus di bidang transisi energi.
"Ada sekarang lembaga-lembaga pembiayaan yang memang fokus untuk pembayaran energi terbarukan dan itu banyak, termasuk filantropi. Saya kira blended financing itu yang harus kita giatkan," tutur Eddy.
Baca juga: Kementerian ESDM sebut "co-firing" salah satu solusi tingkatkan bauran EBT
Baca juga: Kaji potensi energi angin di Indonesia, PLN jalin kolaborasi dengan Powerchina
Kemudian, negara juga perlu menyusun peta pengembangan EBT Indonesia untuk ditawarkan kepada lembaga pembiayaan multilateral itu. Dengan demikian, lembaga pembiayaan multilateral dapat mengkaji pengembangan EBT di Indonesia secara menyeluruh.
"Mereka (lembaga pembiayaan multilateral) tidak akan punya waktu, tidak akan punya sumber daya untuk fokus pada satu proyek saja, terlalu mahal bagi mereka. Jadi harus dibuat peta pengembangan EBT di Indonesia, itu yang ditawarkan petanya itu," tutur Eddy.
Berita Terkait
Memacu pertumbuhan ekonomi lewat transisi energi
Sabtu, 2 November 2024 7:08
BPVP cetak teknisi PLTS andal dongkrak setrum bersih di Lombok Timur
Sabtu, 5 Oktober 2024 1:24
Indonesia kembangkan hilirisasi energi baru terbarukan
Senin, 2 September 2024 5:47
Cofiring biomassa PLTU ciptakan kegiatan ekonomi baru
Rabu, 21 Agustus 2024 19:25
PLN canangkan ARED capai kapasitas EBT 75 persen
Selasa, 16 Juli 2024 20:20
PLN butuh investasi 700 miliar dolar AS untuk mencapai emisi nol bersih 2060
Selasa, 16 Juli 2024 17:00
Kadin bahas investasi energi terbarukan
Jumat, 12 Juli 2024 5:24
Mengurai tantangan energi alternatif berbasis riset
Selasa, 18 Juni 2024 17:00