Mendadak merakyat dalam Pilkada NTB

id pilkada serentak,pilkada ntb,pilkada 2024,pemasaran politik,kampanye damai,pemilihan gubernur ntb,nusa tenggara barat Oleh Eko Saputra *)

Mendadak merakyat dalam Pilkada NTB

Penggiat dekorasi Indonesia Eko Saputra. (ANTARA/Dokumen Pribadi)

Mataram (ANTARA) - Inilah fenomena tidak asing yang kerap muncul di momen-momen tertentu, terutama saat menjelang pesta demokrasi—biasanya momen Pilkada atau Pemilu. Politisi yang biasanya terlihat jauh dari masyarakat, mendadak muncul dalam kegiatan-kegiatan sederhana.

Perilaku itu biasa dipandang sebagai bentuk kedekatan politisi dengan rakyat. Lantas, bagaimana dengan ketulusan politisi yang mendadak jadi merakyat?

Fenomena politisi turun gunung kerap dianggap sebagian masyarakat sebagai upaya pencitraan sementara demi meraih simpati atau suara. Bahkan, fenomena serupa biasanya memunculkan kesan bahwa kondisi mendadak hanyalah topeng yang nantinya dilepas usai tujuan mereka tercapai.

Padahal, bagi masyarakat kedekatan yang tulus di luar masa demokrasi adalah hal penting untuk membangun kepercayaan publik. Tidak hanya itu, perilaku mendadak juga sering ditandai dengan adanya legitimasi uang sebagai upaya meyakinkan publik. Praktik politik uang seolah tumbuh subur dan menggurita di berbagai level lapisan sosial politik.

Inilah aktor politik di tanah air. Sepanjang sejarah politik, biasanya aktor-aktor politik sering bersua langsung tanpa pengawalan ketat dan sterilisasi. Merayu perhatian masa dengan cara demikian adalah lumrah dalam wajah politik hari-hari ini.


Menelisik Pilkada NTB

Di Indonesia ramai sekali pemilihan kepala daerah atau Pilkada secara langsung, termasuk Nusa Tenggara Barat (NTB) dan daerah lainnya.

Kita menyaksikan seorang calon gubernur atau bupati dan walikota yang memajang fotonya dengan pernyataan pemberantasan kemiskinan, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan. Bagaimana pun juga itu merupakan kepedulian mereka.

Menjelang pemilihan gubernur NTB, kita juga menyaksikan calon-calon gubernur seperti, Rohmi-Fhirin, Zul-Uhel, dan Ikbal-Dinda yang sibuk mencari simpati melalui media iklan seperti televisi, koran, dan media sosial lainnya. Belum lagi jenis-jenis iklan yang sifatnya gerilya, seperti spanduk, poster, baliho yang ditampilkan di tiap-tiap titik tertentu sampai ke pelosok desa.

Belakangan ramai dibahas tindakan berbagi hadiah jelang kontestasi berupa mobil hingga tiket umrah. Kegiatan berbagi hadiah merupakan pemasaran politik yang bersifat periodik dengan tujuan mobilisasi dan berburu pendukung.

Kegiatan pemasaran politik yang sifatnya periodik atau momentum biasanya berkesan dan penuh peminat. Pemasaran dalam dunia politik yang dilakukan hanya pada momentum Pilkada cenderung bersifat pragmatis dan transaksional.

Artinya dengan semakin marak pola praktis, membangun popularitas calon menggunakan strategi push-marketing lebih disenangi walaupun bersifat janji politik saja, ketimbang blusukan dan sosialisasi politik sebagai strategi untuk membangun dan membentuk reputasi politik (pull-marketing).

Menurut Kotler, adaptasi pemasaran dalam dunia politik dengan aksi mendadak merakyat adalah taktik kampanye yang dirancang untuk mengubah persepsi publik terhadap seorang kandidat yang kurang populer.

Baca juga: Ketum PPP minta kader menangkan Cagub NTB Iqbal-Dinda

Sementara Naom Chomsky menyebut bahwa calon yang mendadak merakyat adalah upaya yang tidak tulus dan cenderung manipulatif, terutama ketika dilakukan secara tiba-tiba menjelang pemilihan. Ini biasanya dianggap sebagai strategi yang oportunistik yang memanfaatkan emosi dan persepsi publik untuk meraih tujuan jangka pendek.


Mendadak merakyat

Fenomena mendadak merakyat dalam Pilkada NTB bisa dilihat sebagai sebuah respon politik yang sangat pragmatis. Dalam konteks ini istilah mendadak merakyat biasanya merujuk kepada calon yang sebelumnya tidak terlalu luas diakses oleh publik, namun tiba-tiba muncul dengan berbagai acara pemasaran.

Pemilih muda biasanya terkesan dengan politisi yang mencoba untuk mengatasi kekurangan identitas politik atau prestasi yang berbeda yang mungkin tidak sekuat calon lain. Berbagai isu yang diplintir semakin populer ketimbang berusaha meyakini publik dengan visi politik.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Nusa Tenggara Barat menetapkan jumlah daftar pemilih tetap atau DPT untuk momen pilkada serentak tahun ini sebanyak 3,96 juta pemilih.

Baca juga: Tokoh NW-NWDI galang pemenangan Rohmi-Firin di Pilkada NTB

KPU mencatat jumlah pemilih muda di Nusa Tenggara Barat mencapai 2,1 juta pemilih atau 54, 04 persen dari total jumlah daftar pemilih tetap sebanyak 3,93 juta orang. Angka partisipasi pemilih di wilayah ini mencapai 84 persen.

Meski begitu tidak semua anak muda paham terhadap politik akibat keterbatasan literasi, sehingga minimnya pengetahuan terhadap dinamika politik aktual.

Namun ahli psikologi, seperti Drew Westen menekankan bahwa pendekatan merakyat yang dilakukan mendadak bisa sangat efektif karena banyak pemilih memilih berdasarkan emosi dan bukan hanya alasan rasional.


Merebut hati pemilih

Jika kandidat yang sifatnya mendadak berhasil menciptakan kesan yang menyentuh perasaan pemilih, maka perilaku mendadak merakyat tersebut bisa menjadi alat yang kuat untuk memenangkan dukungan.

Di tengah tren merakyat semakin populer, jasa tim sukses menjadi semakin laris. Dengan mengantongi sejumlah kepentingan, tim bekerja menarik pemilih muda dan pemula untuk menaikkan elektabilitas—biasanya hubungan calon dan tim berakhir kepentingan bersua kebutuhan.

Politik pun muncul dengan istilah baru berupa pasar uang. Bagi para broker, politik adalah momen investasi, bagi para kontestan politik adalah pasar produksi. Namun, bagi tim sukses politik adalah kepentingan bersua kebutuhan.

Pemilih politik bukan lagi menjadi agen untuk mengevaluasi visi politik para kandidat, melainkan menjadi pasar massa yang diperebutkan untuk mendapatkan pangsa pasar.

Fenomena itu kerap terjadi karena tindakan populis secara mendadak perlu untuk menggunakan taktik semacam ini—biasanya dipahami sebagai strategi politik yang memanfaatkan kurangnya popularitas mereka di mata publik yang berhujung pragmatis dan transaksi antara kandidat dan pemilih.

Para kontestan pemilu seharusnya membangun citra politik melalui sosialisasi visi-misi secara jangka panjang, sebab dengan adanya upaya itulah strategi dan aktivitas politik terikat dengan program kerja.

Adaptasi pemasaran dalam dunia politik yang bersifat permanen dapat mempengaruhi perilaku pemilih dalam mengevaluasi kualitas para kontestan. Artinya memperoleh popularitas mesti dilakukan terus menerus atau konstan dalam membangun kepercayaan dan citra publik, sehingga tidak terkesan 'tanam cepat dan panen cepat'.


*) Penulis adalah penggiat demokrasi Indonesia