Beijing (ANTARA) - Pemerintah China mengecam tindakan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) yang menerapkan pembatasan visa terhadap sejumlah pejabat Hong Kong pasca penjatuhan hukuman penjara kepada 45 aktivis pro-demokrasi.
"Kami dengan tegas menentang AS menggunakan kasus-kasus peradilan yang relevan untuk mencampuri urusan dalam negeri China dan mencoreng serta melemahkan supremasi hukum Hong Kong," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing pada Jumat.
Sebelumnya Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller pada Selasa (19/11) mengatakan AS mengambil langkah-langkah untuk memberlakukan pembatasan visa baru bagi sejumlah pejabat Hong Kong yang bertanggung jawab atas penerapan Undang-undang Keamanan Nasional di Hong Kong.
AS juga mengecam keras hukuman terhadap 45 terdakwa yang disebut mendapat hukuman penjara yang mengubah hidup mereka hanya karena partisipasi damai dalam kegiatan politik yang dilindungi berdasarkan hukum Hong Kong.
"Pemerintah pusat China dengan tegas mendukung Daerah Administratif Khusus Hong Kong dalam menjaga keamanan nasional dan menghukum berbagai kegiatan yang membahayakan keamanan nasional sesuai dengan hukum," ungkap Lin Jian.
AS, sebut Lin Jian, perlu sungguh-sungguh menghormati kedaulatan China dan supremasi hukum Hong Kong, mematuhi prinsip-prinsip hukum internasional dan norma-norma dasar hubungan internasional, dan menahan diri untuk tidak mencampuri urusan Hong Kong dalam bentuk apa pun.
"Jika AS bersikeras memberlakukan pembatasan visa pada pejabat Hong Kong, China akan mengambil tindakan balasan yang tegas," tegas Lin Jian
Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri AS menyerukan kepada otoritas Hong Kong untuk segera dan tanpa syarat membebaskan ke-45 orang tersebut dan tahanan politik lain. Hukuman berat itu dinilai dapat mengikis kepercayaan terhadap sistem peradilan Hong Kong dan merusak reputasi internasional kota tersebut.
Baca juga: Pemerintah China harap pemerintahan baru Jepang bangun hubungan konstruktif
AS juga mendesak China dan otoritas Hong Kong untuk menegakkan independensi peradilan Hong Kong, menghentikan penggunaan undang-undang keamanan nasional untuk membungkam mereka yang mengekspresikan pandangan politik secara damai dan memulihkan keterbukaan yang sangat penting bagi vitalitas dan keberhasilan Hong Kong.
Pengadilan Hong Kong pada Selasa (19/11), menjatuhkan hukuman penjara epada 45 aktivis pro-demokrasi atas tuduhan melakukan subversi.
Para aktivis tersebut ditangkap pada 2021 dan didakwa dengan tuduhan konspirasi untuk melakukan subversi berdasarkan Undang-undang Keamanan Nasional yang diberlakukan pada 2020. Undang-undang itu muncul pasca aksi massa pro-demokrasi besar-besaran terjadi pada 2019 di Hong Kong.
Baca juga: Pemerintah China perluas bebas visa hingga 38 negara
Pengadilan Hong Kong menilai para aktivis bersalah karena menyelenggarakan pemilihan pendahuluan tidak resmi pada 2020 untuk memilih kandidat terbaik sebagai calon anggota legislatif.
Pemungutan suara tersebut diikuti oleh lebih dari 600.000 orang sebagai upaya untuk memenangkan mayoritas elektoral pro-demokrasi di Hong Kong yang merupakan wilayah admisitrasi khusus dari China.
Jaksa penuntut menyebut aksi tersebut merupakan upaya untuk melumpuhkan pemerintah dengan melakukan tindakan yang berpotensi mengganggu pemerintahan jika mereka terpilih.