Ekonomi Indonesia "survive" dari gejolak geopolitik global

id Bahlil, BKPM,ekonomi,gejolak geopolitik,pertumbuhan ekonomi

Ekonomi Indonesia "survive" dari gejolak geopolitik global

Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia diwawancara awak media di Jakarta, Kamis malam (27/6/2024). ANTARA/Harianto

Jakarta (ANTARA) - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu mampu survive meski terjadi geopolitik global.

"Dalam sejarah konflik global yang terjadi sejak tahun 2019, kemudian masuk (pandemi) COVID-19, Indonesia selalu survive dalam pertumbuhan ekonominya," kata Bahlil di sela Pelantikan Pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pengusaha Jasa Boga (APJI) periode 2024 -2029 di Jakarta, Kamis malam.

Menurut Bahlil, fondasi ekonomi Indonesia tetap kuat meski di tengah situasi ketidakpastian ekonomi akibat gejolak geopolitik global.

Bahlil menyebutkan, dinamika global yang bisa mengancam perekonomian Indonesia seperti perang dagang Amerika dan China, pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID 19, perang antara Ukraina-Rusia, Palestina dan Israel, hingga pelemahan nilai tukar rupiah.

"Dan sekarang masih terjadi perang dagang antara China dan Amerika. Itu cukup memberikan dampak pada posisi ekonomi global yang tidak menentu. Ukurannya pun jelas harga minyak sekarang masih tinggi, nilai tukar rupiah kita sekarang udah mulai turun," ujar Bahlil.

Bahlil mengungkapkan bahwa meski terjadi hal itu, namun pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu survive karena didukung oleh adanya peran UMKM yang cukup berkontribusi terhadap perekonomian nasional.

"Kenapa survive? Ada tiga rumus postur pertumbuhan ekonomi kita itu didorong oleh konsumsi, investasi dan ekspor-impor. 53 persen itu konsumsi, 30 persen investasi, serta PDB kita 61 persen itu dari UMKM, dan UMKM ini punya kontribusi yang besar," ungkap Bahlil.

Ia menyebutkan UMKM sendiri berkontribusi sebesar 61 persen terhadap total produk domestik bruto (PDB) dan menyerap sekira 97 persen tenaga kerja lokal.

"Itulah kemudian kenapa menjadi alasan di tengah gempuran global ekonomi yang tidak menentu, fondasi ekonomi kita kuat, dan kontribusi UMKM ini dari tenaga kerja yang ada 130 juta di Indonesia, 120 juta (diantaranya) itu UMKM," kata Bahlil.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan Bank Dunia (World Bank) telah mengubah proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 menjadi 5,1 persen dari sebelumnya 4,9 persen.

“Bank Dunia baru saja menaikkan growth forecast Indonesia di tahun 2024 dari yang tadinya 4,9 persen menjadi 5,0 persen dan untuk tahun 2025 dari 4,9 persen menjadi 5,1 persen. Di tengah perekonomian dunia mengalami tekanan inflasi tinggi, inflasi Indonesia juga terus terjaga dalam rentang target sasaran di bawah 3 persen,” kata Airlangga dalam Konferensi Pers Kondisi Fundamental Ekonomi Terkini dan RAPBN 2025 di Jakarta, Senin (24/6).

Baca juga: Kementerian Investasi beri kemudahan investor
Baca juga: "Solo Great Sale" buka peluang investasi baru

Airlangga juga memastikan bahwa kondisi fundamental makroekonomi Indonesia relatif lebih baik jika dibandingkan dengan negara lainnya (peers).

Ia memberikan contoh neraca transaksi berjalan atau current account Indonesia yang mengalami defisit 0,64 persen dari produk domestik bruto (PDB). Rentang defisit tersebut lebih aman dibandingkan negara lain seperti Chile yang minus 4,40 persen dan India minus 3,32.

"Jadi negara-negara seperti Indonesia itu relatif lebih baik dari negara ASEAN lain, kecuali Thailand. Kemudian dengan rating yang relatif baik, dengan kita punya inflasi juga relatif baik dibandingkan yang lain," ujarnya.

Airlangga mengungkapkan sektor riil Indonesia menunjukkan prospek ekonomi yang baik serta diikuti dengan aktivitas industri dan konsumsi Indonesia yang masih terjaga baik.