Upaya NTB redam gejolak harga beras

id gejolak harga pangan,kenaikan harga beras,perayaan maulid nabi,beras ntb,ketahanan pangan,stok beras bulog,cadangan pang

Upaya NTB redam gejolak harga beras

Sekretaris Daerah NTB H Lalu Gita Ariadi selaku Ketua Harian Tim Pengendali Inflasi Daerah NTB, mengangkat bendera dalam pelepasan kendaraan pengangkut komoditas pangan untuk program stabilisasi harga beras. (ANTARA/Awaludin)

Mataram (ANTARA) - Fenomena kenaikan harga beras mulai terlihat di Nusa Tenggara Barat (NTB). Kenaikan harga itu bisa berdampak terhadap ketahanan pangan dan daya beli masyarakat.

Beras yang bulan-bulan sebelumnya tidak masuk ke dalam komoditas lima penyumbang inflasi daerah kini mulai bertengger di posisi kelima dengan andil 0,03 persen terhadap inflasi pada Agustus 2024.

Badan Pusat Statistik menyebutkan indeks harga konsumen atau IHK   dari tiga daerah  di NTB, beras masuk ke dalam penyumbang inflasi di Kota Mataram dan Kabupaten Sumbawa yang masing-masing 0,03 persen. Sedangkan, di Kota Bima beras belum masuk lima komoditas penyumbang inflasi.

Musim kemarau yang kini melanda NTB  membuat petani memundurkan masa tanam karena lahan persawahan kekurangan air, bahkan mengering. Situasi itu berdampak terhadap pasokan beras di pasaran.

Ketika suplai beras ke pasar menurun, namun tidak diikuti dengan penurunan permintaan konsumen menyebabkan harga beras cenderung naik.

Selain kemarau, komoditas beras juga berpotensi mendongkrak inflasi pada September dan Oktober 2024 karena perayaan Maulid Nabi yang berlangsung selama sebulan penuh di Pulau Lombok.

Pengamat ekonomi yang juga dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram Muhammad Firmansyah mengungkap keunikan Pulau Lombok yang tidak sama dengan daerah lain di Indonesia, karena salah satu momentum penentu inflasi selain bulan puasa Ramadhan adalah Maulid Nabi Muhammad SAW.

Kebutuhan pangan terbesar dalam perayaan Maulid Nabi adalah beras. Di Kabupaten Lombok Utara, masyarakat Desa Bayan menjadikan beras sebagai komponen utama dalam prosesi ritual adat skala besar.

Setiap rumah yang ada di kampung-kampung mengadakan jamuan makan untuk kerabat dekat mereka sebagai bentuk ungkapan rasa syukur dan sedekah. Jamuan makan dan tasyakuran yang digelar masyarakat Pulau Lombok selama sebulan penuh itulah yang membuat permintaan beras meningkat dan diikuti komponen pangan lainnya untuk lauk-pauk, seperti telur dan daging ayam.

Dinas Perdagangan NTB mencatat perkembangan harga rata-rata barang kebutuhan pokok pada 20 September 2024 terlihat beras premium salah satu merek mengalami peningkatan harga sebesar 2 persen dari sehari sebelumnya yang hanya Rp14.000 per kilogram menjadi Rp14.250 per kilogram karena permintaan meningkat.

Berkaca dari data Badan Pusat Statistik tahun lalu, pada Agustus 2023, sebulan sebelum Maulid Nabi, beras hanya berkontribusi terhadap inflasi bulan ke bulan sebesar 0,07 persen. Namun, pada September 2023, ketika bulan Maulid Nabi, beras menduduki posisi pertama dari lima komoditas penyumbang inflasi di Nusa Tenggara Barat dengan angka 0,67 persen.

Lonjakan inflasi beras terjadi sangat signifikan dari 0,07 menjadi 0,67 persen hanya dalam waktu satu bulan. Pada Oktober 2023, setelah bulan Maulid Nabi, beras masih menduduki posisi pertama dalam lima komoditas penyumbang utama inflasi Nusa Tenggara Barat dengan angka 0,18 persen.

Pemerintah harus cepat mengambil langkah dalam mengendalikan harga beras di pasaran karena beras adalah makan pokok utama masyarakat. Kenaikan harga beras dapat memicu kenaikan harga bahan pangan lainnya.

Contoh, penjual telur akan menaikkan harga dagangannya bila harga beras naik karena beras juga dibutuhkan oleh penjual telur untuk makan keluarganya sehari-hari. Bila penjual telur tidak menaikkan harga dagangan, maka pengeluaran bisa membengkak akibat efek dari kenaikan harga beras tersebut.


Pengendalian stok beras

Pemerintah memastikan ketersediaan bahan pangan pokok bagi masyarakat dengan harga terjangkau melalui pengendalian stok beras. Jumlah cadangan pangan pemerintah daerah ada sebanyak 107 ton, sedangkan stok yang dimiliki oleh Badan Urusan Logistik (Bulog) NTB sebanyak 45.409 ton.

Beras yang tersimpan di gudang-gudang pemerintah daerah dan Bulog dapat disalurkan untuk mengendalikan harga beras di pasaran.

Wakil Pimpinan Bulog Kantor Wilayah NTB Musazdin Said mengatakan pihaknya siap meningkatkan kuota penyaluran melalui gerakan pangan murah.

Bulog menjual beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) ke toko-toko ataupun program Rumah Pangan Kita (RPK) seharga Rp11.000 per kilogram. Harga itu tentu jauh lebih murah ketimbang harga beras di pasaran yang bertengger pada angka Rp12.500 per kilogram.

Bahkan, kegiatan gerakan pangan murah Bulog bekerja sama dengan pemerintah daerah sudah terjadwal di banyak lokasi dari September hingga Oktober 2024 mendatang.

Setiap bulan rata-rata beras SPHP yang dikucurkan mencapai 600 ton. Itu salah satu upaya penugasan pemerintah kepada Bulog untuk mengendalikan harga pangan. Ketika penghujung tahun saat lahan pertanian masih belum bisa sepenuhnya ditanami padi akibat imbas kemarau dan kekeringan, kuota penyaluran beras ke pasar dapat meningkat hingga 1.000 ton setiap bulan.

Bulog memastikan para pedagang beras tidak akan pernah bisa mengutak-atik harga karena stok beras yang dimiliki sangat banyak dan bisa menjadi alat peredam gejolak harga pangan di Nusa Tenggara Barat.

Intervensi melalui pasar murah merupakan upaya jangka pendek untuk mengendalikan harga beras agar tidak melambung terlalu tinggi dan berdampak terhadap harga bahan pangan lain.


Mitigasi lahan kering

NTB memiliki 1,4 juta hektare lahan pertanian dengan luas lahan baku sawah mencapai 234 ribu hektare per tahun 2023 yang tersebar di dua pulau besar, yakni Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa.

Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB menyebut ada sekitar 10 ribu hektare lahan pertanian yang saat ini mengalami kekeringan akibat terdampak musim kemarau di tahun 2024. Kekeringan itu terjadi di lima daerah, yaitu Lombok Tengah, Lombok Timur, Sumbawa, Bima, dan Dompu.

Tanda awal musim kemarau sudah terjadi sejak Mei 2024, saat petani memasuki periode musim tanam kedua. Beberapa lahan persawahan yang berada di tepi jalan lintas provinsi di Pulau Lombok tampak dibiarkan kosong oleh para petani akibat tak ada air.

Pemerintah menyadari kemarau bakal berkepanjangan dan segera menyalurkan program bantuan pompanisasi dan irigasi perpompaan untuk membantu proses pengairan lahan pertanian.

Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB Muhammad Taufieq Hidayat mengatakan ada 4.000-an unit pompa yang diberikan Kementerian Pertanian RI untuk para petani di NTB. Ribuan unit pompa itu untuk memitigasi dampak kekeringan yang meluas.

Program pompanisasi dan irigasi perpompaan adalah upaya untuk melindungi lahan pertanian agar bisa terus memproduksi gabah ketika musim kemarau. Program itu untuk mendukung perluasan areal tanam atau PAT dan luas tambah tanam (LTT) pada musim tanam kedua dan ketiga.

Pemerintah mengklaim kekeringan lahan pertanian yang kini dialami tidak terlalu berdampak signifikan terhadap produksi pangan di NTB  karena ada program perluasan areal tanam dengan target 51 ribu hektare yang mana sekarang sudah terealisasi seluas 65 persen atau setara 33 ribu hektare.

Mitigasi lahan kering melalui pompanisasi maupun pembangunan bendungan merupakan cara sederhana untuk meringankan dampak kekeringan.

Perubahan iklim adalah ancaman nyata bagi sektor pertanian yang hanya bisa dihadapi dengan penguasaan ilmu pengetahuan berbasis riset dan inovasi untuk meminimalkan dampak kerugian akibat gagal panen serta menurunkan biaya produksi.

Pemerintah melalui lembaga riset perlu mengupayakan cara jangka panjang untuk meredam gejolak harga pangan melalui penerapan inovasi tanaman padi tahan kering hingga pemakaian teknologi untuk kegiatan produksi maupun prakiraan cuaca yang mumpuni.

Petani juga harus perlahan beralih dari pertanian berbasis kimiawi menjadi pertanian organik yang ramah lingkungan agar tanah tidak semakin rusak dan sumber air tidak lagi tercemar. Sistem pertanian organik yang berkelanjutan dapat membantu petani meningkatkan ketahanan tanaman terhadap dampak perubahan iklim yang tujuan akhirnya adalah peningkatan produksi padi.