Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan, tingkat keterisian gudang beku di Pulau Jawa masih memiliki kapasitas untuk menampung ikan-ikan hasil tangkapan nelayan.
Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Budi Sulistiyo dalam keterangannya di Jakarta, Jumat mengatakan, dari 931 gudang beku yang tersebar di Pulau Jawa, keterisian rata-ratanya baru menyentuh 48 persen.
"Hasil pantauan tim di lapangan keterisian gudang beku di bawah 50 persen, artinya normal," ujar Budi.
Budi menegaskan saat ini pemilik ikan juga memiliki strategi dagang untuk menjual produknya sesuai dengan perhitungan ekonomis. Menurutnya, ruang penyimpanan dingin atau cold storage berkorelasi dengan strategi bisnis masing-masing perusahaan.
"Barang akan dilepas ketika secara keekonomian menguntungkan," ujarnya.
KKP menyiapkan langkah antisipatif penumpukan ikan di gudang beku dengan terus melakukan fasilitasi kemitraan antara pengelola ruang penyimpanan dingin dengan offtaker atau eksportir atau mitra dagang sebagai salah satu bentuk perluasan akses pasar.
Selain itu, modeling kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT) bisa menjadi benchmarking karena ikan didaratkan di zona penangkapan sehingga akan mengurai penumpukan/konsentrasi ikan di gudang pendingin di Pulau Jawa.
"Sekali lagi, keterisiannya rata-rata sebesar 48 persen menunjukkan bahwa ketersediaan stok ikan cukup untuk memenuhi bahan baku industri dan konsumsi," jelasnya.
Guna memaksimalkan penyerapan ikan di saat panen tinggi sekaligus meminimalisir kerugian nelayan, KKP menyiapkan implementasi Sistem Resi Gudang (SRG) Komoditas Perikanan, yang ditujukan untuk membantu nelayan dalam mengakses permodalan serta dapat digunakan sebagai upaya untuk menjaga kestabilan harga ikan.
Langkah lain yang dilaksanakan dalam mengoptimalkan penyerapan ikan ialah dengan fasilitasi kerja sama distribusi dari pusat produksi ke industri pengolahan.
"Pada saat harga turun ikan dapat disimpan dan dijual saat harga ikan telah membaik (tunda jual), SRG ini program kolaborasi lintas sektor, terutama dengan Kemendag (Bappebti)," tuturnya.
Sebagai bentuk keberpihakan terhadap nelayan, KKP juga memastikan kebijakan pengetatan impor melalui neraca komoditas dilaksanakan dengan pengawasan yang ketat, serta hanya diperbolehkan terutama untuk jenis ikan yang tidak ada di perairan Indonesia.
Baca juga: KPP Pratama Praya Loteng bersihkan sampah kawasan ruang terbuka hijau
Baca juga: KPP Pratama Mataram Barat himpun pajak senilai Rp767 miliar
Baca juga: KPP Pratama Praya Loteng bersihkan sampah kawasan ruang terbuka hijau
Baca juga: KPP Pratama Mataram Barat himpun pajak senilai Rp767 miliar
Keberhasilan pengetatan impor ini ditunjukkan dengan volume dan nilai impor pada periode Januari-Mei 2024 menurun masing-masing sebesar 51 persen dan 38 persen dibanding periode yang sama tahun 2023.
Budi menambahkan, pelaksanaan mekanisme kebijakan importasi hasil perikanan telah terintegrasi dengan Indonesia National Single Window (INSW) dan diatur dalam Perpres Nomor 32 Tahun 2022 tentang Neraca Komoditas dan Permen KP Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penyusunan Neraca Komoditas Perikanan.
"Ini bagian dari keberpihakan kita terhadap nelayan," tutupnya.